Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Class Miting Content Competition for Teachers Period July-September 2022. (3). The 3rd Winner of Expat. Roasters Giveaway 2024.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Banyak Kerja, Sedikit Bicara

31 Desember 2021   19:59 Diperbarui: 31 Desember 2021   20:16 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak bekerja, sedikit bicara. Itu adalah salah satu 'pepatah' terkenal yang masih saya ingat dari kedua orang tuaku di waktu kecil hingga hari ini. Sebenarnya kalimat di atas bukan sebuah pepatah, tetapi kalimat yang menyata. Karena ketika saya mendengar kalimat ini, meskipun saya sebagai anak kecil, saya dapat memahaminya secara langsung. Sedangkan kalau pepatah, saya menafsirkan.

Saya ingat, sebagai wujud dari pepatah di atas, jika ada tamu di rumah, orang tuaku sering melarang saya (waktu itu sebagai anak kecil) menyela atau ikut nimbrung dalam pembicaraan. Ayahku seorang tukang kayu trampil, yang banyak tahun dia habiskan di misi katolik. Jadi dia mementingkan perhitungan pasti dalam bekerja sesuai dengan ilmunya di Ambachonderwijs dahulu, didikan warisan kolonial Belanda. Jadi ia sangat serius dan konsisten dalam bekerja sesuai perhitungannya, tidak main-main. 

Jika ada tamu, kami anak-anak berada di dapur rumah dan hanya diam saja. Pagi-pagi sekali anak-anak harus bangun untuk menimbah air, membersihkan rumah, menyapu lantai dan halaman rumah, ada yang memasak, makan lalu pergi ke sekolah. Setelah pulang sekolah, kami anak-anak makan dan menyusul orang tua yang sudah bekerja di kebun. 

Jika kami anak-anak sudah berada di kebun, kami anak-anak juga bekerja membersihkan kebun atau memanen. Lalu kalau kami pulang selalu ada beban besar untuk dipikul di bahu atau dijinjing. Beban-beban itu biasanya berisi bahan makanan atau sekarung rumput untuk ternak sapi yang diikat di halaman rumah. Semuanya itu anak-anak lakukan tanpa banyak bicara atau tepatnya dilarang untuk bicara.

Akibat banyak kerja, sedikit bicara, diam-diam berkembang peribahasa baru untuk saya, yaitu: diam-diam ubi berisi. Meskipun masih kecil, peribahasa ini sudah dapat saya tafsirkan, "meskipun tidak banyak bicara tetapi saya dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk kebutuhan hidup".

Pelajaran berharga yang dapat saya petik dari hidup di masa lalu hingga hari ini, yakni: saya harus bekerja keras dengan fisik agar dapat hidup, juga harus sedikit bicara namun dapat menghasilkan hal-hal yang berguna. 

Nah, ketika saya menjalankan profesi sebagai guru, di kelas saya justeru banyak bicara. Ketika saya ingat pepatah dahulu saya jadi malu sendiri. Mestinya sebagai gurupun saya harus sedikit bicara, tetapi banyak bekerja. Tetapi menjadi guru adalah pilihan. Sehingga saya berjuang agar bicara saya di kelas dengan 3 prinsip: terukur, tepat dan berguna. Saya tidak bicara hal-hal yang sia-sia di kelas. Saya bertekad agar dengan 3 prinsip di atas, isi pembicaraan saya tepat, terukur dan berguna bagi saya dan para siswa saya. 

Sebagai guru, kerja dengan non fisik saya utamakan, tetapi saya tetap usahakan keseimbangan antara kerja dengan fisik dan kerja dengan non fisik. Entah fisik atau non fisik, pada intinya saya harus tetap rajin bekerja agar dapat bermanfaat bagi diri, sesama, keluarga, Tuhan, bangsa dan negara. 

Untuk yang sempat baca artikel ini, saya ucapkan selamat akhir tahun 2021 dan menyongsong tahun baru 2022!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun