Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Mustahil Menulis Tanpa Tanda Hubung

13 Agustus 2018   11:17 Diperbarui: 14 Agustus 2018   16:45 2851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Huruf bertemu angka mesti dibubuhi tanda hubung. Contoh: ke-73 (benar), ke73 (keliru).
Aku bertemu kamu pasti dibubuhi rindu, sebab kamu satu-satunya alamat tujuan rinduku.

Bayangkan kita membaca satu alinea dengan kalimat panjang tanpa tanda koma. Bayangkan kita mengeja satu kalimat dengan beruntun kata tanpa tanda baca. Bayangkan kita ngos-ngosan seperti pelari yang lama tidak berlatih.

Selain itu, kita tidak boleh meremehkan tanda baca sebab tanda baca berguna untuk memudahkan pembaca mencerna makna tulisan. Tanda seru, misalnya, alamat ada sesuatu dalam kalimat seruan yang mesti dicamkan atau diperhatikan. Tanda tanya, misalnya lagi, isyarat ada sesuatu dalam kalimat yang menuntut jawaban.

Meski begitu, tidak sedikit penulis yang abai pada tanda baca. Tanda seru (!) dijajarkan hingga sepuluh. Tanda titik (.) ditaruh setelah tanda tanya (?) atau tanda seru (!), padahal jelas-jelas pada tanda seru dan tanda tanya sudah ada titik (.).

Kali ini, saya ingin mengajak teman-teman yang suka menulis untuk berkecek atau mengobrol tentang tanda hubung (-). O ya, sebelumnya kita serasikan pendapat dulu bahwa tanda hubung berbeda dengan tanda pisah. Selain simbol yang berbeda, fungsi tanda hubung (-) dan tanda pisah (--) juga tidak sama.

Aku dan kamu akan menjadi kita jikalau ada yang menghubungkan. Namanya cinta. Ada kata tercerai yang mesti ditulis serangkai. Itulah gunanya tanda hubung diciptakan.

Memasuki bulan Agustus, kita akan menemukan banyak pelanggaran kaidah menulis. Pelakunya bukan hanya orang awam yang jarang bersentuhan dengan dunia tulis-menulis. Kadang-kadang justru dilakukan oleh orang yang, sebenarnya, sudah bangkotan berkecimpung dalam dunia literasi.

Pelanggaran kaidah menulis itu bahkan terjadi pada hal-hal sepele. Misalnya, pemakaian tanda hubung. Untung saja para pelanggar aturan menulis tidak perlu ditilang sebagaimana polisi menilang para pelanggar rambu-rambu lalu lintas.

Sesekali ada "dokter bahasa" yang memberikan wejangan. Itu pun sering dianggap angin lalu. Masuk di kuping kanan keluar di kuping kiri. Malah ada yang baru masuk di kuping kanan, eh, ternyata tidak jadi.

Tidak percaya? Silakan buka buku dan cermati penulisan huruf kapital yang dipadukan dengan angka. Jarang ada yang tepat. Penulisan S1 disangka tepat, padahal keliru. Penulisan 17an dikira benar, padahal salah. Penulisan 'memeti-eskan' diduga pas, padahal menyeleweng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun