Sejak zaman kerajaan, orang-orang Sikka di desa Sikka merasa diri lebih maju dari orang-orang Krowe terutama dalam bidang pendidikan, perniagaan, budaya dan pemerintahan. Teka-teki keberadaan sebuah entitas politik yang sudah ada sejak zaman purba yang melingkupi daerah kabupaten Sikka sekarang ini sudah menjadi ancaman penting bagi para penguasa kerajaan Sikka.Â
Di zaman feodal, kerajaan Sikka menamakan entitas politik pesaingnya adalah adalah Iwang Gete. Dalam tuturan lisan, wilayah Iwang Gete melingkupi wilayah pedalaman kerajaan Sikka atau orang Krowe. Sebutan orang Sikka hanya ditujukan untuk para warga Sikka yang berdiam di Sikka sebagai ibukota kerajaan Sikka. Sikka terletak di pantai Selatan Flores.Â
Untuk meringkas klaim kekuasaan atas daerah-daerah yang begitu luas di pedalaman, para raja Sikka sering menggunakan term "Iwang Gete" untuk menyebut orang-orang Krowe yang mendiami pegunungan dan pedalaman kerajaan Sikka.
Apa Itu Iwang Gete?
Iwang Gete dalam bahasa Sikka-Krowe artinya gunung besar. Bagi para raja (12 raja dan ratu) yang memimpin secara turun-temurun, Iwang Gete adalah simbol asal-usul yang mengacu pada entitas politik yang sudah ada sejak zaman purba di wilayah kerajaan Sikka. Kadang-kadang sebagai simbol saingan kekuasaan para raja karena hampir semua suku-suku di desa Sikka atau bahkan seluruh kabupaten Sikka juga masih mengaku asal-usul mereka dan keberadaan Iwang Gete.Â
Entitas politik purba yang bernama Iwang Gete sudah ditakuti sejak zaman kerajaan Sikka. Nama Iwang Gete sendiri artinya adalah gunung besar, tentu ada banyak ceritera mistik di seputarnya. Arti Iwang Gete bukan saja gunung besar dalam arti bentuk fisik, tetapi juga besar dalam arti kekuasaan ritualistiknya. Kekuasan ritualistik sering dilihat sebagai simbol pemersatu, saingan kekuasaan politik para raja Sikka.Â
Secara politik, para raja Sikka bertindak sebagai simbol pemersatu, tetapi kekuasaan riil berada di tangan para tuan tanah. Jadi bagi para raja Sikka, Iwang Gete hanya sebagai simbol asal-usul dan hanya merupakan entitas politik yang bersifat ritualistik, pusat kelahiran budaya Sikka-Krowe. Â Secara riil sebutan Iwang Gete ditujukan untuk orang-orang Krowe.Â
Pada tahun 2017, para peneliti dari Balai Arkeologi D.I. Yogyakarta menemukan kembali adanya hubungan antara budaya Krowe di kabupaten Sikka dengan gunung Mapitara sebagai gunung suci orang-orang Krowe.Â
Bagi para peneliti, gunung Mapitara adalah artefak budaya yang sudah ada sejak zaman purba yang patut dikaji untuk menyingkapkan rahasia penting tentang asal-usul masyarakat Sikka-Krowe. Sebagai artefak budaya, Mapitara adalah bukti budaya yang tak terbantahkan. Sebagai gunung suci, Mapitara dapat telusuri untuk mengetahui norma, asal-usul, perilaku budaya dan perilaku ritualistik  masyarakat Krowe.
Iwang Gete di Zaman Sikka Modern
Sikka modern lahir secara resmi sebagai sebuah kabupaten di RI pada 1 Maret 1958. Kabupaten Sikka modern berdiri di atas segala warisan feodal zaman kerajaan Sikka bersatu. Pada awal berdirinya, para pemimpin Kabupaten Sikka, termasuk para PNS didominasi oleh golongan Sikka. Bupati Sikka pertama adalah raja D.P.C. Ximenes da Silva, raja Sikka saat itu. Bupati kedua Sikka adalah Paulus Samador da Cunha, seorang politikus Sikka yang masih berada di dalam kraton Sikka.