Dalam pengumuman tentang struktur Kabinet, terselip banyak persoalan yang membuat Joko Widodo tampaknya masih memerlukan bergainning politik lebih lanjut. Sebagaimana diberitakan bahwa jumlah 34 Menteri dalam struktur Kabinet itu memberikan kesempatan kepada 16 orang Menteri dari kalangan Politisi atau Partai dan 18 orang dari kalangan profesional murni. Seperti tampak dalam sorotan Kamera wartawan, setelah mengumumkan strukur Kabinetnya, Jokowi tampak tertawa lebar dan kemudian mengibaskan tangannya. Menjawab pertanyaan Media, iapun berujar, "Ya, menteri-menteri harus keluar dari Kepengurusan Partai Politik".
Peneliti LIPI, Vedi R Hadiz, seperti yang dituliskan dalam Kompas.com menanggapi kemungkinan bahwa Kabinet Jokowi yang ramping dan profesional hanyalah mimpi. Pasalnya Jokowi dirundung tekanan-tekanan politik, baik oleh Wakilnya sendiri, oleh PDI-P dan juga oleh berbagai Partai Politik pendukungnya dalam Pilpres kali lalu terkait bergainning untuk menempatkan orang-orangnya dalam Kabinet Jokowi. Sekurang-kurangnya beberapa nama calon kuat menteri mencuat ke permukaan opini di Media-Media menyangkut posisi kuat untuk jadi Menteri, misalnya, Muhaimmin Iskandar dan Surya Palloh. Akankah keduanya akan keluar dari kepengurusan Partai? Rasanya hal itu akan sulit dilaksanakan. Bisa benar tapi tampaknya akan jadi mimpi.
Posisi Muhamimmin Iskandar sebagai Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa mencuat setelah Pemilu 2014. Dia dinilai mampu menghantar PKB memperoleh suara sebesar 9,04% dari suara sah nasional. Untuk itu pada 1 September 2014 yang lalu, Muhaimmin Iskandar terpilih kembali sebagai ketua Umum DPP PKB. Selain sebagai Menakertrans RI pada pemerintahan Presiden SBY, Cak Imin juga merupakan mantan wakil Ketua DPR RI 2 Periode 1999-2004 dan Periode 2004-2009. Â Tampaknya karier politik Cak Imin dalam Parpol PKB telah membuatnya malang melintang dalam jabatan politik. Sulit untuk mengatakan bahwa untuk jadi menteri, Cak Imin harus keluar dari kepengurusan Partai Politik. Ini tidak mungkin. Tanpa PKB, Cak Imin mungkin menonjolkan dirinya sebagai mantan Wakil Ketua DPR RI 2 Periode dan mantan Menakertrans pada Kabinet Presdein SBY jilid II.
Boleh dibilang bahwa Parpol adalah kendaraan bagi Cak Imin untuk maju menerima jabatan politik baik di DPR RI maupun di Kabinet. Ketua Umum Nasdem Surya Palloh yang disebut-sebut sebagai calon kuat menteripun tampaknya akan enggan keluar dari Partai Dasdem. Sebagai seorang pengusaha perssukses, Surya Palloh memiliki Media Grup yang memiliki Harian Media Indonesia, Lampung Pos dan Stasion Metro TV yang selama Kampanye Pilpres giat mendukung pasangan Joko Widodo dan Yusuf Kalla. Logikanya tanpa Parpol, Surya Palloh masih menggenggam erat Media Group yang membuatnya mampu mengendalikan opini politik selama kepemimpinan Joko Widodo dan Yusuf Kalla.
Lalu apa yang dimaksudkan dengan politik balas Budi Jokowi dalam penyusunan Kabinetnya? Terlepas dari aktivitas politik, kita yakni bahwa figur kuat seorang Surya Palloh ini yang akan ditonjolkan karena menyangkut balas budi. Terbukti, kita tahu bahwa meskipun tanpa campur tangan Parpol Nasdem, dalam Pilpres yang lalu, tampak benar di muka publik bahwa Surya Palloh giat berkampanye melalui Media Metro TV untuk Jokowi. Meskipun usianya sudah 63 tahun, tentu dia sedang mengincar posisi Menko dan bahkan akan menjadi kandidat terkuat untuk menjadi Menko. Ini antara lain terkait selain adanya politik balas budi, juga posisi Surya Palloh yang berpengaruh dalam pers nasional.
Bagi Joko Widodo, aktivitas dukungan seorang figur calon menteri bukan datang dari Parpolnya. Sebab dalam Parpol, individu sering tenggelam dalam team Parpol itu. Ini untuk mencegah, orang atau team giat bekerja, pemimpin atau pengurus Parpol yang mendapatkan penghargaan. Bagi Jokowi dukungan itu harus nyata. Bukan hanya dalam tulisan atau melalui tulisan, namun harus menyata dalam aksi. Aksi dukungan itu terlihat dalam figur kuat Anie Baswedan yang secara nyata telah giat membantu Jokowi. Tanpa Parpol Demokratpun, Anies Baswedan ialah seorang cendikiawan yang menonjol kini.
Politik balas budi kini memang harus dibuat Jo Widodo. Pilpres 2014 ibarat investasi. Setelah menanam investasi, kini orang akan menikmati investasi itu dengan santai dan enak. Sesungguhnya investasi yang telah ditanam selama Pilpres akan menghasilkan penenan melimpah, yang akan dituai sesaat lagi.
Sebagai masyarakat, kita berharap agar politik balas budi kemudian tidak menghasilkan pembumian aksi penyelewengan terhadap cita-cita bersama. Semoga semua orang mendapatkan hak-haknya secara adil sesaui dengan kiprahnya. Semoga poltik balas budi tidak menjadi ladang subur bagi munculnya KKN. Dan semoga pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang berkeadilan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.
______________________________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H