Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Class Miting Content Competition for Teachers Period July-September 2022. (3). The 3rd Winner of Expat. Roasters Giveaway 2024.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Indonesia Bukan Milik Mbahmu (Analisis Kritis Atas Poster ICW)

3 Maret 2014   05:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:18 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto diambil dari: Http:// digicoll.manoa.hawaii.edu

Pendahuluan

Judul tulisan ini saya temukan ketika membaca sebuah Poster yang dikeluarkan oleh ICW (Indonesia Corrupton Watch). Sekilas saya sangat tertarik dengan Poster ini. Poster yang dikeluarkan ICW ini bergambar sebuah Simpul Tali yang terjalin dan biasanya digunakan oleh para peternak sapi atau kuda di NTT untuk mengikat sapi atau kudanya agar hewan-hewan itu dapat dengan tenang merumput di lapangan yang berisi rerumputan yang hijau.

Simpul Tali itu kelihatannya memang sangat kuat dan kukuh, bukan saja karena bahan pembuatannya yang berasal dari sejenis plastik yang kuat sekali, namun bahwa kemampuan ikatan dari Tali itu memiliki kemampuan daya ikat yang tinggi untuk membuat hewan yang diikat itu menjadi tak berdaya dan akan mengikuti apa yang dikehendaki oleh pemilik hewan-hewan yang diikat oleh Tali itu.

Simpul Tali yang digambarkan dalam Poster itu sebenarnya mau mendeskripsikan bahwa bila korupsi terjadi dan menjerat bangsa kita, maka masa depan bangsa kita menjadi terbelenggu dan terikat. Kita tidak akan menjadi maju. Korupsi yang telah membelenggu masa depan bangsa membuat bangsa menjadi kehilangan masa depan dan masa depan menjadi suram (Madesu=Masa depan suram). Maka maksud tulisan dalam Poster itu yang berbunyi: Indonesia Bukan Milik Mbahmu memiliki makna yang dimaksudkan oleh penulis Poster itu adalah mengajak para pembacanya untuk memerangi korupsi atau antikorupsi.

Sangat menarik untuk mengkaji tema Poster ini menjadi sebuah tulisan yang menarik yang di dalamnya berisi analisa kritis tentang makna di balik tema poster: Indonesia Bukan Milik Mbahmu. Kata Mbah secara etimologis berasal dari sebuah kata bahasa Jawa yang berarti nenek atau kakek atau leluhur dari seorang dari suku Jawa. Secara genealogis seseorang dari suku Jawa yang dilahirkan oleh orang tuanya memiliki kemampuan dan hak-hak untuk mewarisi minat, bakat, kekayaan, karya dan usaha dari mbahnya.

Hak warisan untuk hidup dan berkarya merupakan hak warisan yang bersifat turunan atau hubungan geneologis. Hal ini masih banyak ditemukan di wilayah pedesaan Jawa atau wilayah perkotaan di Jawa. Misalnya usaha peternakan, usaha tambang, usaha panganan atau makanan, batik, dll selalu merujuk pada turunan atau warisan dari leluhur atau mbahnya.

Pekerjaan atau profesi atau usaha karena warisan orang tua seringkali memang kebetulan saja terjadi apabila si anak sejak kecil selalu dibiasakan dengan situasi atau keadaan tersebut dalam keluarganya. Warisan gen atau turunan memperkuat pekerjaan atau usaha sang anak hingga akhirnya mampu berdiri sendiri dan mampu menjalankan perusahaan orang tuanya.

Pekerjaan atau penghidupan manusia yang berdasarkan keturunan pada masa sekarang ini, di Indonesia semakin berkurang. hanya keluarga-keluarga pemimpin adat tertentu yang masih mempertahankan ciri kepemimpinan berdasarkan keturunan. Sekarang ini, penghidupan berdasarkan keturunan mungkin hanya terdapat pada bagian kecil warga Indonesia dari suku Tionghoa.

Masyarakat telah beralih profesi atau pekerjaan. Mereka beralih pekerjaan dari faktor keturunan kepada faktor pendidikan, study dan kursus. Dengan demikian pekerjaan dan penghidupan manusia tidak bergantung sepenuhnya pada geneologis. Namun telah bergantung kepada minat, pilihan, pendidikan, study dan tugas.

