Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ketika Bekas Napi Korupsi Ngotot Jadi Bacaleg

28 Juli 2018   17:38 Diperbarui: 29 Juli 2018   10:13 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: detik.com

Adalah Ahmad Bastari Suan yang pertama kali mengajukan penggunaan kata mantan sebagai pengganti kata bekas atau eks. Akademisi asal Universitas Sriwijaya itu mengusulkannya pada tahun 1984 lewat sebuah tulisan di majalah Pembinaan Bahasa Indonesia.

Menurut Ahmad Bastari Suan, kata bekas atau eks kurang pantas digunakan karena menyandang nilai rasa rendah apabila disematkan pada seseorang. Bekas camat, misalnya. Apalagi eks camat. Rasanya sejajar dengan mobil bekas atau bekas garong.

Kata mantan dipungut dari bahasa Basemah, Komering, dan Rejang yang bermakna 'tidak berfungsi lagi'. Maknanya persis seperti bekas. Dalam bahasa Basemah, seorang bekas pegawai akan disebut pegawai mantan. Adapun khatib yang sudah pensiun berkhotbah akan disebut ketip mantan.

Ketika diserap ke dalam bahasa Indonesia, mantan menjadi frasa inti atau 'yang diterangkan', mengingat bahasa Indonesia menganut hukum DM alias Diterangkan-Menerangkan. Jadilah presiden yang sudah purnatugas dinamai mantan presiden.

Lantas mengapa saya menggunakan frasa 'mantan narapidana korupsi' untuk menjuduli tulisan ini? Baiklah, saya ajak teman-teman kembali pada kaidah penggunaan kata mantan. Sekali lagi, kata usulan Ahmad Bastari Suan itu digunakan untuk melayakkan, memantaskan, dan meninggikan rasa. Dengan begitu, ada unsur 'tetap menghargai dan menghormati'.

Bagaimana dengan politisi yang pernah mendekam di bui akibat mengerat uang rakyat? Apakah mereka memiliki nilai rasa tinggi terhadap kepentingan rakyat? Apakah mereka layak dihormati dan dihargai setelah menyunat dana yang mestinya digunakan buat kepentingan rakyat?

Itu belum seberapa. Setelah keluar dari kerangkeng, ratusan bekas narapidana korupsi itu kini berlomba-lomba ingin kembali menjadi wakil rakyat. Lalu, tatkala terpilih mereka akan disapa dengan sebutan agung seperti "yang terhormat" atau "yang mulia". Ajaib!

Tidak heran jika saya memilih kata 'bekas' untuk dipadankan dengan 'narapidana korupsi'. Bukan tanpa alasan. Kata bekas tetap digunakan dalam bahasa Indonesia untuk menyebut bekas diktator, bekas garong, atau bekas penjahat ulung. Persis baju bekas, barang bekas, atau bekas kuda balap.

Rakyat disuguhi tontonan hasrat berkuasa dari para bekas napi koruptor. Syahwat para pengerat uang negara itu untuk kembali ke barisan terdepan masyarakat begitu menggebu-gebu. Bayangkan, 199 bacaleg merupakan mantan penghuni penjara akibat dakwaan korupsi.

1. Pengurus Partai Kehabisan Dalih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun