Hidup realistis bersama sesama dalam komunitas adalah tingkatan yang paling aman dalam mengembangkan identitas pribadi dan kelompok.
Orang yang realistis tidak banyak menuntut sebab ia telah memahami dirinya dan sesamanya juga dan sesama dan (alam) menerima dirinya apa adanya, yaitu: kelemahan atau kekurangan.Â
Hidup realistis melampaui hidup menjadi diri sendiri. Karena bersikap realistis bukan sekedar menjadi diri sendiri tetapi hidup realistis itu tidak terlepas dari hidup bersama dalam komunitas.Â
Bahkan dalam hidup bersama ada lingkungan hidup yang mengitari. Lingkungan hidup termasuk alam dan kebudayaan. Hidup bersama tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan alam dan kebudayaan.Â
Kebudayaan memiliki simbol-simbol pengikat yang menentukan tujuan pendidikan. Dalam hidup bersama, individu tidak boleh mengenal dan mewujudkan kemerdekaannya sendiri tetapi ia harus membagi kemerdekaannya bagi orang lain melalui mencintai sesama dan mengasihi dengan tindakannya.
Batasan-batasan terhadap perwujudan kemerdekan diri itu diberikan oleh kebudayaannya yang terwujud adat istiadat, konsensus, simbol, kepercayaan, idiologi dan agama.
Bersikap realistis adalah tingkatan tertinggi dalam pembentukan identitas diri dan kelompok atau etnis. Jadi sikap realistis memadukan nilai-nilai absolut atau keabadian dan kemanusiaan yang menyentuh. Hendaknya pendidikan mengambil pijakkannya di sini agar punya dasar yang kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H