Prabowo dan Sandi justru menjadi jurkam bagi Kubu Petahana. Jurkam gratisan pula. Setelah dongeng PKI, janji tidak tunai, infrastruktur salah kaprah, rupiah ejakulasi dini, bahasa Inggris yang medok, dan celaan-celaan receh gaung-gemaung dikumandangkan para juru bicara, justru perangai Prabowo dan Sandi sendiri yang mengatrol popularitas dan kredibilitas kubu sebelah.
Di sinilah pentingnya Koalisi PAS mendengar dan mendengarkan saran Pak SBY.
Celakanya, Sang Jempol punya urat dan otot yang terlalu kencang. Kalau menyerang kubu tetangga sih tidak apa-apa, ini menusuk teman sendiri. Malah kadang tanpa perasaan menyodok kawan sendiri. Mula-mula AHY dicurigai mendukung setengah hati. Merasa belum cukup, Partai Demokrat dituduh enggan kampanye habis-habisan.
Jika terus begini, Koalisi PAS akan menjadi Koalisi Kelahi. Lalu, Koalisi Retak. Sudahlah Sang Jempol kemaruk dengan mengangkangi kursi capres dan cawapres, masih pula mencurigai teman sekendaraan. Sebagai warga, saya serasa menonton sinetron abal-abal yang dikerjakan asal-asalan.
Saya pernah dua kali jadi Calon Presiden. Saya tak pernah menyalahkan dan memaksa Ketum partai-pastai pendukung untuk kampanyekan saya. ~ @SBYudhoyono [15/11/2018; 21:17]
Sah-sah saja jikalau ada urat Sang Jempol yang meraung dan menuduh Pak SBY baperan gara-gara twit beliau. Akan tetapi, Pak SBY menunjukkan fakta. Dengan kata lain, beliau menunjukkan celah tentang takdir Pak Prabowo yang pernah kalah selaku Cawapres dan terjungkal sebagai Capres.
Suka tidak suka kicauan beliau harus diakui benar adanya, Bukan isapan jempol, bukan luka bekas oplas yang disangka luka akibat pengeroyokan. Otot-otot dalam tubuh Sang Jempol mesti diurut agar tidak tegang dan kaku.
Obati dan sembuhkan luka itu dulu baru berdiri tegak selaku penantang. Jika tidak, akibatnya bisa berabe. Malu dong kalau terus digelari "capres abadi".
Selain itu, rakyat butuh capres yang setanding dan sebanding. Bagaimanapun, gempuran dusta ke kubu sebelah harus dikurangi jikalau memang susah dihentikan. Umbar gosip murahan semisal "keturunan PKI" bisak berbalik menjadi kurma (baca: karma). Mending jualan visi dan misi, bahanakan apa yang akan dilakukan bagi rakyat dan paparkan bagaimana melakukannya.
Apabila calon yang "bertanding di atas ring" ternyata tidak setanding dan sebanding, rakyat rugi menanggung biaya pilpres yang sangat mahal. Serangan pada kubu tetangga harus dirancang sedemikian rupa, bukan kampanye brutal yang nirmakna dan nirfaedah.
Ayolah, segera berhenti berkelahi. Rakyat butuh capres-cawapres yang mencerdaskan dan mendewasakan. Namun, sebelum itu dilakukan, capres dan cawapres harus terlebiih dahulu cerdas dan dewasa. []