Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Class Miting Content Competition for Teachers Period July-September 2022. (3). The 3rd Winner of Expat.Roasters Giveaway 2024.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kompasiana: Kue Publikasi dan Minimnya Kebiasaan Menulis

25 April 2014   15:25 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:13 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Ketika masih SMA, saya dipilih untuk menangani bagian Dokumentasi dan Publikasi OSIS. Tugas saya ialah mengorganisasi segala macam Penerbitan di Sekolah itu, mulai dari Mading Sekolah hingga Penerbitan Buletin Sol Oriens. Pada waktu itu, saya menyadari bahwa betapa sulit dan susahnya mempublikasikan karya tulis oleh para siswa. Persaingannya terlalu ketat. Banyak artikel harus ditolak karena dianggab tidak bagus dan temanya tidak sesuai dengan Penerbitan.

Saya juga mengalami hal yang sama, tulisanku ada yang ditolak oleh Media lokal. Saya belum pernah mengirimkan artikel di Media Nasional seperti Kompas sebab saya punya perasaan begitu sensitif dan merasakan betapa perihnya kalau artikel kita ditolak di Kompas atau Harian Nasional lainnya. Namun kegiatan saya untuk menulis tetap ada. Yah, saya menulis untuk tugas dan untuk dipublih di Notebook saja.

Padahal belum tentu, artikel kita yang dimuat di sebuah Surat Khabar dapat bertahan lama dan dicari orang sebab sudah dimuatpun belum tentu diminati orang karena persaingan antar artikel yang dimuat di Surat Khabar begitu tinggi. Hari ini dimuat, esoknya sudah masuk di tong sampah. Dianggap sudah basi, atau kalau beruntung bisa masuk di Kliping para siswa/i sekolahan.

Beruntung bahwa saya berhasil menyelamatkan beberapa tulisan, sejak saya masih di Novisiat SVD hingga Perguruan tinggi. Saya tak menyangka bahwa beberapa Artikel saya yang pernah saya Publikasikan di Media-Media masih saya simpam, salah satunya berjudul: SELERA, yang dimuat di Buletin Loro Sae, saya foto coppy, lalu disyahkan oleh Dinas, kemudian Artikel itu mendapatkan nilai dalam pemberkasan Portofolio untuk Sertifikasi Guru Tahun 2008. Ini memang amat mencengangkan! Pada waktu itu, dalam berkas Portofolio Guru untuk Sertifikasi terdapat Point tentang Karya tulis, Media Publikasi, Tahun Publikasi, Judul dan Isi Artikel. Pada isi artikel itu dibawahnya diberikan pengesahan oleh Dinas Pendidikan . Selesai.

Artikel yang saya tulis pada tahun 1995 itupun dinilai positif dan mendapatkan kredit point untuk Sertifikasi Guru. Saya membayangkan bila Pengumpulan Portofolio itu dilakukan pada saat ini, maka betapa banyaknya nilai yang dapat saya kumpulkan dari Publikasi. Alasannya ialah saya memiliki lebih dari 200 Artikel yang dipublikasikan di Media Online Kompasiana.com. Bila satu artikel saja nilainya 3-5, maka saya sudah mengantungi kredit nilai 600 atau lebih dari 600 dari Publikasi. Itu artinya saya dapat lulus Sertifikasi langsung tanpa keharusan untuk mengikuti PPLG selama 8 hari yang amat menyiksa, seperti yang saya ikuti pada tahun 2008 yang lalu.

Pada saat ini, saya sedikit merasakan bahwa begitu tersiksanya pendidikan atau kuliah di PPLG. Aktivitas perkuliahannya hingga jam 24.00 Wita. Sebaiknya memang langsung lulus tanpa PPLG. Itu lebih bagus dan aman. Sayangnya saya tidak punya nilai cukup untuk lulus. Saya memiliki kredit nilai 350, sekitar 350 di bawah nilai normal untuk syarat kelulusan sertifikasi. Itu berarti saya boleh lulus namun harus mengikuti kuliah PPLG di Kupang yang lamanya 8 hari. Masa kuliah itu digambarkan paling ketat dan tertib bahkan perlu kuliah hingga jam 24.00 Wita. Beruntung bahwa sekarang ini penilaian Sertifikasi jalur Portofolio Guru tidak dilaksanakan lagi.

Sekarang ini penilaian Sertifikasi dilakukan melalui jalur Uji Kompetensi. Itu artinya tidak ada point tentang Publikasi. Padahal point ini sangat penting dalam mendongkrak kredit nilai. Lagi pula dengan adanya point tentang Publikasi, maka akan memacu guru  untuk selalu mempublikasikan tulisannya melalui Media apa saja baik cetak amupun Media Online. Sayangnya tidak ada point Publikasi lagi. Ini berbeda dengan masa saya mengikuti proses Sertifikasi Guru tahun 2008. Ketika itu Publikasi juga dianggap sebagai aktivitas Guru yang dapat mendongkreng kredit nilai. Namun meskipun saya sudah lulus sertifikasi Guru bahkan sejak tahun 2008, saya tetap berjuang untuk menulis melalui Media baik cetak maupun Online. Beruntunglah bahwa tahun 2011, saya menemukan Media Online sebagai wadah saya mempublikasikan karya tulis saya. Mula-mula saya mempublikasikan di Facebook saya, lalu saya mendirikan Media Halilulik Com.Blogspot.com, setelah itu saya mendirikan Media BLASMKM.com, bulan Juli 2013, saya menulis di Guraru.org lalu pada 8 Agustus 2013, saya mulai menulis di Kompasiana.com. Semua Media Online itu saya temukan dan belajar sendiri di Internet. Tanpa ada orang yang membantu dan membimbing saya .

Hingga saat inipun, banyak guru di NTT yang belum mengetahui apa yang dimaksudkan dengan Media Online. Pengetahuan tentang Publikasi di Media Online di tanah kelahiranku NTT masih rendah. Belum ada mata kuliah atau pelajaran yang berbicara tentang Media Online di Internet. Inilah faktornya mengapa Media Online belum begitu diminati di NTT, tanah kelahiranku. Banyak siswa/i dan guru hanya melongo manakalah kita berbicara tentang Media Online. Susah mereka tangkap. Mungkin basis menulis mereka masih rendah. Tak pernah bersentuhan dengan Media cetak apapun. Kini mereka menjadi kesulitan untuk menulis runtut dalam Media Online seperti Kompasiana.com kalau dasar menulis mereka belum bagus. Rata-rata orang-orangku di NTT, baru bisa menulis bila mendapatkan tugas dari guru atau dosennya. Inisiatif untuk menulis sendiri lemah. Banyak moment penting mengalir begitu saja lalu pergi tanpa ada yang merekamnya. Sayang seribu sayang. Ini tanda bahwa kemampuan intelektual orang di NTT untuk menulis masih cukup susah.

Saya sudah menyelusuri di Kompasiana.com. Tidak ada seorang gurupun di NTT yang bernai untuk membuka Akkunnya di Kompasiana.com. Padahal Kompasiana merupakan Media Publikasi yang bisa dinikmati orang tanpa membayar melainkan hanya cukup mendaftarkan setelah terlebih dahulu memiliki alamat Email. Kompasiana.com merupakan Media yang penuh dengan gebrakan dan terobosan. Bagi saya, sangat disayangkan bila tidak sampai saya kunjungi atau tidak saya manfaatkan untuk digunakan dalam mempublikasi karya tulis populer.

Saya setuju bahwa Publikasi di Kompasiana ibarat sebuah kue yang enak. Kue itu dibagikan cuma-cuma kepada semua warga yang tahu menulis dan membaca. Namun hanya sedikit yang mampu menggunakannya. Kue ini memang lezat namun banyak orang tidak mampu memahaminya dengan baik. Kalau dahulu kehendak orang untuk Publikasi dibatasi oleh keterbatasan Media Cetak dan kemauan Redaksi Media untuk menerima kiriman Artikel yang layak muat di Medianya, namun kini Publikasi lewat Media Online dapat dilakukan dari rumah sendiri. Betapa enak dan bebasnya menyantap Kue Publikasi Kompasiana. Selamat pagi Indonesia!

_________________________________________

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun