Pada hakikatnya semua orang bisa menulis. Memang segelintir orang masih berpikiran bahwa menulis itu butuh bakat. Dulu aku juga berpikir begitu. Sekarang tidak lagi. Bakat memang penting, namun bukan penentu segalanya. Bakat hanyalah mutiara yang terpendam di dasar lumpur. Harus diasah, harus dikilapkan. Orang yang berbakat tetapi tidak mengasah keterampilan menulisnya, tidak akan menjadi mutiara. Sebaliknya, orang yang tidak berbakat namun terus mengasah diri akan menemukan mutiara incarannya.
Jadi, kuncinya adalah menulis. Lagi dan lagi. Bahkan seorang penulis tidak akan disebut penulis apabila ia tidak menulis. Pekerjaan penulis adalah menulis. Begitu berhenti menulis, ia bukan lagi penulis.
Meski begitu, ada masa-masa tertentu seseorang kehilangan gairah untuk menulis. Ada yang berlindung di balik dalih tidak ada waktu, ada yang bersembunyi di balik alasan tidak ada ide. Itu hanya dua kilah yang kerap dituturkan penulis. Akan lebih banyak lagi alasan jika pertanyaan itu kita todongkan kepada calon para penulis.
Lantas bagaimana menjaga agar gairah menulis kita tetap berkobar-kobar? Berikut ini ada lima suplemen bagi penulis, termasuk mereka yang sedang berangan-angan menjadi penulis.
2. Ikutlah kelas menulis. Jangan mengira mengikuti kelas menulis adalah sesuatu yang sia-sia. Tidak. Kadang di sebuah helat kelas menulis mengalir ide. Aliran ide itu dapat menambah energi kita untuk kembali menarikan jemari. Selain itu, ada unsur tantangan yang menunggu kita. Tantangan itu dapat merangsang gairah dan mendorong semangat kita untuk kembali menulis.
3. Beli dan bacalah koran atau majalah tentang buku. Kita bisa meluangkan waktu beberapa menit untuk membaca resensi buku di koran atau majalah. Setelah itu, kita bisa beralih ke rubrik lain, termasuk yang jauh dari seluk-beluk buku. Kadang sepenggal berita dapat memicu adrenalin dan melejitkan imajinasi kita. Jika masih berkilah tidak punya waktu (atau bisa jadi tidak punya uang buat berlangganan), buka saja media sosial atau situs menulis di ponsel. Dunia sekarang sudah mengecil dan ada dalam genggaman kita.
4. Beli dan bacalah buku. Tentu masuk akal jika kita ingin menulis maka kita harus membeli dan membaca karya orang lain. Dari sana kita bisa menilik bagaimana penulis lain menjabarkan idenya, menuturkan pemikirannya, dan meruntutkan gagasannya. Kadang kita merasa harga buku mahal. Namun, kita lupa bahwa kita kerap membeli makanan atau pakaian yang harganya malah bisa dipakai membeli tiga atau lebih buku.
5. Bergabunglah dengan komunitas penulis. Jangan anggap sepele suplemen ini. Bergabung dengan komunitas penulis akan memantik kita untuk terus menjaga stamina menulis. Percakapan ringan, bahkan yang serius, bisa kita jadikan cemeti untuk melecut motivasi. Apabila ingin irit, tinggal beli kuota dan bergabung di grup WA. Selesai. Tidak ada yang pelik asal kita mau dan bersungguh-sungguh.
Itulah lima suplemen yang dapat menjaga gairah menulis kita. Tidak ada yang berat. Semuanya ringan. Yang berat sering kali justru niat kita. Kadang niat sudah bulat, kita menyalahkan waktu. Alasan klise pun muncul. Tidak ada kesempatan. Seperti halnya bakat--yang kerap kita jadikan tameng, waktu juga acapkali kita jadikan perisai bagi kemalasan kita.
Aih, kita memang mudah menimpakan kesalahan ke luar diri kita. Waktu saja kerap kita jadikan kambing hitam!
Kandangrindu, Maret 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H