Berbicara tentang konsep pendidikan sebagai gerakan semesta, terdahulunya kita perlu menyadari universalisme pendidikan di mana pendidikan itu juga bersifat utuh. Pendidikan bersifat universal artinya pendidikan berlaku umum dan diterima oleh semua manusia di manapun. Pendidikan bersifat utuh artinya pendidikan itu menghasilkan keutuhan manusia, utuh berarti bersatu padu tak terpisahkan, seperti persatuan suami-isteri dalam perkawinan, di mana kitab Suci mengatakan, "..Mereka bukan lagi dua namun satu..".
Persatuan demikian mengingatkan umat beriman akan persatuan Allah Tritunggal Maha Kudus seturut iman kristen. Mengapa pendidikan bersifat utuh? Karena menurut orang beriman, "Pengetahuan berasal dari Allah sendiri..". Melalui pendidikan, Allah Yang Maha Esa datang dan tinggal dalam hati umat beriman lalu menguduskan manusia, menyelamatkan manusia serta mengangkat manusia menjadi anak-anakNya. Itulah hasil pendidikan. Di sini pendidikan selain menyelamatkan manusia, juga mengangkat manusia ke martabat yang lebih tinggi, bahkan mereka menyebut Tuhan sebagai Bapak.
Boleh dikatakan, pendidikan paling pertama yang diterima manusia ialah pendidikan agama. Di Keuskupan saya, keuskupan Atambua. Baru saja 1 atau 2 hari lahir ke dunia, seseorang harus diwajibkan dipermandikan menjadi kristen Katolik. Itu artinya pendidikan agama telah diterima oleh sang anak lewat orang tuanya sendiri ketika dia baru saja lahir, Â agama telah menyentuh dia, agama menyelamatkan jiwa sang anak. Itulah sebabnya pada awal kehidupan manusia, kata mama-bapak lah kata yang paling pertama didengarnya lalu beberapa jam berselang ialah imam/guru agamanya.
Kemudian hari pendidikan merupakan kolaborasi beberapa komponen yakni orang tua, guru, agama dan pemerintah. Dari antara komponen-komponen itu: guru, orang tua dan pemerintahlah yang paling penting. Untuk itulah seorang siswa/i berjanji dan diwajibkan dalam Trijanji Pelajar untuk "patuh dan taat kepada guru, orang tua dan pemerintah", di mana janji itu bersifat umum, artinya berlaku untuk semua di negara mana saja.
Bila unsur keselamatan dalam arti rohani ditekankan, menyebabkan dalam tahab awal, Pendidikan ditangani oleh kaum agamawan atau pemimpin agama. Meskipun dipimpin oleh pemimpin agama, namun Pendidikan tetap memperhatikan 2 segi yakni jasmanih dan rohani atau aspek duniawi dan aspek rohani. Namun itu akan terjadi perimbangan bila pendidikan non teologi maju. Apabila pendidikan non teologi berkembang melampaui teologi maka keduanya akan berimbang bahkan non teologi bisa mengatasi teologi. Idealnya kedua-duanya harus saling mendukung, science mendukung fideisme, demikianpun fideisme mendukung science. Persatuan keduanya mengasilkan keutuhan pendidikan itu sendiri.
Itulah sebabnya pendidikan awal mulanya milik kaum agamawan/pemimpin agama: Misi untuk kaum kristiani, Dakwah untuk kaum muslim. Menurut mereka dengan percaya, manusia akan diselamatkan. Kemudian hari bangsa-bangsa mengajarkan bahwa iman hanyalah salah satu dari pembentukan manusia yang benar dan utuh.Â
Cara pandang (way of life) bangsa Indonesia, Pancasila mengatakan bahwa dengan taat dan menjalankan kelima sila dalam Pancasila, maka manusia bertumbuh dan berkembang menjadi manusia yang utuh. Bagi bangsa Indonesia, menjadi manusia seutuhnya ialah menjadi manusia yang Pancasilais. Itulah sebabnya nilai-nilai Pancasila perlu didalami melalui Penataran P4 dalam masa Orde Baru. Dalam sila-sila Pancasila terdapat sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, di mana memberikan tempat bagi kehadiran agama-agama.
Agama dan negara ialah 2 institusi besar yang menguasai dan saling mendukung dalam Pendidikan. Kekuatan agama dan negara dalam pendidikan menjadikan Pendidikan bersifat universal dan utuh. Ilmu pengetahuan (dan teknologi) sebagai bagian yang berjalan terpisah dari keduanya ternyata mampu mengumpulkan dan menyelesaikan persoalan manusia dan dunia mendapat tempat di hati umat manusia.Â
Oleh karena pengetahuan ialah kekuasaan, maka siapa yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, dia berkuasa. Umumnya orang yang belajar ialah mereka yang ingin menjadi pemimpin, untuk mampu menuntun warga agama dan warga negara menuju kemajuan dan kejayaan.Â
Jadi melalui pendidikan, manusia ingin mencapai kebaikan, kebahagiaan, kemakmuran dan kesejahteraan baik di dunia maupun di surga. Pendidikan bersifat semesta, artinya juga bahwa pendidikan untuk semua, yakni untuk semua manusia, alam lingkungan dan Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H