Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fenomena Salah Coblos dalam Pemilu

16 Oktober 2016   11:05 Diperbarui: 16 Oktober 2016   16:00 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu fenomena yang secara jelas mengemuka dalam Pilkades Naitimu pada Kamis, 13 Oktober 2016 ialah fenomena salah coblos yang umumnya terjadi di 5 TPS yakni TPS Halibaurenes, TPS Salore, TPS Haliserin dan TPS Halitoko. Fenomena salah coblos umumnya terdapat secara merata di 5 TPS. Hal ini diakui oleh ketua panitia pemungutan suara desa Naitimu, Gervas Taek yang memimpin dari TPS Halibaurenes mengakui bahwa di lima TPS ini , terdapat hampir 500 suara yang diblacklist karena salah mencoblos foto. Dalam arti, ada banyak pemilih mencoblos pada lebih dari 2 gambar dan ada banyak pemilih mencoblos di luar gambar. Fenomena ini membuat panitia melakukan blacklist terhadap surat-surat suara itu. 

Pilkades Naitimu kiranya menjadi teropong untuk menilai bahwa penyelenggaraan Pemilu dan Pilkades di tanah air ternyata belum sempurna benar. Masih terjadi banyak cacat cela. Hal-hal ini merupakan tanda betapa rendahnya pengetahuan para pemilih dalam mencoblos tanda gambar. Padahal sehari sebelum Pemilu atau Pilkades, ketua KPPS atau ketua panitia Pilkades telah menyelenggarakan latihan mencoblos surat suara yang benar. Di KPS Halibaureness, bahkan latihan mencoblos kepada para calon pemilih dilakukan hingga malam hari di mana latihan diikuti oleh ratusan calon pemilih. Namun pada saat pemungutan suara resmi di TPS Halibaurenes, malahan telah terdapat lebih dari 100 buah surat suara yang terpaksa diblacklist oleh panitia karena kesalahan fatal dalam mencoblos.

Terhadap soal ini, para konstentan ada yang mempersoalkan kertas suara yang diblacklist oleh panitia. Ada konstentan mengklaim bahwa ada kertas suara yang benar. Namun alasan ini agaknya bisa diselesaikan sendiri oleh panitia pemilihan, seperti yang terjadi dalam Pilkades Naitimu 13/10/2016 yang lalu. Persoalan pendidikan politik dan pendidikan pencoblosan yang belum bagus diberikan kepada para pemilih khususnya para pemilih yang berasal dari golongan tua,  yang banyak dari antaranya sudah lupa huruf atau buta huruf karena keseharian mereka tak bersentuhan dengan bacaan dan tulisan. Maklumlah masyarakat desa memang banyak yang berpendidikan rendah.

Salah coblos ialah hal sangat penting untuk diperbaiki  dan hendaknya tidak boleh dianggap enteng. Mencoblos yang benar betul-betul penting dalam Pemilu agar suara pemilih dapat masuk hitungan. Salah mencoblos menunjukkan betapa rendahnya kesadaran dan kepandaian manusia. Oleh karena itu, perlu komitment kuat untuk menyadari ini. Perlu komitment kuat untuk memperbaiki hal-hal yang salah ini agar menjadi benar pada Pemilu yang akan datang. 

Secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat Desa sangat rentan melakukan kesalahan dalam pencoblosan akibat tingkat pendidikan politik dan kurangnya atau bahkan tidak menguasai ilmu pencoblosan secara benar. Kelompok ini umumnya berasal dari masyarakat desa yang umumnya memiliki tingkat pendidikan SD ke bawah. Para pemilih dengan tingkat pendidikan rendah rentan dalam melakukan salah coblos. Namun juga tidak menutup kemungkinan bagi para pemilih dengan tingkat pendidikan di atasnya. Kalau memilih dengan tergesa-gesa, tanpa berpikir panjang, singkat dan hanya membutuhkan waktu beberapa detik, salah coblos bisa saja terjadi untuk semua kalangan para pemilih dalam Pemilu. 

Fenomena salah mencoblos bisa saja terjadi karena para pemilih tidak mampu atau tidak mau menjatuhkan pilihannya karena merasa satu dari calon-calon itu bukan pilihannya. Para pemilih jenis ini umumnya ragu-ragu dan tidak bisa menjatuhkan pilihannya secara bebas. Mungkin ada banyak pemilih yang mengingini calon-calon kesukaannya bisa ikut berkompetisi namun nama-nama mereka tidak bisa diakomodir. Sekedar contoh bahwa untuk Pilkades Naitimu terdapat banyak calon yang digugurkan oleh panitia karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu. Ada calon yang sudah lama mengabdi dalam pemerintahan Desa, ikut gugur dalam seleksi tahab-tahab awal. Tentu saja meski gugur, mereka memiliki basis massa. Massa yang melakukan kegiatan salah coblos bisa jadi merupakan para pendukung calon-calon yang telah gugur. Inilah fakta-fakta  yang bisa terjadi bila dianalisis secara gamblang.

Pemilu, termasuk Pilkades tahun ini sudah seharusnya menjadi pembelajaran untuk kita semua agar memiliki komitment kuat untuk memilih siapapun juga calon-calon yang ada di depan mata pada tempat-tempat pemungutan suara. Kita sebagai pemilih harus percaya bahwa mereka ialah para calon terbaik untuk kita dipilih. Para pemilih harus melepaskan diri dari fanatisme sempit terhadap SARA. Untuk itulah pentingnya pendidikan yang berbasis pada pluralistis diberikan untuk semua masyarakat. Bahwa masyarakat yang bemental pluralistik tidak berjuang untuk  kepentingan suku bangsanya, agamanya, rasnya, namun masyarakat yang bermental pluralistik harus berjuang untuk semua komponen bangsa  dalam masyarakat yang multikultural ini. Kini masyarakat multikultural Indonesia berada secara merata, bukan saja berada dan hidup di kota-kota namun juga di desa-desa di seluruh pelosok negeri. 

Masyarakat pemilih perlu memahami adanya kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, ras, etnik, kultur, agama dan bahasa. Semoga melalui kesadaran terhadap pendidikan seumur hidup (long life education) semua komponen semakin dewasa dalam memilih, termasuk berlapang dada dalam menghadapi kenyataan dalam Pemilu di bumi Pancasila yang menjunjung tinggi kebhinnekaan ini demi nilai-nilai berbangsa yang sehat dan utuh. Dengan pemahaman itu, semoga fenomena salah coblos semakin hilang dalam Pemilu tahun demi tahun.     

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun