Manusia bisa berbahagia, meskipun barangkali kebahagiaan itu merupakan kebahagiaan yang tragis.
~ Albert Camus
Los Merengues, sebutan Real Madrid, wajib memasang radar waspada musim ini. Jika tidak, musim 2018/2019 bisa-bisa kembali nirgelar di La Liga. Dua pesaing utama sudah meraih piala. Barcelona merengkuh Piala Super Spanyol setelah menundukkan Sevilla dengan skor 2-1, sedangkan Atletico Madrid membungkam Los Merengues dengan skor 4-2.
Real Madrid sudah merasakan getir tanpa piala di La Liga pada musim lalu. Alih-alih juara, tim dari Ibu Kota Spanyol itu justru terperosok di peringkat ketiga. Si Putih dikangkangi oleh Barcelona dan Atletico. Meski begitu, mereka menemukan obat pelipur lara. Tersaruk-saruk di La Liga ternyata memacu pemain Real Madrid untuk tampil trengginas di Liga Champions Eropa. Hasilnya, juara.
Namun, benarlah ujar Albert Camus seperti yang saya nukil di awal tulisan ini. Real Madrid bahagia karena berhasil mempertahankan Liga Champions Eropa secara beruntun. Tiga kali. Prestasi yang bakal sulit disamai oleh klub mana pun dalam era sepak bola modern. Hanya saja, kebahagiaan itu berubah menjadi kebahagiaan tragis.
Luka akibat ditinggal Zidane baru mau pulih, Ronaldo hengkang ke Juventus. Benarlah bahwa Los Blancos sebuah tim yang kebesarannya tidak bergantung pada seorang pemain bintang atau pelatih cerdas. Tetap saja kepergian Zidane dan Ronaldo meninggalkan lubang menganga. Butuh waktu bagi pelatih baru, Julen Lopetegui, untuk menambal lubang menganga itu.
Kepergian Ronaldo jelas-jelas terlihat ketika Real Madrid menghadapi tim sekota, Atletico, untuk memperebutkan Piala Super Eropa. Ramos dan kolega keok. Tidak tanggung-tanggung, gawang mereka dijebol empat gol. Dua dari Diego Costa, sisanya dari Koke dan Saul. Piala pembuka pun melayang.
Jika Barcelona dan Atletico berpesta dengan piala baru sebelum La Liga dimulai pada akhir pekan ini, Real Madrid justru kehilangan peluang menambah koleksi Piala Super Eropa. Kalah dari pesaing di La Liga pula. Kalah dari tim sekota pula. Kalah dari klub yang memang sejak awal dirancang untuk mengganggu dominasi dan hegemoni Real Madrid.
Maka, seperti disitir Camus, kebahagian tiga gelar beruntun di Liga Champions Eropa akhirnya berasa getir. Walapun demikian, tidak ada waktu untuk menyesal berlarut-larut. Musim baru segera digelar. Kepala harus tetap tegak. Kehilangan Piala Super Eropa bukanlah akhir segalanya.