Apalagi keadaan mayarakat modern itu sendiri telah didukung oleh kemajuan teknologi dan sistem-sistem demokrasi yang semakin maju dan berkembang hingga dewasa ini. Faktor geneologis atau keturunan menjadi semakin kecil dalam pekerjaan atau profesi. Orang lebih mementingkan minat, skill, profesionalisme, keterampilan/keahlian dan pendidikan.

Hal yang menjadi contoh adalah tentang usaha keluarga misalnya berjualan makanan tertentu dengan rasa dan nama tertentu merupakan hak turunan dari kakek/nenek kepada anak dan seterusnya kepada cucu-cucunya. Demikian juga misalnya hak dalam kepemilikan tanah, kepemimpinan adat dan kepemimpinan pemerintahan masih ditemukan adalah merupakan sebuah pekerjaan warisan turun-temurun. Meskipun jarang terjadi namun bahwa faktor genealogis seseorang juga bisa menjadi faktor penentu tampilnya seseorang sebagai pemimpin.

Dalam adat Jawa ada istilah Bibit, Bebet dan Bobot seseorang dalam karya dan kehidupan di tangah masyarakat. Sebab masyarakat Jawa berpendapat, faktor keturunan masih mempengaruhi keberhasilan dan kesejahteraan hidup seseorang, seperti pada peribahasa: Buah jatuh tidak jauh dari pohon, artinya, seseorang yang dilahirkan ke dunia ini, akan mewariskan sifat, watak, bakat, minat dan pekerjaan dari orang tua/mbahnya.

Di Indonesia, kita baru saja menyaksikan bahwa naiknya Megawati Soekarnoputri sebagai presiden ke-5 setelah KH Abdurahman Wahid karena faktor genealogis yakni faktor bahwa beliau adalah puteri sulung mendiang proklamator RI dan presiden pertama RI, Ir Soekarno. Selain itu, kita menyaksikan kepemimpinan Gubernur dan wakil Gubernur DI Yogyakarta yang selalu berasal dari keturunan Gubernur/Wakil Gubernur Yogyakarta sebelumnya, yang berasal dari kalangan Raja Yogyakarta dan Paku Alam.

Runtuhnya kepemimpinan berdasarkan genealogis secara inplisit dan eksplisit telah berlaku setelah Presiden Soekarno menyampaikan pidato pada tanggal 17 Agustus 1950, di mana dalam pidato itu, presiden Soekarno mengeluarkan dekrit tentang pembubaran RIS dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sejak saat ini, RIS menjadi bubar, kerajaan-kerajaan warisan kolonial Belanda telah secara resmi melebur ke dalam NKRI dan secara intensif mulai berlaku pemimpin yang dipilih berdasarkan sistem demokrasi Pancasila, di mana pemimpin dipilih berdasarkan kehendak rakyat dan diseleksi menurut kemampuan, kredibilitas, kualitas manusianya.

Indonesia Bukan Milik Mbahmu

Secara umum kalimat ini hanya mau membangkitkan semangat dalam perjuangan memberantas korupsi di Indonesia. Bangsa Indonesia yang berdiri sejak 17 Agustus 1945 ini merupakan bangsa yang lahir dari sejarah dan kesadaran berabad-abad. Perjuangan kemerdekaan bangsa mencapai puncaknya pada tanggal 17 Agustus 1945. Bangsa yang barus saja lahir itu melalui perjuangan panjang penuh darah dan air mata. Perang kemerdekaan berlangsung selama 5 tahun yakni 1945-1950.

Pada tanggal 27 Desember 1949, terjadi pengakuan kedaulatan (Menurut versi bangsa Indonesia adalah pengakuan kemerdekaan sedangkan menurut versi Belanda adalah penyerahan kemerdekaan kepada RIS) yang terjadi di Belanda dan Indonesia. Republik Indonesia Serikat (RIS) pun tak berumur lama karena kesadaran akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, maka Presiden Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 17 Agustus 1950 mengeluarkan dekrit Presiden untuk kembali ke NKRI dan pembubaran RIS.

Perjalanan sejarah bangsa penuh pergumulan dan jatuh bangun. Para pemimpin kita dari kepala desa hingga para pemimpin pusat cenderung memperlakukan dan memperalat kekuasaannya sesuai kepentingan dan kehendaknya sendiri tanpa menghiraukan kesejahteraan rakyat kecil. Perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme masih saja melekat dalam charakter beberapa oknum pejabat.

Mereka menjadi terbius dan terbiasa untuk merampas harta dan kekayaan bangsa demi kepentingan egoistis mereka. Harta dan uang rakyat pun dibawa kabur hingga keluar negeri. Perilaku KKN ini justeru seolah-seolah menjadi kebal terhadap hukum. Para pelaku KKN masih belum tersentuh hukum, mereka masih bebas berkeliaran bahkan melancong hingga ke luar negeri, seperti yang ditampilkan dalam kasus Mohammad Nasarudin.

Kasus KKN malah terkesan memiliki wajah yang ambigu. Di satu sisi para pelaku itu ditampilkan dan hukumannya dijatuhkan dalam sebuah sidang majelis hakim yang mulia, namun di satu sisi perilaku KKN itu sendiri masih ada dan tersembunyi di balik hukuman KKN itu.

Total pajak yang berhasil dikumpulkan oleh rakyat Indonesia dan perusahaan-perusahaan malah dianggap sebagai buah dari hasil kerja keras seorang Gayus Tambunan sehingga pajak-pajak tersebut tersimpan sebagai kekayaan pribadi Sang Gayus Tambunan, meskipun beliau hanya seorang PNS pada Dirjen Perpajakan Nasional.

KKN telah mewabah bagai Cendawan di musim hujan dan bagaikan Virus yang menyebar melalui udara, kemudian hilang tanpa berita. Ironisnya pemberantasan KKN di Indonesia ini! Para pelaku KKN telah berbuat seolah-olah NKRI ini merupakan sebuah perusahaan pribadi milik keluarganya. Mereka juga mungkin telah beranggapan bahwa NKRI ini adalah sebuah organisasi atau perusahaan yang diwariskan dari mbahnya, sehingga semua hasil pajak dan keuntungan menjadi miliknya.

Tingkah laku dan charakter para penguasa kita ini berbuah kecaman dari semua elemen masyarakat sehingga pada suatu waktu ada anjuran agar bila terbukti bersalah maka para pelaku KKN sebaiknya ditembak mati saja, seperti yang pernah terjadi di China, di mana seorang pelaku KKN telah divonis mati oleh pengadilan China dan telah dieksekusi mati. Buntutnya para pejabat China menjadi takut melakukan KKN.

Lain halnya dengan Indonesia. Justeru para pelaku KKN masih berkeliaran bebas dan bahkan mempermalukan bangsa Indonesia sendiri, seperti yang terjadi pada Mohammad Nazaruddin yang ditangkap petugas kemanan di sebuah negara di kawasan Amerika Latin dan menyimpan uang dalam kantongnya sebesar ribuan dolar. Nazaruddin malah diperlakukan sebagai seorang tahanan elit. Pemerintah RI telah mengorbankan uang rakyat untuk mencarter pesawat terbang langsung dari tempat Nasarudin di tahan.

Dengan menulis kalimat ini dalam Posternya, ICW setidak memberikan beberapa pesan bagi rakyat Indonesia umumnya dan para pejabat dan oknum pejabat di Indonesia, sebagai berikut:

Pertama, bagi rakyat Indonesia. Sarana-sarana dan fasilitas umum milik negara harus dijaga baik-baik. Fasilitas-fasilitas itu didirikan demi kesejahtaraan bangsa dan rakyat dan perlu digunakan sebaik-baiknya. Sarana dan fasilitas baik materia maupun immateri perlu digunakan bila perlu. Rakyat harus lebih hidup hemat, mencintai kesederhanaan dan dengan demikian dapat menjaga keutuhan hidup manusia, sesama dan lingkungan hidupnya.

Perilaku yang cenderung boros dan berlebihan sangat membahayakan hubungan antara manusia dan hubungan antara manusia dengan alam lingkungan yang kian parah kerusakan ekosistemnya. Penggunaan kekayaan material yang berlebihan dapat mengakibatkan manusia jauh dari relasi yang harmonis dengan Allahnya. Di samping itu, perilaku KKN merupakan cerminan dari makin meningkatnya kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat makin banyak dan mahal.

Bila dahulu kebutuhan masyarakat hanya sebatas pada kebutuhan pokoknya, namun sekarang makin meluas pada penggunaaan sarana-sarana teknologi yang canggih untuk merealisasikan eksistensi dirinya dan eksistensi itu sendiri bertujuan agar muncul pengakuan-pengakuan yang lebih luas dan umum terhadap karya dan eksistensi manusia. Maka perlu banyak biaya untuk usaha ini. Biaya-biaya ini sering tidak tertanggungkan, maka manusia selalu mencari jalan pintas dengan memalsukan identitas dan kegiatannya demi memperolah hasil yang pragmatis bagi eksistensinya sendiri dan kelompoknya.

Dalam kasus Mohammad Nasarudin dan Gayus Halomoan Tambunan, yang dipetontonkan ke publik adalah lebih kepada keterlibatan jaringan dan kelompok pelaku KKN. Artinya para pelaku KKN itu menjadi sebuah kelompok besar dan sering bersembunyi di balik tugas dan perintah negara. Mungkin saja mereka belum mampu memisahkan dan membedakan antara kepentingan pribadi, keluarga, agama, internasional, kelompok dan kepentingan bangsa dan negara.

Kurangnya mengakui perbedaan kepntingan dan bahkan hak milik atas materi menyebabkan manusia bisa saja sampai kepada sifat egoismenya untuk memperlakukan segala sesuatu menjadi miliknya. Kekayaan hasil rampasan dan tipu muslihat, cenderung dimanfaatkan manusia untuk memuaskan selera dan kebutuhan akan pengakuan terhadap eksistensi dirinya.

Kedua, bagi para pejabat di Indonesia yang sedang berkuasa. Pesan ICW jelas sekali bagi para pejabat di Indonesia yang sedang berkuasa. beberapa pesan itu bisa disebutkan di sini yakni jangan memperlakukan Indonesia sebagai sebuah perusahaan besar milik mbahmu. Indonesia bukan milik mbahmu. Indonesia adalah milik nilai-nilai Pancasila.

Pancasila mengajarkan bahwa manusia harus taat kepada norma-norma yang ada dalam hidup bermasyarakat seperti norma agama, norma adat istiadat, norma hukum, norma kesopanan, norma kesusilaan, norma teknologis. Mbahmu tidak mewariskan Indonesia untukmu agar kau bisa seenaknya memperlakukan seperti barang warisan yang bisa diperjualbelikan sesukamu.

Mbahmu tidak mewariskan Indonesia untukmu agar kau dapat seenaknya merampas kekayaan rakyat, memalsukan identitas palsu, mencuri dan mencaplok demi memuaskan nafsu dan seleramu yang sesat.

Mbahmu tidak mewariskan Indonesia untukmu agar kau seenaknya menakut-nakuti masyarakat lalu mencuri dan merampas harta bendanya. Mbahmu tidak mewariskan Indonesia agar kau bebas membunuh masyarakat dan merampas tanah-tanah pertanian dan kekayaan alamnya untuk kau jual demi kepentingan kelompokmu sendiri.

Tanah ini adalah tanah suci, ciptaan Allah yang dipinjamkan untuk kita gunakan sementara. Tanah ini adalah tanah titipan generasi manusia Indonesia yang kita pakai sementara, dan pada saatnya kita serahkan kembali kepada Allah dan kepada generasi yang akan datang. Anda dipilih untuk memegang amanah hati nurani rakyat yang suci dan utuh, bermoral, beradab, bermartabat sebagai bangsa yang sangat dihormati dan disegani bangsa lain selama berabad-abad.

Bekerja dan mengabdilah bagi kemanusiaan, bagi Allah dan bagi hati nurani rakyat dan hati nuranimu sendiri. Pada saatnya anda akan mempertanggung jawabkan semuanya kepada Allah dan kepada masyarakat Indonesia, kepada hati nurani dan kepada martabat manusia yang utuh dan bening.

Ketiga, pesan ICW bagi oknum pelaku KKN di Indonesia. Wahai para pelaku KKN yang telah, sementara dan akan ditahan dan diadili, sadarlah kalian bahwa bangsa ini telah memutuskan berperang melawan anda dan terorisme. Perang terhadap KKN dan terorisme merupakan parang yang sangat menentukkan sejarah perjalanan bangsa ke masa depannya. Anda telah memperlakukan bangsa ini sebagai objek untuk melayani kepentinganmu.

Anda telah melakukan pencurian, penipuan, perampokkan dan pemerasan terhadap rakyat dan mengambil uang rakyat secara tidak sah. Anda telah melawan kehendak hati nuranimu dan hati nurani rakyat. Sekarang masuklah ke dalam tempat yang paling gelap di penjara. Rasakan akibat dari kejahatanmu yang telah kau lakukan bagi rakyat, bangsa dan agamamu.

Semoga namamu tak akan hidup lagi sebagai teladan yang jelek bagi rakyat dan bangsa ini. Sekarang kebusukkanmu harus kau cium sendiri, dan rasakan sendiri dalam derita bathin dan derita fisik. Sebab seorang pencuri, perampok, pembunuh dan pendusta tak mungkin akan bebas. Dia telah terbelenggu akibat perbuatannya sendiri. Kau ternyata tidak mendengarkan petuah dan ajaran orang tuamu, para pendidikmu dan para pemimpinmu.

Mata dan telinga serta perasaanmu telah menjadi buta oleh kemilau materi yang kau lihat, dan kau telah tak tahan dengan keinginanmu dan melakukan KKN. Sekarang engkau harus merasakan penderitaan yang berkepanjangan akibat perilakumu yang egois ini.

Korupsi Menjerat Masa Depan Rakyat

KKN merugikan rakyat kecil dan masyarakat Indonesia umumnya. Perilaku KKN oleh segelintir pejabat yang korup sangat bertentangan dengan norma-norma dan hati nurani rakyat sendiri. Banyak dana-dana masyarakat telah habis akibat dikorupsi dan dipakai untuk kepentingan diri dan kelompok dari elit yang korup menyebabkan masyarakat bisa selalu tetap di landasan dalam pembangunan nasional. Pendidikan dan kesehatan masih jauh dari harapan kita semua. Akibatnya rakyat seolah-olah telah kehilangan masa depannya sendiri. Masa depan rakyat telah dirampas dan dijerat akibat perilaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Bila masyarakat telah dijerat dan kehilangan masa depannya maka para elit akan datang kembali dengan tawaran dan janji-janji yang menggiurkan dalam kampanye pemilihan legislatif daerah dan pusat dan juga pemerintah daerah dan pusat. Setelah memilih, masyarakat menjadi tidak digubris sama sekali. Malahan pemerintah berkolaborasi dengan LSM dan LSM telah melakukan berbagai kegiatan yang bernuansa menjual kemiskinan rakyat demi mengeruk keuntungan material.

Pemerintah menjadi bumerang bagi masyarakat pemilihnya. Mereka bukannya merealisasikan janji-janji kampanyenya namun merealisasikan ide-idenya dan ide-ide kelompoknya sendiri. Mereka telah menjerat masa depan rakyat dan membuat rakyat kehilangan masa depan dan askses-akses yang vital bagi kehidupan bermasyarakat.

Perilaku KKN menyerap begitu banyak biaya-biaya yang semula diperuntukkan untuk kepentingan rakyat menjadi sia-sia dan hampa. Para pelaku KKN ternyata berasal dari orang-orang yang secara intelektual tidak memiliki skill yang menggambarkan kemampuan intelektual yang sesuai, dengan sendirinya mereka tak bisa dijamin untuk secara intelektual dan emosi memiliki sekian banyak uang. Padahal uang tersebut sebenarnya diperuntukkan bagi pengembangan ekonomi dan kesejahteraan rakyat di desa-desa, melalui perbaikan pendidikan, ekonomi, otonomi, sosial, politik dan kebudayaan masyarakat desa.

Para pelaku KKN telah merusak masa depan masyarakat, khususnya masyarakat desa yang semakin termarginalisasi karena ditindas sedemikian lama. UU Desa yang merupakan dambaan masyarakat Desa hingga saat ini belum ditetapkan, padahal UU Desa merupakan sebuah keharusan bagi terciptanya demokrasi, otonomi dan pemberdayaan masyarakat desa menuju kesejahteraan.

Masyarakat desa justeru menjadi korban dalam pembangunan ini. Hak-hak ulayat masyarakat adat belum mendapatkan pengakuan secara maksimal oleh pemerintah. Sering terjadi pencaplokan tanah-tanah warga secara membabi buta oleh institusi yang merasa dirinya lebih solid, kuat dan berkuasa.

Pembangunan desa bisa digambarkan sebagai perampasan hak-hak warga desa, perampasan akses-akses kekayaan warga, dan penyangkalan hak-hak ulayat masyarakat adat. Ini sebuah simbol betapa runyamnya strategi pembangunan wilayah pedesaan hingga saat ini.

Lebih merepotkan adalah bila pemimpin pemerintah sendiri yang ketika Pilkada berusaha merebut simpati warga desa di kampung-kampung, namun setelah terpilih bersikap menyerang dan mengkriminalisasi masyarakat adat. Kriminalisasi masyarakat adat dan masyarakat desa kini berlangsung intensif pada hampir seluruh masyarakat desa di kawasan Indonesia. Terjadi saling serang antara suku, saling konflik dan saling pukul antara masyarakat kampung.

Kriminalisasi masyarakat adat di desa-desa berindikasi merusak masa depan warga yang tak bersalah dan seharusnya perlu di dampingi secara tuntas. Menghadapi kenyataan ini, sering para pemimpin agama juga hanya tinggal diam saja, tak berusaha untuk mengatasi kenyataan ini, sebab kelihatannya para pemimpin agama telah lama berkolaborasi dengan pemimpin pemerintahan dan mengorbankan rakyat desa. Ini sebuah bentuk penghancuran masa depan rakyat yang tak bersalah dan berdosa. Sementara para pelaku KKN dibiarkan bebas dan merajalela.

Penutup

Bunyi kalimat dalam Poster yang dikeluarkan ICW (Indonesia Corruption Watch) ini sangat bagus dan memiliki misi yang sangat suci, apalagi tulisan yang terdapat di bawah Poster itu menggambarkan bahwa misi suci itu sangat urgen bagi bangsa Indonesia sendiri. Bahwa bila pelaku KKN itu dibiarkan merajalela maka masa depan rakyat akan menjadi suram sebab Korupsi menjerat masa depan rakyat. Sebuah formulasi kalimat yang sangat bermoral. Namun beberapa kelemahan dapat disebutkan di sini yakni:

Pertama, ICW kelihatannya lebih berkiblat ke atas, ke kalangan penguasa pusat. ICW lebih sibuk menyelamatkan uang Triliyunan Rupiah dengan melakukan analisa dan perjuangan mengungkapkan kasus demi kasus di tingkat pusat. Padahal untuk kepentingan perang terhadap KKN telah ada lembaga yang diakui negara yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Lembaga ini seharusnya lebih berperan dalam sosialisasi pemberantasan Korupsi ketimbang ICW yang merupakan lembaga nirlaba bentukan swasta. KPK seharusnya bukan hanya sibuk mengungkapkan kasus-demi kasus KKN yang melibatkan kalangan penguasa pusat, namun seharusnya KPK lebih proaktif dalam sosialisasi terhadap tugas dan wewenang KPK terhadap masyarakat. KPK juga harus menunjukkan kinerja yang lebih berkualitas terhadap usaha pemberantasan KKN di Indonesia.

Kedua, ICW dan KPK seharus bekerja dengan orientasi mempercepat kemandirian, otonomi dan demokrasi masyarakat pada tataran bawah yakni masyarakat Desa. Dengan melakukan penekanan terhadap kalangan pemimpin pusat yang terlibat KKN, dengan itu diharapkan dapat membawa implikasi besar bagi penguatan masyarakat desa yang selama ini termarginalkan dan dilupakan oleh pemerintah pusat, padahal masyarakat kota selama ini sangat tergantung pada hasil-hasil dari masyarakat desa seperti produk kayu, sayur mayur, pisang, dan hasil tambang lainnya. Ada indikasi bahwa program kerja dari ICW dan KPK menjadi kurang terarah dan terencana dengan baik.

Perlu dijelaskan misi yang sesungguh terhadap pemberantasan KKN oleh lembaga seperti ICW dan KPK. Apakah dampak yang ditimbulkan pada masyarakat marginal desa? Mengapa tidak segera saja melarikan uang-uang itu kepada penguatan masyarakat desa, bagi perbaikan demokrasi, partisipasi masyarakat desa, penguatan aparat desa, perbaikan ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, teknologi dan kesejahteraan masyarakat desa?

Bila orientasi dari ICW dan KPK hanya terbatas pada pusat dan melupakan lembaga pada tataran rendah seperti desa terabaikan maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam pembangunan nasional. Pembangunan nasional akan terlihat pincang karena banyak biaya lebih ditujukan kepada pusat dari pada kepada desa-desa di seluruh Indonesia, sebagai tingkatan pemerintahan yang termarginalkan selama berabad-abad, sejak zaman kolonial hingga saat ini.

____________________________________

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun