Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Wacana Tentang Jokowi dan Kelemahan Penggunaan Bentuk Waktu Dalam Bahasa Indonesia

10 Maret 2014   07:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:06 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Kita memiliki kelemahan dalam penggunaan bentuk waktu dalam bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan dalam tata bahasa Indonesia, penggunaan bentuk waktu masih belum dibicarakan secara intens. Sementara dalam bahasa asing teristimewa bahasa Inggris dan bahasa Jerman, penggunaan bentuk waktu dalam kalimat sangat diperhatikan oleh para pengguna bahasa asing itu sendiri. Dalam tata bahasa Jerman misalnya, pemerhatian bentuk waktu dalam sebuah kalimat sangat ditekankan.

Dalam bahasa Jerman, bentuk waktu Praesens, Praeteritum, Prefek, Futur, Futur-Prefek serta Plusquamprefek merupakan bentuk waktu yang paling sering dipakai. Dengan pemerhatian pada bentuk waktu, maka kita akan semakin mudah membedakan dan kemudian dapat memahami sebuah kalimat ataupun wacana bahasa Jerman dengan baik. Kalimat dengan bentuk Praesens ialah kalimat yang melukiskan kejadian yang terjadi saat ini, Praeteritum ialah bentuk kalimat yang melukiskan kejadian yang hanya terjadi waktu lampau dan tidak terjadi saat ini. Bentuk kalimat Prefek ialah bentuk waktu yang melukiskan kejadian yang terjadi masa lampau dan masih terjadi saat ini, bentuk Futur ialah bentuk waktu yang melukiskan kejadian yang terjadi dalam masa yang akan datang, serta bentuk Plusquamprefek ialah bentuk waktu yang melukiskan kejadian yang terjadi masa lampu hingga saat ini, dan akan terjadi di masa depan.

Dalam Wacana tentang Jokowi, terlihat bahwa kelemahan berbahasa bisa terungkap jelas. Kelemahan itu terlihat pertama-tama dalam berbagai wacana tentang pencapresan Jokowi yang sering dipakai umum atau beberapa pemulis. Bila kita merunut bentuk waktunya, jelas bahwa bentuk Wacana tentang Pencapresan Jokowi memiliki muatan kemungkinan (vielleich) pada masa depan: Mungkin Jokowi akan menjadi Capres pada masa depan dari PDI-P (setelah Pemilihan langsung Legislatif). Sering kita menemukan berbagai Wacana menuliskan tentang: Joko menjadi Capres dari PDI-P, di mana hal ini jelas menunjukkan bentuk waktu Praesens, artinya bahwa Jokowi menjadi Capres saat ini, atau bisa menjadi bentuk Prefek: Jokowi telah menjadi Capres (Jokowi hat Capres geworden).

Wacana tentang Jokowi menjadi Capres merupakan sebuah kemungkinan yang bisa saja terjadi di waktu setelah Pileg RI sebab saat sekarang Parpol-Parpol sedang sibuk menghadapi Pileg (Pemilihan Legislatif) 9 April 2014. Menurut Jadwal Pemilu 2014, Pilpres akan dilaksanakan 9 Juli 2014 atau 3 bulan setelah Pileg. Itu berarti bahwa Wacana tentang Pilpres masih belum populer sebab belum saatnya kita membicarakan Pilpres ketika Pileg belum selesai dilaksanakan. Dengan pemahaman seperti itu maka penggadangan Jokowi sebagai Capres masih belum relevan. Ini menyangkut unsur kebenaran hakiki dalam penggunaan bentuk waktu yang mengandung unsur kebenaran. Sebagai bangsa Indonesia, kebenaran musttinya harus ditentukan oleh negara, bukan kelompok atau individu yang mengklaim diri pemilik kebenaran. Logika jadwal Pemilu RI 2014 menyatakan bahwa bila Pileg selesai maka maka mulailah Pilpres di mana, setelah melihat hasil Pileg, saat itulah Parpol-Parpol mulai resmi mengajukan Capresnya.

Kita dapat membaca semua Wacana tentang pencapresan Jokowi dalam arti kemungkinan (vielleich) yang bisa saja terjadi di masa depan. Bisa saja terjadi bahwa Jokowi menjadi Capres dari PDI-P setelah Pileg. Mungkin saja Jokowi akan menjadi Capres setelah Pileg selesai.  Bila menggunakan bentuk waktu sekarang atau bentuk waktu sudah selesai untuk Pencapresan Jokowi, maka akan terjadi situasi membingungkan dalam pengartian berbahasa Indonesia sebab bentuk waktu waktu dalam bahasa Indonesia seringkali rancu, mungkin bisa saja benar ketika orang belajar bentuk waktu di sekolah namun akan rancu ketika orang menggunakannya dalam kehidupan praktis termasuk dalam berwacana. Penggunaan Jokowi menjadi Capres dari PDI-P menjadi salah bila menggunakan format bentuk waktu sekarang (Praesens), demikianpun bentuk waktu lampau (Praeteritum), bentuk Prefek, Plusquamprefek. Banyak orang keliru mengartikan bentuk waktu dalam penggunaan kalimat, bukan salahnya diri, namun mungkin orang masih memiliki keterbatasan dalam menggunakan bentuk waktu yang tepat dalam Wacana pencapresan Jokowi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun