Pengantar
Pertama-tama kita perlu menyinggung konflik perbatasan RI-PNG dengan memanasnya hubungan RI- Australia setelah pemerintah Autralia pimpinan PM Toni Abott menolak meminta maaf kepada Indonesia atas tuduhan penyadapan Austalia terhadap pejabat-pejabat Indonesia, teristimewa Presiden Susilo Bambang Yudoyono dan Ibu Ani Yudoyono. Buntutnya Dubes Indonesia untuk Australiapun dipanggil pulang ke Jakarta. Sementara itu kerja sama latihan militer bersama rutin Indonesia - Australiapun dibatalkan.
Persoalan diplomatik Indonesia- Australia sedang memanas, bahkan hingga kini belum dikabarkan reda. Datang lagi konflik baru yakni hubungan memanas antara Indonesia dan PNG.
Di tengah hubungan RI-Australia yang memanas itu, kini Indonesia sedang menghadapi fakta baru yang memicu hubungan memanas antara Indonesia dan Papua Nugini. Menurut berita di Media Online, peristiwa pembakaran kapal nelayan Indonesia oelh tentara Defence Force Papua Nuguni (PNGDF) terjadi pada tanggal 6 Pebruari 2014, namun baru diketahui pada tanggal 7 Pebruari 2014 ketika kelima nelayan Indonesia asal Kabupaten Merauke yang selamat itu melaporkan diri kepada Pos TNI setempat.
Ada 2 Versi Ceritera
Sejauh yang saya ketahui setelah mempelajari berita-berita di Media bahwa ada 2 versi ceritera yang beredar.
Ceritera versi pertama mengatakan bahwa Speedboat milik nelayan Indonesia asal Merauke itu baru saja kembali dari sebuah daerah di daratan Papua Nigini. Mungkin dalam hubungan dengan perdagangan. Setelah menyelesaikan urusannya di PNG, Speedboad yang berisi 10 penumpang asal Merauke itu kembali ke Merauke. Dalam perjalanan menuju Merauke-Indonesia, Speedboad itu dikejar tentara PNG. Tentara PNG menyerbu Speedboad lalu merampas sejumlah uang Kina (Mata uang PNG) yang disimpan nelayan Merauke, lalu memaksa ke-10 nelayan itu berenang menuju Merauke. Sementara para nelayan Merauke berenang ke daratan Indonesia maka para tentara PNG membakar Speedboad nelayan Indonesia. Sayangnya hanya 5 orang nelayan Indonesia yang berhasil selamat tiba di daratan, sedangkan 5 nelayannya hilang hingga kini.
Ceritera versi kedua mengatakan bahwa sementara menangkap ikan di perbatasan lautan Indonesia-PNG, para nelayan itu diserbu tentara PNG lalu membakar Speedboad itu setelah sebelumnya memaksa ke-10 nelayan untuk terjun ke laut dan berenang ke daratan Indonesia.
Dari antara 2 versi ceritera itu, versi ceritera manakah yang paling benar? Sesuatu yang pasti ialah bahwa kejadian pembakaran Speeedboad nelayan Indonesia asal kabupaten Merauke itu benar-benar terjadi. Lima nelayan Indonesia asal Merauke itu kemudian hanyut dan menghilang. Sementara 5 nelayan lainnya selamat sampai ke daratan Indonesia. Pembakaran kapal nelayan oleh PNGDF itu jelas sebuah perbuatan terkutuk! Apalagi Indonesia dan PNG masih terikat hubungan sebagai negara sahabat. Bolehkah sebagai negara sahabat, orang saling memperlakukan sesama-sahabatnya secara brutal? Bukankah Indonesia dan PNG tidak sedang dalam status perang?
Berpangkal Dari Kasus Tuduhan Penyadapan RI-Australia
Secara logika peristiwa pembakaran Speedboad milik nelayan Indonesia asal Merauke itu jelas ada hubunagnya dengan konflik diplomatik antara Jakarta dan Melborne yang dikomandani PM Toni Abott. PM Tony Abott menolak untuk tidak meminta maaf atas tuduhan Jakarta berdasarkan informasi intelijen bahwa Australia terlibat dalam upaya penyadapan terhadap pejabat tinggi Indonesia. Apapun tindakan Australia, jelas bahwa semua negara persemakmuran Inggris akan mendukung Australia. Sebagai anggota negara Persemakmuran Inggris, Papua Nuginipun jelas sedang membela rekannya Australia, meskipun dalam sejarahnya PNG mendapatkan kemerdekaan dari penjajahan Australia tanpa perang kemerdekaan pada 16 September 1975. Sebagai negara merdeka, status pemerintahan PNG ialah Monarki Konstitusionl dengan Ratu Elisabeth II sebagai kepala Monarki. Selanjutnya Gubernur Jenderal ditunjuk untuk menjadi wakil pemerintahn Monarki Konstitusional di Port Moresbi. Sementara Pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Perdana Menteri PNG yang saat ini masih bersengketa yakni Peter O'Neill dan Michael Somare. Menurut adatnya sebagai anggota kerukunan negara-negara Persemakmuran Inggris, memang selayaknya PNG yang merupakan negara terluas no.54 di dunia itu mendukung Australia. Meskipun demikian peranan PNG toh tidak berarti bagi Australia. Negeri itu merupakan negeri terkebelakang yang status ekonominya jauh di bawah Indonesia. Kemiskinan dan ketertinggalan yang parah sedang melanda negeri dengan status terkebelakang tersebut, sebuah status yang diturunkan oleh PBB pada tahun 2006. Saat ini hampir sepertiga penduduk PNG hanya hidup USD 1,25 setiap hari.