Suhardi mendorong panggungku, Pakki mendorong dadaku. Mendadak kepalaku panas. Aku langsung berjalan ke batu target sambil meraih dahan kayu kering. Dengan sekali sentak, tiga batu pipih selebar buku cerita itu berantakan.Â
Suhardi cengengesan. "Ya, marah...."
Pakki menimpali. "Batal puasamu."
"Bodoh amat," sentakku.
Mereka tertawa-tawa dan berjoget-joget. Aku berbalik dan pulang ke rumah. Seruan mereka tidak kuhiraukan. Mereka menyusul, aku berlari. Mereka berlari, aku sudah naik ke rumah. Langsung ke dapur, mengambil nasi dan lauk. Suhardi dan Jamil ikut ke dapur. Keduanya membelalak melihatku makan dengan lahap.
"Kenapa kamu makan?" tanya Jamil.
Aku mendengus. "Aku tidak bisa menahan emosi, jadi marah. Mending makan, toh?"
Suhardi dan Jamil langsung ikut ambil piring. Aku bengong melihat ulah mereka.
"Kenapa kalian ikut makan?"
"Gara-gara kami puasamu batal," jawab Suhardi.
"Kalau lapar bilang lapar," sungutku sambil tertawa.