Kemarin, keponakan saya meminta saya untuk dibelikan buku Pelajaran Persiapan UN Nasional SMA, maklumlah dia kini duduk di bangku SMA kelas XII, yakni kelas persiapan untuk Ujian Nasional Tahun 2015. Setelah saya menghadiahnya uang, ternyata dia benar-benar membeli sebuah buku Persiapan Ujian Nasional SMA setebal 672 halaman. Tulisan Ai Erawati, S.Pd diterbitan oleh sebuah Penerbit di Jakarta. Saya tertegun ketika keponakanku menyebut harga hanya Rp 75.000. Astaga!
Kubayangkan harga untuk penerbitan buku 498 halaman saja sudah Rp 75 ribu, apalagi di atas 600 halaman, pasti nilainya sekitar Rp 100 ribu lebih dijual di Jakarta. Oleh karena lokasi kami tinggal ialah sebuah daerah yang jauh dari Jakarta yakni Belu, setahu saya lokasi ini biasanya dengan biaya pengiriman 1 kg ialah Rp 46.000 maka buku ini sudah memiliki harga jual di atas Rp 100 ribu.
Saya memastikan bahwa buku ini sebagaian besar harganya telah ditanggungkan kepada pemesan buku tersebut yakni pihak SMA HTM Halilulik, Belu. Kalau harga normal berlaku maka dipastikan buku Persiapan UN SMA itu bisa seharga Rp 125 000. Namun Perpustakaan SMA hanya menjual seharga Rp 75.000 saja. Bukan main! Itu berarti sebagian besar harga buku itu telah dilunaskan oleh pemesan hampir setengah harga buku itu, atau ditanggung pemesan sebesar Rp 50 ribu lebih. Ini bukan sesuatu yang main-main!
Menyimak proses pencetakan buku dan penerbitan buku yang berjalan sebegitu jauh melalui proses-proses hingga akhirnya sampai di tangan pemakainya, buku-buku pelajaran di sekolah-sekolah tampak merupakan mutiara-mutiara yang sangat berharga bagi para pemakainya. Bukan saja berlaku bagi para konsumen yakni anak-anak sekolah namun juga bagi buku-buku bacaan umum yang konsumennya terbanyak ialah mahasiswa/i atau siapapun itu.
Secara real memang kini harga sebuah buku persiapan UN meningkat tajam, sementara harga jualnya di tangan para pemakainya sangat disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah bahkan harganya lebih sebagai harga cinta kasih. Padahal proses penerbitan dan percetakan yang rumit, serta proses pengiriman yang rumit pula. Ini hendaknya menimbulkan kesadaran bagi para "pemilik " buku melalui pembelian untuk menjaganya dan merawatnya baik-baik. Buku-buku itu merupakan mutiara-mutiara amat berharga yang dihamburkan ke hadapan pembacanya. Semoga buku-buku yang telah dibeli tidak raib dalam seminggu, namun dapat bertahan bertahun-tahun bahkan kemudian dapat diwariskan kepada beberapa generasi berikutnya.
_________________________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H