Pernyataan Ketua Setara Institute, Hendardi, seperti yang dikutip Deutschwelle Online (Dw.de) perlu disimak. Hendardi mengecam nada "rasialis" di balik pidato Anies karena "menggelorakan supremasi etnisitas dengan menegaskan pribumi dan non pribumi sebagai diksi untuk membedakan sang pemenang dengan yang lainnya."
Pernyataan Hendardi setidaknya mengandung 2 unsur: (1). dalam konsep rasialis dikatakan hanya terdapat superioritas ras kulit putih Eropa dalam masa kolonialime, dan (2). Â konsep ras tidak diberlakukan kepada orang-orang di luar ras putih.Â
Untuk itu, dalam budaya-budaya Nusantara, konsep yang patut diterima ialah konsep etnisitas. Etnisitas dan identitas bangsa Indonesia secara luar biasa sudah terdaftar dalam daftar kebudayaan-kebudayaan di Nusantara. Hanya saja dalam kenyataanya terdapat beberapa perbedaan dalam citra dan perwujudan dari masing-masing etnisitas. Perwujudan-perwujudan dari etnisitas bukanlah berlangsung singkat namun melalui periode dan zaman-zaman tertentu. Dengan demikian, terdapat beberapa etnisitas budaya yang makin jelas, namun ada banyak etnisitas budaya yang belum jelas dan masih samar-samar.
Sehingga berdasarkan telaah sejarah dan pemikirannya, terdapat kelompok manusia dan budaya-budaya di Indonesia yang makin matang berkembang dan bereksistensi, namun ada banyak manusia dan budaya-budaya yang belum terlalu berkembang maju dengan baik. Citra, perwujudan dan pemikiran manusia dan budaya yang berkembang maju membuat manusia dan budaya itu secara penuh digolongkan sebagai budaya etnisitas.
Prinsipnya proses pendidikan dan pembangunan harus membuat manusia dan budaya-budayanya berkembang makin kuat dan tampak jelas. Sehingga pembangunan nasional bisa dikatakan sebagai mengindonesiakan etnisitas dan identitas bangsa Indonesia. Untuk membuat etnisitas manusia dan budaya makin tampak jelas sebagai bagian dari budaya Indonesia.Â
Oleh sebab itu perlu dipelajari pemikiran, perwujudan-perwujudan dan citra manusia dari suatu budaya etnik. Pendidikan pada dasarnya mengembangkan etnisitas dengan segala perwujudannya. Sehingga pendidikan membuat manusia dengan latar belakang identitas dan etnisitasnya tampak makin jelas.
Semua manusia Indonesia lahir dari salah satu etnisitas yang diwariskan baik oleh ayah maupun oleh ibunya. Dia dibesarkan dengan bahasa daerah, dengan pemikiran dan presepsi sukunya, dengan citra dan kebiasaan etnisitasnya. Namun apa yang diterimanya akan semakin berkembang kalau dikembangkan dalam pendidikan yang berkelanjutan.Â
Setelah ia menerima ilmu dalam sekolah, ia mengembangkan kebudayaan-kebudayaan dari latar belakang warisan orang tuanya baik bahasa, musik, pemikiran rohani, pakaian tenunan, sistem arsitektur rumah, peternakan, makanan, kaidah kesehatan, dll sehingga segala konsep-konsep kebudayaan dan manusia yang diwariskan oleh kedua orang tuanya makin jelas dalam dirinya.
Jadi pendidikan bukannya menghilangkan etnisitas dan identitas seseorang, namun harus membuat etnisitas dan identitas seseorang harus tampak menjadi makin jelas sebagai budaya etnisitas. Semuanya ini pada gilirannya akan membentuk mozaik dalam bingkai Indonesia, seperti semboyan negara Indonesia: Bhinneka Tunggal Ika. Jadi manusia Indonesia lahir dari etnistas masing-masing daerah yang dalam pendidikan dan pembangunan dipupuk, dikembangkan, dipelihara dan ditumbuhkan menjadi semakin subur dan tampak jelas sebagai sebuah budaya etnisitas yang mengindonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI