Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kultus Matahari-Bulan Dalam Keyakinan Asli di Kawasan Timur Indonesia

18 Agustus 2022   08:01 Diperbarui: 18 Agustus 2022   08:55 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Matahari-Bulan (Foto: Pixabay).

Agama-agama asli di kawasan Timur Indonesia mengkultuskan matahari-bulan dengan beragam cara dan keyakinan. 

Kultus itu adalah cerminan keyakinan budaya-budaya asli Indonesia Timur terhadap pengaruh kuat matahari-bulan bagi kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia. Keyakinan seperti itu dapat dimengerti sebab awal dari semua kisah penciptaan adalah penciptaan alam semesta. 

Semua kisah penciptaan dimulai dengan penciptaan alam semesta. Dalam hal ini matahari, bulan, bintang bersama semesta alam lainnya diciptakan lebih dahulu oleh Tuhan. Dengan diciptakan lebih dahulu oleh Tuhan daripada manusia, maka matahari dan bulan memegang peranan sangat penting dalam hidup manusia. 

Kultus Terhadap Bulan

Apa yang istimewa dari bulan sehingga ia patut dikultuskan dalam agama-agama primal di Indonesia Timur? Tentu saja, bulan punya banyak keistimewaan yang dapat dilihat maupun tidak dapat dilihat oleh manusia. Padahal bulan hanya merupakan sepotong batu dengan diameter 3.476 km. Bulan terbang mengelilingi bumi  dan bersama bumi mengelilingi matahari. Hal ini telah berlangsung selama jutaan tahun. Bulan menerima cahaya dan kehangatan dari matahari lalu ia memantulkan sinarnya ke bumi.

Mengapa dalam keyakinan asli tradisional, bulan  menjadi salah satu fokus kultus? Jawabannya kultus terhadap bulan selalu bertitiktolak dari ketakutan. Ketakutan itu terjadi karena adanya ritus-ritus pembunuhan tradisional berdarah. Ritus pembunuhan berdarah adalah bentuk pengorbanan, simbol kematian dan kebangkitan, tetapi juga simbol alam liar dan alam kacau bagi manusia sendiri. Pemujaan kuno pada bulan menunjukkan lambang cinta, kesuburan, pertumbuhan, pasang surut, emosi dan wanita. 

Pembunuhan kerbau (Foto: Pixabay).
Pembunuhan kerbau (Foto: Pixabay).

Dalam mitologi Yunani kuno, dewi bulan disebut Selene, sedangkan dalam mitologi Romawi kuno, dewi bulan adalah Luna. Ini mempengaruhi kalender tertua umat manusia, yaitu: kalender Lunar. Mithos terhadap bulan menunjukkan bahwa pada awalnya manusia merasa ketakutan terhadap bulan. Ketakutan terhadap bulan disebabkan pengaruh kekuatan dasyat bulan terhadap manusia yang pada akhirnya membuat mereka memuja bulan. 

Orang-orang zaman dahulu percaya bahwa bulan lebih kuat dari matahari.  Bulan lebih kuat dari matahari karena bulan bisa dilihat pada malam hari dan kadang-kadang pada siang hari. Sedangkan matahari hanya dapat dilihat oleh manusia pada siang hari saja. Pemujaan kuno terhadap bulan disertai ketakutan bahwa bulan selalu muncul sebagai pengintai bermata satu dari atas pohon. Bulan diyakini dapat menjelma ke banteng liar dan ganas. Bulan diyakini dapat mati, tetapi dapat hidup lagi. 

Kultus Terhadap Matahari

Selain membuat kultus terhadap bulan, budaya-budaya di kawasan Indonesia Timur menghidupkan kultus terhadap matahari.  Di tiap rumah adat, terdapat berbagai ritus pembunuhan sapi, kerbau dan kuda. Lelaki pembunuh kerbau disebut meo atau panglima perang suku. Dia adalah tokoh lelaki yang kuat. Di Belu-Malaka, penguasa wilayah di atas kenaian disebut Loro (matahari). Loro adalah raja yang berkuasa atas beberapa raja kecil (Nai). 

Tiap budaya memiliki kebiasaan menyimpan tanduk kerbau atau tanduk sapi di rumah-ruamh adat. Tanduk kerbau adalah simbol matahari, makin kuat dan kokoh tanduk kerbau, makin tinggi prestise pemilik rumah adat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun