TERSEBUTLAH SUATU KETIKA Kaisar Iskandar Zulkarnain ingin memperluas wilayah kerajaannya. Tiga gelombang pasukan akhirnya tiba di tepi sungai. Malam tiba. Hutan di seberang sungai tampak hitam. Kaisar memerintahkan pasukannya berhenti.Â
"Musuh yang akan kita taklukkan berada di seberang sungai di tengah lebat rimba," titah Kaisar. "Malam ini kita mesti menyeberangi sungai. Paham?"
Pasukan serempak menjawab, "Paham!"
Kaisar mengangguk puas. "Kita bagi tiga gelombang pasukan. Mula-mula Pasukan Perintis, lalu Pasukan Penguat, dan terakhir Pasukan Pendukung. Sungai ini tidak dalam. Airnya cuma sepinggang. Kalian berani?"
Gemuruh suara membahana di angkasa. "Siap!"
"Kalian harus tiba di seberang. Sederas apa pun arus sungai, kalian tidak boleh berbalik. Apa saja yang kalian injak, ambil dan segera masukkan ke dalam ransel. Siap?"
Pekik pasukan membelah malam. "Siap!"
Pasukan Perintis turun paling awal. Mereka berjalan rapat, berpegangan melawan deras arus, dan mencari bagian yang agak dangkal. Mereka merasa ada sesuatu yang terinjak, tetapi mereka sangka itu batu. Mereka terus berjalan dan tiba dengan cepat di seberang.
Pasukan Penguat bergerak ke sungai. Mereka menyeberang dengan hati-hati. Tak peduli dangkal atau dalam. Tak peduli arus tenang atau deras. Apabila kaki terasa menginjak sesuatu, mereka merunduk dan meraih benda itu. Mereka terus begitu, tak peduli pakaian mereka basah kuyup.
Terakhir giliran Pasukan Pendukung. Mereka melangkah pelan. Setiap kaki menyentuh sesuatu, mereka serentak berhenti. Berjongkok, menyelam, dan meraba-raba dasar sungai. Segala-gala yang teraba lekas-lekas dimasukkan ke ransel. Meskipun lebih lamban, mereka tiba di seberang.Â
Cahaya purnama menerangi tepi sungai. Kaisar tegak di punggung kuda. "Pasukan, silakan buka ransel kalian." Ketiga pasukan membuka ransel. Kaisar menarik napas. "Taruh isinya di depan kalian."Â