Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membaca dan Menulis Butuh Sikap Meditasi, Hening dan Saat Teduh

16 Februari 2015   06:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:07 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Banyak orang sibuk bekerja fisik di pertanian, peternakan, sekolah atau kantor, membuat jiwa dan badannya tampak sibuk berat. Gerak dan aktivitas kerja mengeluarkan tenaga fisik yang besar sering membuat badan atau fisik menjadi lelah sendiri. Oleh karena badan atau fisik menjadi lelah maka secara tidak langsung jiwapun ikut lelah, sebab badan dan jiwa bagaikan sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan.

Sejak saya bertugas di Perpustakaan Sekolah, saya selalu mengamati segala aktivitas membaca para siswa/i dan para guru. Tampak benar pengamatan saya bahwa hampir semua para pengunjung Perpustakaan ialah mereka yang memanfaatkan waktu istirahat. Dalam hal ini semua waktu istirahat digunakan untuk membaca. Akhirnya lama-lama umumnya orang berkeyakinan bahwa istirahat sama artinya dengan membaca sebab membaca orang tak lakukan kerja fisik berat namun butuh kerja intelektual saja di mana kerja intelektual dianggap tanpa mengeluarkan keringat dan tenaga fisik.

Tapi saya coba menghubungkan antara menulis dan membaca. Kedua aktivitas ini biasanya orang lakukan dengan fokus pada kerja intelektual dan rohani. Menulis ialah bermeditasi secara tertulis. Kata meditasi sendiri langsung membawa kita pada posisi duduk atau sikap badan merenung dengan duduk tegap, bersilah, tangan di depan kedua paha dan terbuka serta mata tertutup sambil konsentrasi pada pokok renungan. Itu kalau meditasi tak tertulis. Bila melakukan meditasi tertulis maka mata boleh terbuka, tentu tangan harus memegang bolpoin atau tuts Komputer atau mesin ketik, situasi diam dan sunyi sambil orang terus mengkonstrasikan pikiran pada wacana yang hendak ditulis, tentu butuh hening dan saat teduh. Sedangkan dalam membaca, orang juga butuh hening, saat teduh dan istirahat fisik.

Dapat dikatakan bahwa dalam keadaan membacapun orang butuh sikap meditasi. Sikap hening dan merenung. Dengan sikap hening dan merenung, akal budi manusia akhirnya dipenuhi cahaya pencerahan untuk menerangi masalah-masalah kehidupan dalam cahaya pencerahan. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan itu ibarat cahaya pencerahan yang menerangi akal budi manusia yang gelap untuk menemukan cara-cara baru demi mengejar dan menemukan kebahagiaan hidup di dunia ini dan di alam sana.

Baik membaca maupun menulis, orang butuh saat hening dan saat teduh. Orang butuh saat istirahat dari kerja fisik sejenak, meskipun membaca dan menulis itu sebagai bagian dari kerja kehendak dan akal serta karsa manusia, namun keheningan tetap saja dibutuhkan. Unsur hening dan meditasi ini memungkinkan Perpustakaan-Perpustakaan besar dalam tradisi gereja hanya ditemui dalam lingkungan gereja dan biara-biara karena memang gereja dan biara sangat akrab dengan keheningan dan meditasi.

_________________________

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun