Subuh, sudahkah kamu bangunkan Harapan yang lelap di kamar Putus Asa? Katakan kepadanya. Aku ingin mengajaknya berguru pada semangat matahari yang tak letih memulai hari.
Siang, susahkah kamu ingatkan Sunyi yang termangu di beranda Tak Berdaya? Bisikkan ke kupingnya. Aku ingin mengajaknya berguru pada tabah awan yang tak lelah dipermainkan angin.
Petang, sudilah kamu kirimkan Terang ke keluk ingatannya yang berkeriut di tenang Senja. Sertakan padanya: kegembiraan menanti beduk magrib bagi perantau yang galau dibekuk rindu.
Malam, sukalah kamu bawakan Senang kepada kenangannya yang tercengang di pelukan Nasib Buruk. Ikutkan pula: cemas yang menyelinap ke palung mimpiku dan ingin pulang ke hatinya yang paling.
Dinihari, sucikah bibit Nestapa yang kamu hadiahkan bagiku di bibir beranda? Akan kusemai bibit itu di dada rapuhku. Biar tumbuh tabah, biar subur sabar. Kelak akan ia kenali aku sebagai haru cemburu yang tergugu di halaman Harapan.
Waktu, sulaplah aku menjadi embun yang sekarat di tepi daun, lalu jatuh ke tanah sebagai basah bagi rekah.
2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H