Tulisan ini menggoreskan kenangan terhadap mantan juara tinju nasional kelas Bantam yunior asal Kabupaten Belu, Prov. NTT, Aloysius Kiwang yang terkenal dengan nama ring Alo Cry telah meninggal dunia dalam usia 55 tahun pada 12 November 2022. Di masa jayanya ia garang di ring tinju dengan pukulan yang keras. Tetapi pada akhir hidupnya ia adalah pencinta doa dan perjuangan non kekerasan. Boleh dikatakan bahwa setelah pensiun dari dunia tinju, Alo Cry adalah seorang yang penuh kualitas.Â
Sebelum meninggal dunia, saya sempat bicara cukup lama bersama mantan  Juara Kelas Bantam yunior Indonesia pada 18 Maret 1989 itu. Ia adalah legenda dalam dunia tinju di Kabupaten Belu karena menjadi petinju Belu pertama yang menjadi juara nasional.
Di akhir hidupnya, Alo Cry adalah seorang yang terbuka, mudah bergaul dan bersahabat dengan siapa saja. Lebih dari itu, setelah berhenti dari ring tinju, sebagian besar waktu hidupnya dia isi dengan rajin berdoa novena Kerahiman Ilahi setiap jam 3 sore di sela-sela rimbunan pohon-pohon pisang di kebunnya. "Saya berdoa 5 kali sehari, 4 kali di rumah dan 1 kali di kebun. Doa pertama saya adalah Rosario", katanya kepada saya. Bersama keluarganya, semasa hidup, Alo Cry hidup dari mengelola potensi domestik dari bertanam sayur, padi dan pisang di kebunnya.
Ini luar biasa, mantan petinju yang hidup penuh kekerasan di akhir hidupnya menjadi orang saleh yang setiap hari meluangkan waktunya untuk berdialog dengan Tuhan dalam doa-doanya.Â
Di akhir hidupnya mantan petinju juara nasional Indonesia tahun 1989 adalah seorang yang bijaksana dan lurus hati, suaranya halus dan perlahan. Dalam doa-doanya, Ia menyerahkan seluruh pergulatan hidupnya kepada Tuhan yang dia sembah di sela-sela kesibukan dalam keheningan bekerja di ribuan pohon pisang di kebunnya.
Selama hidup, saya baru bertemu dengan 2 orang awam Katolik yang sedang berdoa Rosario di tengah kebun, pertama tahun 1987, Guru Mauk seorang guru agama kampung paroki Halilulik. Guru Mauk berdoa Rosario memejamkam mata sambil menghitung biji-biji  Rosario dalam genggaman tangan di tengah kebun jagung yang sedang berbunga, saat itu sekitar bulan Agustus 1987.Â
Dan yang kedua adalah Alo Cry, yang duduk di tengah rimbunan pisang yang subur sambil berdoa devosi kerahiman Ilahi pda jam 03 sore Wita. Tentu doa-doa itu mereka daraskan bertahun-tahun. Kini kedua orang itu kini telah tiada dan telah bertemu dengan Tuhan. Tetapi saya selalu mengingat mereka saat-saat tertentu ketika saya berada di kebun saya.
Alo Cy,mantan juara tinju nasional Indonesia Kelas Bantam yunior yang di masa jayanya hidup penuh kekerasan perkelahian di ring tinju, tetapi ia telah berubah haluan dan menjadi juara berdoa. Ia telah menemukan hidupnya yang sebenarnya dan menggantikan perjuangan kekerasan di ring tinju dengan perjuangan dengan doa dan non kekerasan.Â
Kini Tuhan telah memanggil dia dan tentunya  menyediakan tempat yang terindah bagi Aloysius Kiwang atau Alo Cry untuk menjadi pendoa di hadapan Tuhan bagi umat manusia. Kakak Alo yang terkasih, kami ucapkan terima kasih atas semua jasa dan pengabdianmu. Semoga Tuhan mengampuni segala dosamu dan menerima jiwamu di sisi kananNya. Rest in Peace, Alo Cry, doakan kami dari surga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H