Ini Bulan Bahasa. Ah, siapa pula yang peduli. Orang-orang sedang sibuk menggoreng. Kamu pasti tahu apa arti menggoreng.
Tunggu dulu, Kawan. Kita tunda sejenak obrolan tentang bahasa Indonesia. Juga tentang kata ulang goreng-menggoreng yang sedang intim di mata netizen. Ada yang sedang bikin mumet kepala saya. Lucunya ada, seriusnya ada. Begini. Belakangan ini kata waras dan dungu naik daun. Kadang terhambur di layar teve, kadang terserak di layar gawai.
Apa itu waras? Kita ambil makna sederhananya saja. Waras berarti sehat. Bisa sehat jasmani, bisa sehat rohani. Waras jiwa bisa kita maknai sehat pikiran alias tidak gila. Waras tidak pandang bulu atau tidak membeda-bedakan tingkat kecerdasan. Bodoh dan cerdas bisa sama-sama waras, bisa juga sama-sama gila.
Apa itu dungu? Kalau mau jawaban halus, dungu itu kurang cerdas atau tidak pandai. Arti yang sedikit kasar adalah otak tumpul. O ya, otak tumpul itu virus busuk yang bisa menjangkiti orang bodoh dan orang cerdas. Itu sebabnya makian goblok, bego, tolol, atau dongok tidak pandang IQ tinggi atau rendah.
Sepanjang bulan bahasa, Oktober 2018, kata waras dan dungu bersaing menjaring simpati. Ada penganjur kewarasan, ada pengkhotbah kedunguan. Pihak pertama mengajak semua orang supaya berupaya tetap waras, pihak kedua ringan kata menuding dungu.
Baik waras maupun dungu sama-sama adjektiva atau kata sifat. Cirinya sangat khas, yakni dapat didahului kata lebih atau sangat. Contohnya lebih waras atau sangat dungu. Kalau kata kita kotak-kotakkan, maka keduanya berseteru atau bertolak belakang. Gelut melulu jika disatukan.
Namanya juga sifat, ya, terkait dengan watak atau tabiat. Tidak heran jika yang cerdas bisa saja tidak waras, sedikit waras, waras, dan lebih waras. Tidak usah heran juga bila orang bodoh tiba-tiba tidak dungu, agak dungu, dungu, atau sangat dungu. Tenang saja. Wajah saja bisa diubah, asal ada uang tinggal oplas. Apalagi cuma tabiat atau watak. Itu mah cemen!
Siapa penganjur kewarasan? Sekadar menurut contoh, Budiman Soedjatmiko. Wakil rakyat dari Fraksi PDIP ini belakangan amat getol mengajak orang-orang untuk waras bareng. Ia punya semboyan yang senapas dengan waras: jangan ada data dusta di antara kita. Itu tepat. Dewasa ini, dusta saja perlu data.
Namanya juga penganjur, kerjaan utamanya menganjurkan. Mengajak agar supaya waras atau membujuk orang agar lebih waras. Namanya juga anjuran, penyimak anjuran bisa mangkir bisa setuju. Soal mau itu perkara belakangan, sebab menjadi waras itu bukan sesuatu yang mudah.
Siapa pengkhotbah kedunguan? Rocky Gerung, sekadar menyebut nama. Filsuf yang gemar "melantur dengan kata-kata melingkar" ini belakangan doyan banget mengampanyekan kata dungu. Ia punya slogan yang keren: menggonggong setiap hari, menggonggongi hal yang sama. Itu pas. Harus ada oposisi dalam alam demokrasi.