Kasus KKN malah terkesan memiliki wajah yang ambigu. Di satu sisi para pelaku itu ditampilkan dan hukumannya dijatuhkan dalam sebuah sidang majelis hakim yang mulia, namun di satu sisi perilaku KKN itu sendiri masih ada dan tersembunyi di balik hukuman KKN itu.
Total pajak yang berhasil dikumpulkan oleh rakyat Indonesia dan perusahaan-perusahaan malah dianggap sebagai buah dari hasil kerja keras seorang Gayus Tambunan sehingga pajak-pajak tersebut tersimpan sebagai kekayaan pribadi Sang Gayus Tambunan, meskipun beliau hanya seorang PNS pada Dirjen Perpajakan Nasional.
KKN telah mewabah bagai Cendawan di musim hujan dan bagaikan Virus yang menyebar melalui udara, kemudian hilang tanpa berita. Ironisnya pemberantasan KKN di Indonesia ini! Para pelaku KKN telah berbuat seolah-olah NKRI ini merupakan sebuah perusahaan pribadi milik keluarganya. Mereka juga mungkin telah beranggapan bahwa NKRI ini adalah sebuah organisasi atau perusahaan yang diwariskan dari mbahnya, sehingga semua hasil pajak dan keuntungan menjadi miliknya.
Tingkah laku dan charakter para penguasa kita ini berbuah kecaman dari semua elemen masyarakat sehingga pada suatu waktu ada anjuran agar bila terbukti bersalah maka para pelaku KKN sebaiknya ditembak mati saja, seperti yang pernah terjadi di China, di mana seorang pelaku KKN telah divonis mati oleh pengadilan China dan telah dieksekusi mati. Buntutnya para pejabat China menjadi takut melakukan KKN.
Lain halnya dengan Indonesia. Justeru para pelaku KKN masih berkeliaran bebas dan bahkan mempermalukan bangsa Indonesia sendiri, seperti yang terjadi pada Mohammad Nazaruddin yang ditangkap petugas kemanan di sebuah negara di kawasan Amerika Latin dan menyimpan uang dalam kantongnya sebesar ribuan dolar. Nazaruddin malah diperlakukan sebagai seorang tahanan elit. Pemerintah RI telah mengorbankan uang rakyat untuk mencarter pesawat terbang langsung dari tempat Nasarudin di tahan.
Dengan menulis kalimat ini dalam Posternya, ICW setidak memberikan beberapa pesan bagi rakyat Indonesia umumnya dan para pejabat dan oknum pejabat di Indonesia, sebagai berikut:
Pertama, bagi rakyat Indonesia. Sarana-sarana dan fasilitas umum milik negara harus dijaga baik-baik. Fasilitas-fasilitas itu didirikan demi kesejahtaraan bangsa dan rakyat dan perlu digunakan sebaik-baiknya. Sarana dan fasilitas baik materia maupun immateri perlu digunakan bila perlu. Rakyat harus lebih hidup hemat, mencintai kesederhanaan dan dengan demikian dapat menjaga keutuhan hidup manusia, sesama dan lingkungan hidupnya.
Perilaku yang cenderung boros dan berlebihan sangat membahayakan hubungan antara manusia dan hubungan antara manusia dengan alam lingkungan yang kian parah kerusakan ekosistemnya. Penggunaan kekayaan material yang berlebihan dapat mengakibatkan manusia jauh dari relasi yang harmonis dengan Allahnya. Di samping itu, perilaku KKN merupakan cerminan dari makin meningkatnya kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat makin banyak dan mahal.
Bila dahulu kebutuhan masyarakat hanya sebatas pada kebutuhan pokoknya, namun sekarang makin meluas pada penggunaaan sarana-sarana teknologi yang canggih untuk merealisasikan eksistensi dirinya dan eksistensi itu sendiri bertujuan agar muncul pengakuan-pengakuan yang lebih luas dan umum terhadap karya dan eksistensi manusia. Maka perlu banyak biaya untuk usaha ini. Biaya-biaya ini sering tidak tertanggungkan, maka manusia selalu mencari jalan pintas dengan memalsukan identitas dan kegiatannya demi memperolah hasil yang pragmatis bagi eksistensinya sendiri dan kelompoknya.
Dalam kasus Mohammad Nasarudin dan Gayus Halomoan Tambunan, yang dipetontonkan ke publik adalah lebih kepada keterlibatan jaringan dan kelompok pelaku KKN. Artinya para pelaku KKN itu menjadi sebuah kelompok besar dan sering bersembunyi di balik tugas dan perintah negara. Mungkin saja mereka belum mampu memisahkan dan membedakan antara kepentingan pribadi, keluarga, agama, internasional, kelompok dan kepentingan bangsa dan negara.
Kurangnya mengakui perbedaan kepntingan dan bahkan hak milik atas materi menyebabkan manusia bisa saja sampai kepada sifat egoismenya untuk memperlakukan segala sesuatu menjadi miliknya. Kekayaan hasil rampasan dan tipu muslihat, cenderung dimanfaatkan manusia untuk memuaskan selera dan kebutuhan akan pengakuan terhadap eksistensi dirinya.