Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Class Miting Content Competition for Teachers Period July-September 2022. (3). The 3rd Winner of Expat.Roasters Giveaway 2024.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

In NTT, We Have Everything, Kita Punya Semua

30 Agustus 2017   12:32 Diperbarui: 30 Agustus 2017   14:28 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kita terus membangun (Foto: okezone)

     Apabila anda sebagai wisatawan domestik atau mancanegara terbang dengan menggunakan pesawat Wings Air, sebelum mendarat, anda akan melihat dengan jelas gunung Lakaan yang pada musim kemarau tampak seperti berdiri pucat pasi sendiri karena kekurangan air. Apabila musim hujan tiba, pemandangan berbalik 100%. Pegunungan dan gunung Lakaan di Timor tampak bagaikan permadani hijau menakjubkan. Pemandangan di sepanjang lembah, dataran dan gunung begitu indah menakjubkan. 

Hutan-hutan pulau Timor-NTT sejak dahulu tumbuh ribuan pohon cendana. Sedangkan dataran Timor-NTT dipenuhi tumbuhan rerumputan savana yang sangat cocok untuk berbagai usaha peternakan:kuda, sapi, kerbau, kambing, ayam, babi, dll. Hutan-hutannya meskipun tak banyak hidup satwa-satwa langka, namun tanah-tanahnya mengandung berbagai mineral dan aneka barang tambang utamanya mangan dan marmer berkristal terbaik di dunia.

Rumah asli yang tampak damai beratap daun gewang (Foto:dokpri)
Rumah asli yang tampak damai beratap daun gewang (Foto:dokpri)
Di Timor hidup orang-orang dari suku Dawan, Tetum, Marae, Kemak dan Helong yang gagah perkasa elok menawan dan berotot. Selama berabad-abad mereka mendiami dataran dan lereng-lereng perbukitan, menanam padi, jagung, sayuran, pisang, kelapa, mente, umbian, dll. Mereka mendirikan rumah-rumah jalinan atap rerumputan ilalang dan daun lontar dengan bangunan menyerupai kerucut. Tanah yang menurut para ahli mustahil diolah karena terkesan kering kerontang dan gersang, namun bagi kaum suku Timor-Indonesia merupakan tanah terjanji dan tanah asal-usul.

Dengan keperkasaan dan kekuatan otot, mereka membangun rumah-rumah sederhana yang asli dan tampak damai tempat orang melepaskan lelah pada malam, setelah sepanjang siang mereka menghabiskan waktu dengan bekerja di kebun dan ladang serta hamparan savana peternakan. Kesenian menggambarkan spiritualitas rohani dan kepercayaan kepada pengaruh leluhur yang memberikan kesan bahwa suku-suku Timor memiliki masa lalu paling lama di tanah Timor. Keluarga besar mereka adalah suku yang memberikan kepada semua anggotanya kenyaman dan kepemilikan, suku merupakan pendukung paling utama bagi diri setiap individu.

****

Salah satu lereng gunung di Timor-NTT (Foto: dokpri)
Salah satu lereng gunung di Timor-NTT (Foto: dokpri)
Di Timor-NTT, aku memang tinggal di desa. Desaku ialah ibu kota sebuah kecamatan dipinggir jalan raya Kupang-Atambua. Aku mengajar di ibu kota kabupaten. Di bandingkan dengan desa-desa di sekitarku, desa tempat tinggalku sudah terbilang 'kota kecil' karena statusnya sebagai kota kecamatan. Jadi yang benar-benar desa sebenarnya bukan tempat tinggalku namun beberapa desa di sekitarnya. 

Salah satunya ialah desa kakek-nenek. Maka aku terbiasa menyebut kampung tempat tinggal mereka sebagai desa saja karena keterbatasan fasilitas pembangunan, sedangkan tempat aku tinggal sudah terbilang 'kota' karena tersedia banyak fasilitas misanya RSU, Puskesmas, sekolah, Polsek, kantor camat, pasar, dll.

Kalau ada momentum penting di desa baru aku bisa pulang ke desa. Jadi tak setiap tahun aku pulang ke desa. Tahun kemarin, aku sempat mengunjungi paman-paman di desa Meotroi. Mereka sibuk terus setiap hari, tidak berada di rumah saat siang hari namun sibuk di kebun dan melihat hewan-hewan mereka. Di kebun ada banyak bahan makanan yang siap diolah dan huma-huma sejuk untuk sejenak beristirahat siang dan malam. Rupanya hal ini membuat mereka lebih betah berada di kebun.

Seorang paman menanam banyak tomat dan buah labu sepanjang musim kemarau. Pas aku berkunjung, tomat sedang tumbuh segar dan merah-merahnya. Ia gunakan mesin pompa air untuk menarik air telaga dari dalam sungai untuk menyiram tanamannya. Di batas kebun, ada sebuah sungai meskipun airnya kering pada akhir Oktober setiap tahun. Biasanya setelah panen padi, mereka langsung menanam sayuran labu, tomat, kacang hijau, kacang panjang, dll.

Katanya harga sayuran bernilai lebih mahal dari hasil padi. Saat-saat panen, bibi menjualnya ke pasar-pasar dengan mobil ojek. Sayuran itu dipetik pelan-pelan dan sedikit demi sedikit sehingga selama musim kemarau mereka bisa terus menjualnya di pasar-pasar. Tahun ini paman menanam sayuran terung dan sayuran labu dalam jumlah besar tentunya sampai saat pulang kami membawa ke rumah sekarung penuh terung dan buah labu segar.

Dua pamanku menjadi ketua RT dan RW di desa. Seorang paman fokus memelihara sapi. Jumlah sapinya tidak banyak. Hanya sekitar 7 ekor. Ia baru menjual 2 ekor paron. Hasil penjualan dia gunakan untuk menggantikan atap rumah nenek-kakekku yang telah berwarna coklat kemerahan karena karat. Sebenarnya sapi-sapi itu ditampung di bekas kandang sapi milik kakek. Namun bekas kandang sapi kakek itu kini mulai sesak dengan rumah-rumah kecil dari anak-anak para paman. Tidak ideal menjadi lokasi kandang sapi lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun