Kucatat matamu. Sepasang sajak yang sejuk. Tempat diksi berteduh dari terik makna yang merajuk. Beratapkan bulu-bulu lentik, teduh yang emignatik. Jelaga tak kalis melenting jadi alis, tempat orang-orang suci menjadikannya sajadah untuk berlama-lama rukuk di pelupukmu.
~ Adimas Immanuel, Selama Enam Jam Aku Memikirkan Hadiah bagi Kita yang Hanya Bertemu Enam Jam
Itulah petikan sajak Adimas Immanuel, penyajak muda dari Solo, yang bercerita tentang kekuatan kesetiaan dalam mengubah kekhawatiran menjadi kemenangan.
Kadang kita berjumpa peristiwa singkat yang berlangsung lama sepanjang hidup. Kita yang hanya bertemu enam jam, tabal Adimas. Namun, pertemuan selama enam jam itu melahirkan enam jam-enam jam lain yang sangat panjang.
Bulu tangkis baru dipertandingkan di Asian Games pada edisi 1962. Ketika itu Indonesia didaulat jadi tuan rumah. Hanya digelar beberapa hari, tidak berminggu-minggu apalagi berbulan-bulan, tetapi sejarah menggaungkannya hingga hari ini.
Kala itu ada enam medali emas diperebutkan, masing-masing untuk tunggal putra dan putri, ganda putra dan putri, serta beregu putra dan putri. Hasilnya menakjubkan. Luar biasa. Lima medali emas dikalungkan ke leher atlet-atlet bulu tangkis kita.
Indonesia meraup dua medali pada nomor tunggal putra. Emas diraih oleh Tan Joe Hock, sedangkan perunggu dipersembahkan oleh Ferry Sonneville. Lebih mengagumkan, tunggal putri menyapu bersih tiga medali. Minarni merengkuh medali emas, Corry Kawilarang merebut medali perak, sementara Happy Herowati merenggut perunggu.
Ganda putri Indonesia juga berjaya. Medali emas dipersembahkan oleh pasangan Minarni/Retno Kustijah dan medali perak lewat Corry Kawilarang/Happy Herowati. Dua medali emas lagi direngkuh Indonesia melalui nomor beregu putra dan putri.
Satu-satunya yang melayang cuma medali emas ganda putra yang disabet pasangan negara tetangga, Malaysia, lewat Tan Yee Khan/Ng Boon Bee. Indonesia harus puas dengan perak dan perunggu melalui pasangan Tan Joe Hock/Liem Tjian Kian dan Tutang D/Unang A.P.
Pesta olahraga multicabang itu hanya digelar beberapa hari, namun masih wangi hingga kini. Prestasi yang diukir Tan Joe Hock dkk. menahbiskan Indonesia sebagai salah satu raksasa di cabang bulu tangkis. Jejak Tan Joe Hock dan kolega tergurat di raung sejarah yang sejatinya, menurut Adimas, tempat orang-orang suci menjadikannya sajadah.