Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyimak Paradigma Baru UAN dan UAS 2015

5 Januari 2015   16:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:47 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Beberapa saat yang lalu Badan Standard Nasional Pendidikan (BSNP) telah selesai menetapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) UAN 2015 di mana di dalamnya terdapat beberapa point penting yang menandai akhir dari "kesaktian" UAN dari tahun ke tahun. Dalam SOP itu salah satunya dikemukakan bahwa UAN bukanlah sebagai penentu kelulusan para siswa/i, namun UAN lebih sebagai pemetaan pendidikan di Indonesia karena itu UAN sudah tidak berdampak pada kelulusan. Resikonya keberadaan UAN sebagai pemetaan mengindikasikan bahwa para siswa/i perlu mengerjakan soal-soal dengan sungguh-sungguh, tanpa membuat kecurangan.

Salah satu substansi SOP untuk UAN 2015 sebagaimana dikutip oleh Media JPPN.com memuat aturan baru bahwa penentu kelulusan bukan UAN namun UAS (Ujian Akhir Sekolah). Ini merupakan langkah maju dari BSNP karena selama ini, penentu kelulusan ialah UAN ialah Sekolah dengan porsi 40%, dan Kemendiknas dengan porsi 60%. Artinya menurut porsi lama, campur tangan Kemendiknas sebagai penentu kelulusan masih besar dengan porsi 60%.

Dengan penentu kelulusan murni dari UAS maka peranan guru jauh menjadi lebih besar dari Kemendiknas. Penilian guru merupakan tanggung jawab profesi dan tidak diintervensi oleh Kepsek. Hal ini membuat guru tidak akan menjadi asal-asalan dalam membuat penilaian terhadap para siswa/inya. Akan tetapi dalam melaksanakan UAS, pihak sekolah harus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Setempat.

Ketua Umum PGRI Sulistyo mengatakan, pengembalian keputusan penilaian kelulusan kepada guru atau sekolah seakan pertanda guru-guru kini sudah merdeka. "Sudah lama guru-guru tidak merdeka. Merdeka untuk urusan penilaian kelulusan siswa," katanya di Jakarta pada Minggu, 4/1/2015.

Ketua Umum PGRI Sulistyo, menekankan ini perlu tanggung jawab penuh dari para guru sendiri bila peranan guru akan makin meningkat dalam penentuan kelulusan dalam Ujian akhir 2015. Anggota DPD Provinsi Jawa Tengah itu menandaskan bila guru menjadi penentu kelulusan dalam ujian akhir maka resikonya guru harus menjaga amanah ini sebaik-baiknya.

Catatan Kritis

Bila UAN 2015 dipandang sebagai pemetaan pendidikan nasional maka UAN 2015 sesungguhnya menemukan tempat lebih canggih dan lebih bermakna serta bermartabat, disebabkan esensi dari pemetaan pendidikan menandakan tampilan esensial dari Ujian akhir sendiri. Ini masih belum berbeda dengan penyelenggaraan Ujian Nasional kali lalu. Dahulupun hasil UAN menjadi tolak ukur dalam pemetaan pendidikan nasional, meskipun pada akhirnya selalu diliputi dengan berbagai  kecurangan dan ketidakjujuran dalam pelaksanaan UAN itu sendiri. Logikanya UAS meskipun murni akan menjadi penentu kelulusan dan bukan UAN namun tidak menjadi tolak ukur dalam pemetaan pendidikan nasional. Sementara meskipun tidak menjadi penentu kelulusan, UAS tahun 2015 dst akan menjadi tolak ukur dalam pemetaan pendidikan nasional. Nilai yang lebih maju di sini ialah bahwa oleh karena sebagai titik tolak dari pemetaan pendidikan nasional maka UAN harus bersih dari kecurangan, jujur dan penuh martabat. Ini berbeda dengan UAS yang mengandalkan tanggung jawab murni profesi guru yang bersangkutan, yang melekat erat dengan etika profesi guru atau pendidik. Yang paling berubah dari paradigma baru UAN dan UAS 2015 ialah pada adanya kemerdekaan guru yang dalam tanggung jawab profesinya memberikan penilaian yang merdeka terhadap para siswa/i tanpa intervensi baik dari Dinas Pendidikan maupun kepala sekolahnya. Paradigama baru ini patut disambut optimis oleh semua kalangan khususnya peneliti LIPI Titik Handayani yang optimis bahwa meskipun merdeka dalam memberikan penilaian, namun tentunya guru dan juga sekolah -oleh tanggung jawab profesinya- akan matang untuk memberikan penilian akhir kepada para siswa/i di sekolah mereka masing-masing. Mudah-mudahan! (Berdasarkan dari berbagai sumber)

________________________

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun