Mohon tunggu...
Alifah Najla Azzahrah
Alifah Najla Azzahrah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang perempuan yang hobi rebahan sambil menuangkan ide-ide kreatif melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cermin Amarah dan Kasih Sayang

6 September 2024   11:10 Diperbarui: 6 September 2024   16:41 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap kali aku menatap adikku, Anahera Elma, perasaan emosi yang tak kuundang sering kali menyeruak tanpa peringatan. Tidak ada yang salah dengan dirinya. Setidaknya, itulah yang orang lain lihat. Elma adalah anak yang ceria, penuh semangat, dan selalu menarik perhatian. Tapi bagiku, setiap kali dia berbicara, tertawa, atau bahkan hanya berada di ruangan yang sama denganku, ada rasa marah yang membuncah di dadaku.

Orang mungkin tidak mengerti mengapa aku bisa begitu mudah marah kepadanya. Tapi mereka tak tahu apa yang telah terjadi di masa kecil kami.

Semua bermula ketika aku berusia empat tahun. Saat itu, aku adalah anak tunggal yang menikmati perhatian penuh dari kedua orang tuaku. Meski keluarga kami bukanlah keluarga yang berlimpah materi, aku selalu merasa cukup. Ayah dan Ibu memperlakukanku dengan kasih sayang, dan aku merasa menjadi bagian yang penting dalam hidup mereka. Tapi semuanya berubah saat Elma lahir.

Awalnya, aku begitu bahagia saat tahu akan memiliki seorang adik, apalagi perempuan. Di benakku, terbayang serunya bermain boneka dan masak-masakan bersama. Namun, seiring berjalannya waktu, perasaan hangat itu perlahan berubah. Kasih sayang yang dulu utuh kini terasa terbagi, menyisakan ruang yang semakin sempit untuk diriku sendiri.

Saat Elma datang ke dunia, perhatianku beralih. Aku tak lagi menjadi pusat dari kehidupan orang tuaku. Mereka sibuk dengan bayi baru yang butuh perhatian lebih, dan perlahan-lahan, aku mulai merasa tersisih. Awalnya, aku berusaha memahami. Bagaimana mungkin seorang bayi yang tidak berdaya bisa dianggap sebagai penyebab dari rasa kesepian yang tumbuh di hatiku? Tapi semakin hari, semakin jelas bagiku bahwa perasaan itu tak bisa dipungkiri.

"Bu, ayo hari ini antar aku sekolah!", Ucapku saat itu dengan penuh semangat.

"Tidak bisa ka, nanti adikmu sama siapa?", Jawaban yang selalu ibu berikan kepadaku. Adik adik dan adik. Kala itu umurku belum genap 5 tahun. Aku masih Tk dan aku belum terlalu paham tentang sebuah perasaan. Aku belum bisa mengeskspresikan perasaanku. Mungkin, jika diputar kebelakang yang aku lakukan saat itu hanya menangis, pasrah dan menerima bahwa aku memang harus diantar dan dijemput oleh paman Ilham setiap hari. Paman Ilham adalah adik ibuku, ia baru lulus sekolah dan belum mendapatkan pekerjaan. Jadi ibu menugaskan paman untuk menjadi "ojekku". Ayahku pun sama, ia sibuk bekerja. Pergi sebelum aku bangun, dan pulang saat aku sudah tidur.

Sudah sedariku Tk aku telah dipaksa untuk menjadi anak yang mandiri, yang apa-apa harus dan wajib hukumnya bisa sendiri. Disaat orang tua teman-teman Tk ku dulu semua semangat mengantar, menjemput dan bahkan menunggu anaknya pulang di lingkungan sekolah. Tetapi aku tidak merasakannya.

Mungkin Itu pertama kalinya aku merasa kecewa. Namun, ternyata itu bukan yang terakhir. Setiap kali aku mencoba meminta perhatian, selalu ada Elma yang mendahuluiku. Ibu yang dulu selalu memelukku dengan hangat, kini lebih banyak berfokus pada kebutuhan Elma. Perhatian mereka yang dulu bagiku penuh kasih, kini terasa hanya sisa-sisa.

Satu kejadian yang membekas dalam ingatanku adalah ketika ada Karyawisata dari Tk ku. Saat itu aku sangat senang sekali bisa jalan-jalan bersama teman-teman. Yaa, namun senangku sirna begitu saja. Ternyata ayah ataupun ibuku tidak bisa ikut pergi bersamaku. Dan aku berusaha untuk mengerti dan memahami. Akhirnya, aku pergi bersama nenekku. Tetapi tidak itu saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun