Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Balada Buku di Rak yang Ingin Dibaca Olehmu

16 Juli 2018   22:54 Diperbarui: 17 Juli 2018   13:48 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

~ kepada Amel 

Katakan apa kini yang akan kulakukan pada buku yang memaksa dibaca olehmu? Begini kata buku. Kutu tak peduli kata, debu juga begitu. Di jalan, di depan rumahku, orang-orang mengambil alih tugas Tuhan. Mereka sesuka hati saja menilai dan menghakimi orang. Mereka seperti mahasiswa meneriakkan keadilan, tetapi merampas hak pejalan. Akankah buku kita biarkan berunjuk rasa?

Perpustakaanku sekarang lengang duka. Buku-buku meracau di rak. Menolak diatur atau ditata alfabetis. Kemarin mereka turun sendiri dari rak dan serentak membuka diri. Angin lengas dari kipas murahan membuka halaman demi halaman. Tetapi tiada kata atau kalimat apa pun. Kecuali namamu yang ditulis besar-besar dengan huruf kapital.

Pada buku membentang peta luka semanis gerimis yang mencacah ingatan. Kamu ada pada setiap titik di peta luka itu seperti titik-titik saraf dan kesadaran--sebagai arah yang dikenalkan dan dikekalkan skala. Buku itu sekarang pindah ke dapur--yang kini dihuni tikus, laba-laba, kecoak, dan harapan yang terjerat dan tersesat di kenyataan. Buku itu membaca puisi. Masaklah kenangan pahit dan bagikan kepada tetangga, jangan kunyah dan telan sendiri.

Padahal tetangga benci buku. Apalagi membaca. Mengeja perasaanku saja tak pernah sudi. Apabila Air Mata datang bertamu ke perpustakaanku, mereka hilang dari mata dan telinga. Tetapi aku tahu. Diam-diam mereka mengintai dari celah pintu seperti anak kecil yang menanti ayahnya pergi agar lepas dari hukuman. Padahal mereka, dulu, kawanan semut yang rajin mencari gula di beranda. Perpustakaanku kini kehilangan pembaca--kamu yang setia mengusir debu dan mengenyahkan kutu dari buku--tetapi kamu seperti tidak menemukan jalan pulang di peta harapan.

Tiba-tiba aku melompat ke dalam buku--yang dibaca dan dicinta olehmu. Kaubawa ke mana saja kau pergi. Lalu, kaubaca kapan saja engkau mau. Atau kuminta kepada Tuhan biar segera mencabut nyawaku dan aku kembali lahir sebagai buku--terjatuh di tas kesukaanmu, di sela cermin dan alat-alat kecantikanmu. Kemudian, atas nama Tuhan, pelan-pelan kaubuka dan kaubaca dan kaucium tubuhku.

2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun