Air mata tak mengenal jenis kelamin. Lihatlah sepak bola. Pada akhir sebuah laga, lelaki begitu mahir memeras dan memerah air mata.
Tumbang. Semula imbang di laga pertama, lalu tumbang di laga kedua. Argentina seakan-akan tidak berjodoh dengan nasib baik. Andai kata kalah dengan skor 0-1 atau 1-2 mungkin tidak terlalu sesak. Ini tidak. Tim Tango dicukur 0-3 oleh Tim Papan Catur.Â
Untung nasib Argentina belum buntung-buntung amat. Pada laga lain di Grup D, Nigeria menaklukkan Islandia dengan skor 2-0. Masih ada pintu bagi Argentina. Masih ada laga ketiga. Messi dan kompatriotnya mesti menggila dengan menggilas Nigeria. Tentu bukan perkara mudah, sebab Nigeria pasti berupaya menang.Â
Duri baru menanti Argentina. Jika Sampaoli tidak menemukan ramuan jitu dan cespleng, nasib buruk menunggu di laga ketiga. Kalah kontra Nigeria, nanti, berarti tamat riwayat perjalanan La Albiceleste di Rusia. Tetapi, tidak apa. Toh Argentina pernah gugur di fase grup pada Piala Dunia 1958, 1962, dan 2002. Barangkali Sampaoli mau mengorek-ngorek luka lama.
Messi? Hasil laga ketiga babak penyisihan grup akan jadi kado ultah ke-31 baginya. Kalau mau air mata bahagia, harus habis-habisan. Soal habis-habisan, Maradona sudah memberi teladan pada Piala Dunia 1986. Kecuali berharap air mata duka, ya, main seadanya saja dan biarkan Nigeria menang. Jika itu yang terjadi, Messi, maka kelar hidup lau!
Meski begitu, duka laga kedua bukan milik Messi semata.
Duka Akibat Laga Kedua
Kejutan masih mewarnai laga kedua. Selain Argentina yang keok di laga kedua, delapan tim dipastikan berduka.
Polandia yang melenggang ke Piala Dunia 2018 dengan penampilan gemilang selama kualifikasi, ternyata tidak berkutik di Rusia. Status unggulan tidak menyelamatkan mereka. Kalah 0-3 dari Kolombia mengharuskan mereka segera mengepak koper. Tak ayal, Polandia jadi wakil UEFA pertama yang angkat tangan dan pasrah.
Mesir yang diramalkan akan mengejutkan di Grup A, justru pulang lebih cepat bersama Arab Saudi. Kalah 1-3 dari tuan rumah membuyarkan mimpi Salah dan teman-teman. Aksi Salah masih dapat ditonton pada laga ketiga, itu juga kalau Cuper mau menurunkan andalan Liverpool di laga terakhir.Â
Tunisia, wakil Afrika lainnya, juga dipaksa mengucapkan Selamat Tinggal lebih cepat. Kekalahan telak 2-5 melawan Belgia merontokkan harapan mereka. Gol Bronn (18) dan Khazri (93) sekadar melipur lara. Hitung-hitung mereka tidak sekonyol Arab Saudi yang dipaksa menjadi lumbung gol bagi lawan dan tak kuasa mencetak sebiji gol pun hingga laga kedua. Meski begitu, tetap saja Elang Kartago tersingkir.
Kosta Rika. Memang apes nasib wakil Concacaf ini. Bergabung di Grup E bersama Brasil, Swiss, dan Serbia benar-benar neraka bagi Kosta Rika. Bayangan hasil imbang pada laga kedua ternyata sirna di depan mata. Gol Coutinho (91) dan Neymar (97) mengusir mereka dari neraka.Â
Wakil Concacaf lainnya, Panama, lebih mengenaskan. Enam gol bersarang di gawang mereka. Tim debutan ini harus buru-buru menjadi penonton. Akan tetapi, tim ini tetap merayakan gol Baloy. Gol yang dilesakkan Baloy pada menit ke-78 itu adalah gol pertama Panama di Piala Dunia.Â
Korea Selatan juga harus bersiap-siap mengubur mimpi. Gol Son pada menit-menit akhir tak mampu membayar defisit gol dari penalti Vela (26) dan Javier Hernández (66). Tidak ada peluang lagi. Masih ada celah sedikit, sempit pula. Kalaupun menang melawan Jerman dan Swedia kalah dari Meksiko, Korsel tetap kalah duel melawan Swedia. Jadi, perih!
Itulah sembilan tim yang sudah menanggung duka pulang lebih cepat setelah kalah di laga kedua. Walau berduka, tetaplah tersenyum. Seperti suporter Panama yang menari gembira merayakan air mata.
Pintu Masih Terbuka
Lupakan Rusia dan Uruguay di Grup A. Duel mereka tinggal menentukan juara grup.Â
Wakil Asia masih bernapas di Grup B. Pintu melangkah ke fase gugur masih terbuka. Celahnya sedikit, karena lawan terakhir Iran adalah Portugal. Andaikan Iran menang, hasil Spanyol-Maroko sudah tiada berarti bagi mereka. Jika imbang, Iran harus merelakan jalan bagi Spanyol karena kalah duel 0-1.Â
Nasib Australia di Grup C juga ditentukan oleh hasil laga ketiga. Selain harus memaksakan hujan gol ke gawang Peru, wakil Asia ini masih dipengaruhi hasil laga antara Denmark dan Prancis. Jika Denmark kalah, hitung-hitungan selisih gol akan menentukan. Jika Denmark menang, Australia harus berlapang dada.
Grup D lebih menarik. Tiga tim masih berhak alias berpeluang mendampingi Kroasia. Islandia dan Argentina mengemas satu angka, sedangkan Nigeria mendulang tiga angka. Jika ingin lolos, Nigeria harus menundukkan Argentina. Mumpung mental Messi sedang rapuh. Nigeria menang alamat lolos. Nigeria kalah, pintu terbuka bagi Argentina. Apalagi kalau Islandia juga kalah kontra Kroasia.
Persaingan sengit juga menimpa Grup E, F, H.Â
Jerman dan Swedia di Grup F akan berjibaku pada laga ketiga jika ingin mendampingi Meksiko. Jerman melawan Korsel dan Swedia menghadapi Meksiko. Bukan laga mudah. Korsel tak ingin pulang tanpa angka, Meksiko pasti ingin memastikan posisi juara grup.
Brasil dan Serbia harus bertempur mati-matian untuk menemani Swiss di Grup E. Siapa pun yang kalah, niscaya tertahan di fase grup. Brasil hanya untung satu angka dibanding Serbia. Hasil seri sudah aman bagi Neymar dan kolega. Tetapi Serbia tentu enggan mengalah.Â
Adalah Senegal dan Jepang yang berbagi angka pada laga kedua. Mereka masih menjaga asa. Jika Jepang sanggup mengalahkan Polandia, alamat melenggang ke babak berikutnya. Senegal yang harus waspada. Tidak boleh kalah lawan Kolombia. Kalah berarti berduka.Â
Siapakah yang akan merayakan dukacita? Tim mana yang suporternya akan berurai air mata karena sukacita?
Gol dan Keseruan Lain
Adakah yang ditunggu-tunggu penonton dari sebuah laga melebihi penantian gol demi gol? Pada sebuah gol, air mata bisa mengucur. Apalagi gol yang lahir pada menit-menit akhir. Bahagia bagi yang menang, nestapa bagi yang kalah.
Akhirnya 16 laga kedua babak penyisihan grup rampung. Sebanyak 47 gol tercipta. Rata-rata 2,94% per laga. Sejak laga pertama berlangsung hingga laga kedua penyisihan grup sudah tersaji 86 gol. Rata-rata 2,7% dari 32 laga. Jikalau rerata itu bertahan maka capaian serupa pada Piala Dunia 2014, yakni 2,7% gol per laga. Lebih tinggi dibandingkan Piala Dunia 2010 yang cuma 2,3% per pertandingan.
Ada tujuh penalti pada laga kedua, tetapi hanya enam yang merobek jala lawan. Satu eksekutor, Sigurdson, menyusul nasib Messi dan Cueva selaku algojo penalti yang gagal.Â
Keriuhan lain adalah martabat pencetak gol.
Jedinak adalah salah satu pencetak gol unik hingga laga kedua usai. Kedua golnya berasal dari titik penalti.Â
Menunggu Akhir Drama Fase Grup
Ke mana Messi sehingga namanya tidak tertera dalam daftar pencetak gol terbanyak sementara?Â
Jangan bertanya sedemikian menukik. Kasihan Messi. Ia tampak tidak menikmati laga. Ketika lagu kebangsaan Argentina dikumandangkan, ia malah memijit jidat. Setelah laga kedua kelar, gubrak, Argentina dihajar tiga gol tanpa balas. Tragis.
Sudahlah. Messi bukan Maradona dan Argentina bukan Barcelona. Menunggu aksi dahsyat Si Kutu seperti di Barcelona bagai berharap durian runtuh. Berharap boleh asal jangan berlebihan. Nanti seperti nasib Alex, penggemar Argentina, yang raib setelah Argentina keok. Menangis boleh, asal jangan berlebihan.Â
Meski demikian, laga akhir fase grup bukan semata-mata drama Argentina. Kita juga masih menunggu nasib Brasil, Jerman, Portugal, Spanyol, dan tim unggulan lain. Jadi, siapkan Kacang Garuda. Dan ingat selalu, jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda.
Mari menanti duka baru. [kp]
Catatan: Tulisan ini belum rampung saat laga Spanyol-Maroko dan Portugal-Iran baru saja dimulai.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H