Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Class Miting Content Competition for Teachers Period July-September 2022. (3). The 3rd Winner of Expat.Roasters Giveaway 2024.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

In Memoriam Aloysius Cry (1967-2022)

4 Desember 2022   11:17 Diperbarui: 4 Desember 2022   11:28 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aloysius Cry (Sumber foto: Ichal Laka/Rondeaktual.com)

Tulisan ini menggoreskan kenangan terhadap mantan juara tinju nasional kelas Bantam yunior asal Kabupaten Belu, Prov. NTT, Aloysius Kiwang yang terkenal dengan nama ring Alo Cry telah meninggal dunia dalam usia 55 tahun pada 12 November 2022. Di masa jayanya ia garang di ring tinju dengan pukulan yang keras. Tetapi pada akhir hidupnya ia adalah pencinta doa dan perjuangan non kekerasan. Boleh dikatakan bahwa setelah pensiun dari dunia tinju, Alo Cry adalah seorang yang penuh kualitas. 

Sebelum meninggal dunia, saya sempat bicara cukup lama bersama mantan  Juara Kelas Bantam yunior Indonesia pada 18 Maret 1989 itu. Ia adalah legenda dalam dunia tinju di Kabupaten Belu karena menjadi petinju Belu pertama yang menjadi juara nasional.

Di akhir hidupnya, Alo Cry adalah seorang yang terbuka, mudah bergaul dan bersahabat dengan siapa saja. Lebih dari itu, setelah berhenti dari ring tinju, sebagian besar waktu hidupnya dia isi dengan rajin berdoa novena Kerahiman Ilahi setiap jam 3 sore di sela-sela rimbunan pohon-pohon pisang di kebunnya. "Saya berdoa 5 kali sehari, 4 kali di rumah dan 1 kali di kebun. Doa pertama saya adalah Rosario", katanya kepada saya. Bersama keluarganya, semasa hidup, Alo Cry hidup dari mengelola potensi domestik dari bertanam sayur, padi dan pisang di kebunnya.

Ini luar biasa, mantan petinju yang hidup penuh kekerasan di akhir hidupnya menjadi orang saleh yang setiap hari meluangkan waktunya untuk berdialog dengan Tuhan dalam doa-doanya. 

Di akhir hidupnya mantan petinju juara nasional Indonesia tahun 1989 adalah seorang yang bijaksana dan lurus hati, suaranya halus dan perlahan. Dalam doa-doanya, Ia menyerahkan seluruh pergulatan hidupnya kepada Tuhan yang dia sembah di sela-sela kesibukan dalam keheningan bekerja di ribuan pohon pisang di kebunnya.

Selama hidup, saya baru bertemu dengan 2 orang awam Katolik yang sedang berdoa Rosario di tengah kebun, pertama tahun 1987, Guru Mauk seorang guru agama kampung paroki Halilulik. Guru Mauk berdoa Rosario memejamkam mata sambil menghitung biji-biji  Rosario dalam genggaman tangan di tengah kebun jagung yang sedang berbunga, saat itu sekitar bulan Agustus 1987. 

Dan yang kedua adalah Alo Cry, yang duduk di tengah rimbunan pisang yang subur sambil berdoa devosi kerahiman Ilahi pda jam 03 sore Wita. Tentu doa-doa itu mereka daraskan bertahun-tahun. Kini kedua orang itu kini telah tiada dan telah bertemu dengan Tuhan. Tetapi saya selalu mengingat mereka saat-saat tertentu ketika saya berada di kebun saya.

Alo Cy,mantan juara tinju nasional Indonesia Kelas Bantam yunior yang di masa jayanya hidup penuh kekerasan perkelahian di ring tinju, tetapi ia telah berubah haluan dan menjadi juara berdoa. Ia telah menemukan hidupnya yang sebenarnya dan menggantikan perjuangan kekerasan di ring tinju dengan perjuangan dengan doa dan non kekerasan. 

Kini Tuhan telah memanggil dia dan tentunya  menyediakan tempat yang terindah bagi Aloysius Kiwang atau Alo Cry untuk menjadi pendoa di hadapan Tuhan bagi umat manusia. Kakak Alo yang terkasih, kami ucapkan terima kasih atas semua jasa dan pengabdianmu. Semoga Tuhan mengampuni segala dosamu dan menerima jiwamu di sisi kananNya. Rest in Peace, Alo Cry, doakan kami dari surga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun