Kata Kompasianer Sutiono Gunadi, Thamrin Sonata itu bertubuh tinggi besar dan berkumis tebal, tetapi orangnya ramah. Saya teringat akan tokoh Bima dalam dunia perwayangan. Bima adalah tokoh petarung dalam dunia perwayangan. Tetapi bagi saya, bertemu dengan almarhum Thamrin Sonata memang tidak pernah secara fisik, tetapi aku bertemu dengan Mas Thamrin dalam tulisan-tulisannya di Kompasiana. Berbeda dengan model pertarungan tokoh Bima, Mas Thamrin bertarung dengan berita dan ide-ide.Â
Di Kompasiana, Mas Thamrin bergabung pada 22 September 2012. Sedang aku bergabung di Kompasiana pada 08 Agustus 2013. Selisih waktu berjarak hampir genap 1 tahun. Â Tetapi dalam dunia kepenulisan, Mas Thamrin berada di arus utama, berada beberapa level di atas saya sebagai penulis ketika itu.Â
Tetapi memang dasar sesama penulis, dari pandangan pertama di Kompasiana, aku merasa sudah bertemu dengan senior penulis yang cocok karena ide-ide dalam tulisan Mas Thamrin sangat enak dibaca. Aku punya dasar ilmu Filsafat segera menyadari bahwa Mas Thamrin adalah salah satu penulis besar yang membumi yang berada di kisaran arus utama pergerakan budaya Indonesia. Almarhum adalah penulis besar di arus utama yang berakar dari budaya dan alam. Sedangkan aku berada di level pinggiran.
Bukan hanya itu saja, dari Tulisan Mas Thamrin di Kompasiana, aku tahu bahwa Mas Thamrin adalah salah satu ruh dalam dunia kepenulisan Indonesia, selevel Arswendo. Begitulah aku pikir, ketika membaca karya tulis-karya tulisnya tentang Arswendo di Kompasiana.Â
Mas Thamrin juga menceriterakan kedekatannya dengan jurnalis-jurnalis senior bahkan sastrawan-sasrawan senior yang terbanyak sudah berpulang. Yang kebanyakan sudah pernah aku baca di Media-Media bahkan buku pelajaran saat sekolah. Sebanyak 1.124 artikelnya di Kompasiana mengabadi.Â
Nama Thamrin Sonata terukir indah dalam buku pertama saya berjudul Jalan Wadas Politik dan Pendidikan Indonesia Kontemporer (JWPPIK) yang terbit di Depok tahun 2014. Aku meminjam salah satu idenya di buku Guru Plus yang ditulis Maria Margaretha, sesama Kompasianer.Â
Mas Thamrin Sonata adalah Editor buku Guru Plus. Ia juga menyampaikan Kata Pengantar sebagai Editor. Setelah terbit, penulisnya, Kompasianer Maria Margaretha mengirimkan kepada saya 2 buku Guru Plus. Dari situlah sejarahnya sampai percikatan ide Mas Thamrin muncul di Halaman 431.Â
Selasa, 3 September 2019, Mas Thamrin Sonata mangkat dan menghadap Tuhan, Penciptanya. Di Tanggal itu aku mungkin sedang sibuk mengajar di kelas, lupa untuk membuka Kompasiana. Aku mungkin capek sehabis membimbing anak-anak SMA Suria Atambua untuk persiapan Olimpiade. Â
Aku percaya Mas Thamrin saat mangkat berada dalam kedamaian. Teman-teman Kompasianer di Jakarta menggelar renungan di Taman Ismail Marzuki pada 8 September 2019.Kompasianer Maria Margaretha adalah salah satu Kompasianer yang ikut renungan di TIM. Kini Mas Thamrin Sonata telah bersama Tuhan, namun ide-idenya abadi. Selamat berbahagia di surga buat Mas Thamrin Sonata. Mesti tak bertemu secara fisik, tetapi kita telah bertemu dalam dunia maya.Â
Mas Thamrin adalah ibarat Bima dalam dunia penulisan tanah air. Pertarungan Mas Thamrin dengan ide-ide membuat para pembacanya telah mendapatkan banyak pencerahan! Ia pantas dikenang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H