Mengapa Harus Konten Domestik?
Dalam masa Pandemi Covid-19, konten-konten domestik tergolong populer. Beberapa video yang berisi acara-acara adat, yaitu: musik, tarian dan nyanyian dicari para pemirsa. Di masa krisis Covid-19 ini, hanya dari rumah, saya dapat menyaksikan tarian daerah Iuk Toger dari desa Hale, Sikka, NTT di YouTube. Jenis tarian ini dilakukan oleh orang-orang kampung di Hale, Sikka, NTT. Desa Hale danHebing di Kab. Sikka, Prov. NTT adalah desa kelahiran ayahku. Gerakan tubuh orang-orang dari kampung Hale  pada ramah-tamah acara perayaan sambut imam katolik baru. Tarian dilakukan pada bulan Juni 2020, masa Pandemi Covid-19.
Menurut sang perekam video itu, Jose Paty, tarian Iuk Toger adalah tarian ketangkasan memainkan gagang cangkul atau tofa. Dua jenis alat ini digunakan oleh para petani untuk membersihkan kebun. Tarian ini menggambarkan sukacita masyarakat setelah membersihkan kebun mereka. Tarian Iuk Toger adalah simbol ketangkasan, kecepatan, kemahiran, keuletan dan komunio para petani menyelesaikan pekerjaan mereka. Â Jika kita ingin berhasil dalah usaha (bertani) maka kita harus menyatukan faktor kemampuan diri dan prasarana yang ada disekitar. Kita juga harus menyatukan kemampuan diri dan orang lain supaya berhasil maksimal.Â
Efek Negatif dari Mobilisasi Penduduk Dunia
Orang-orang Hale, Sikka, NTT dalam YouTube ini  melakukan gerakan tubuh dengan begitu bebas tanpa ditutupi oleh masker. Karena orang-orang di kampung Hale itu kurang mengetahui tentang apa itu pandemi Covid-19. Oleh karena tidak berpikir tentang Pandemi Covid-19 mereka dengan sendirinya sudah terhindar dari Pandemi Covid-19. Di suatu sisi dengan tanpa sadar, banyak orang kota  mengetahui secara baik virus Covid-19 begitu tersiksa dan begitu ketakutan akibat pengetahuan sendiri.
Itu adalah ekspresi kebebasan dan keunggulan orang kita di kampung. Berbeda dengan mereka, orang-orang modern yang tinggal di kota-kota saat ini tidak bergerak dan melompat dengan lincah seperti orang-orang kampung Hale dalam YouTube sebagai akibat ketakutan berlebihan terhadap Pandemi Covid-19. Semua orang terpenjara sebagai akibat ketakutan sendiri dengan pikiran yang belum tentu benar-benar terjadi sesuai pikiran itu.
Salah satu artikel dari buku kedua saya berjudul Pendidikan, Keindonesia dan Potensi Domestik (Depok: CV Herya Media, 2016, hal. 235-239) berjudul Mengkritisi Label 'Masyarakat Lokal'Â mempertanyakan apakah masih ada kebudayaan lokal di Indonesia di abad ini?Â
Jelas, komunikasi antar etnik menyebabkan penyebutan antar budaya etnik tidak disebut lokal lagi. Penduduk subsuku budaya etnik lainnya di NTT dan seluruh Indonesia sudah disebut asli bersama-sama dengan budaya etnik setempat.
Dalam arus komunikasi yang pesat, budaya lokal dalam arti lama sudah tidak benar lagi. Hal itu itu berarti yang dimaksudkan dengan budaya etnik adalah budaya-budaya yang memiliki kekayaan kearifan budaya sehingga telah terjadi akulturasi budaya-budaya di Indonesia.
Dalam jargon-jargon kampanye menjelang Pemilu terdengar istilah mementingkan putera daerah sebagai hal yang dapat melenceng dari niali-nilai Pancasila. Istilah mementingkan budaya daerah atau mementingkan putera daerah dapat melunturkan nilai-niai nasionalisme.
Budaya etnik adalah kekhasan daerah. Dalam hal ini konsep yang paling benar konsep budaya etnis. Segala kekayaan alam adalah potensi-potensi domestik untuk kemajuan.Â