Memasuki pertengahan bulan Mei setiap tahun, kondisi air sungai di Timor-NTT dalam kondisi kira-kira rata-rata masih seperti suasana dalam foto di atas. Air sungai masih sebatas ukuran kaus kaki sepatu dengan laju yang melemah. Di mana-mana air sungai terasa tetap berada di tempat. Air sungai masih jernih dan digunakan untuk keperluan pertanian, sayuran, perkebunan, air minum hewan dan bahkan manusia. Untuk pertanian, air ini cocok untuk usaha penanaman berbagai sayuran dan kacang hijau.
Debit air akan perlahan-lahan mengering pada bulan Juli hingga Agustus sebelum akhirnya kering-kerontang pada awal bulan September ke atas. Kondisi air seperti ini masih mengundang embun dan mendung. Rerumputan dan dedaunan masih menghijau. Suasana masih sejuk dengan cahaya mentari yang hangat. Situasi alam masih meninggalkan bias-biasa suasana setelah musim hujan berat yang mendatangkan kelimpahan air dan penghijauan alam luar biasa.
Keberadaan air sungai adalah mutiara yang teramat mahal bagi orang Timor. Air sungai hadir sepanjang bulan Desember hingga akhir bulan Agustus setiap tahun. Air sungai menjadi berkat yang luar biasa secara alami. Namun sekarang tidak lagi. Puluhan embung-embung yang dibangun pemerintah pusat telah menggantikan peranan sungai sebagai penyedia air alami bagi penduduk. Selama berabad-abad, air sungai menjadi penyedia kebutuhan air bagi penduduk, kini tergantikan dengan kehadiran embung-embung bernilai Triliunan rupiah.
Embung-embung dianggap sebagai bank-bank air raksasa di Timor-NTT. Di dalam embung-embung tersedia air dalam jumlah besar. Air embung ditampung dari air sungai yang membanjir selama musim hujan. Air embung raksasa seperti Sirani dan Haekrit mampu bertahan sepanjang tahun hanya debitnya telah banyak berkurang dan terancam kering seperti sungai.
Ini adalah potret terbaru untuk salah satu kawasan di benua Asia yang besar ini. Selama musim hujan air melimpah ruah dan membanjir. Selama musim penghujan, luapan banjirnya menyebabkan bencana alam yang hebat: air bah dan tsunami. Luapan banjir menyebabkan korban nyawa manusia, hewan, dan harta benda. namun pada saat musim kemarau, kehilangan atau ketiadaan air menyebabkan bencana kekeringanan, penyakit, bahkan kematian baik manusia, hewan dan tumbuhan. Air memang segalanya, kelebihan dapat menyebabkan bencana, kekurangan pun dapat menyebabkan bencana. Maunya memang, ketersediaan air harus pas-pasan saja: tidak lebih juga tidak kurang!
Baca juga ceritera fiksi Hikayat Tentang Si Minum Air
Artikel lainnya Kolam Tirta Atambua, Dekat Sungai Talau Nenuk-Belu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H