Siapa yang pernah mendengar suara kesunyian di dalam padat udara bola?Â
~ Hasan Aspahani, Solilokui Sang Bola Kaki 1
Perang Semenanjung Iberia di Piala Dunia 2018 baru saja selesai. Hasilnya imbang. Spanyol tidak merana, Portugal tidak menderita. Mereka tinggalkan lapangan dengan kepala tegak.Â
Akan tetapi, ada yang lebih berbahagia dibanding Ramos atau Ronaldo dan komplotannya. Siapa? Tentu saja Timnas Iran dan pendukungnya. Mereka meraup tiga angka setelah menaklukkan Tunisia. Mereka, dengan tiga angka itu, tengah memuncaki klasemen sementara Grup B.Â
Maka persaingan di Grup B mulai memanas.
Nasib Bola dalam SajakÂ
Kalau bola harus memakai kostum, berapa nomor punggung yang cocok untuknya?
~ Hasan Aspahani, Solilokui Sang Bola Kaki 1
Sebagai pencinta puisi sekaligus penyuka sepak bola, puisi anggitan Hasan Aspahani di atas laksana segelas air di tengah serbuan rasa dahaga. Judulnya apik. Solilokui Sang Bola Kaki, 1. Judul yang mewakili kesunyian dan kesedihan bola yang kerap terlupakan dan terabaikan setelah gol tercipta.
Selalu ada pemain yang ingat bola kaki setelah sebuah gol. Si pencetak gol di antaranya. Namun, ia meraih bola bukan lantaran peduli pada nasib si kulit bundar. Alasannya cuma dua. Kalau bukan untuk merayakan gol, pasti karena berkejar-kejaran dengan waktu. Alasan pertama lumrah apabila istri si pencetak gol sedang mengandung. Bola diambil dan ditaruh di perut di balik kaus sebagai simbol cinta pada istri yang sedang berbadan dua. Alasan kedua lazim terjadi ketika skor tim si pencetak gol sedang tertinggal. Bola dibawa ke tengah lapangan agar pertandingan kembali berjalan.