Kita terlalu lama membaca peta, mencari tahu
di mana letak semenanjung bahagia. Dulu,
hingga kini, kita tersesat di lebat hutan rindu.Â
Bahagia itu, perasaan menyenangkan yang,
barangkali, berasal dari kenikmatan rasa rindu,
katamu. Dan aku tak berniat menyangkalmu.
Mata kita letih bertualang di rentang atlas yang
kita beli dari jerih payah memburuh, bertahun-
tahun menggadaikan diri di ludah majikan.Â
Tetapi, belum juga tampak semenanjung itu.
Kalaupun ada, mungkin bahagia itu bukan
milik orang seperti kita. Semangat, katamu.Â
Barangkali kamu perlu lebih rajin membuka
lembar-lembar kamus, agar kautemu kata
tak sekadar pemanis dan pelecut semangat.Â
Kini, mata letih kita mengapung di permukaan
gelas atlas: tak berarah, tak berwarna. Kita
biarkan hati tersesat di labirin atlas cemas.
Â
2016