Peristiwa yang sedang terjadi di JIS setidaknya merefleksikan kepada seluruh sistem pendidikan di tanah air bahwa penegakkan norma-norma di sekolah dan masyarakat merupakan harga mati dan tak dapat ditawar-tawar. Sejak lama, lembaga pendidikan telah disoroti sebagai tempat di mana pelanggaran norma kesusilaan sering terjadi. Fenomena ayam kampus menunjukkan salah satu sisi dari gejala pelanggaran norma kesusilaan itu. Bentuk pelanggaran norma-norma merupakan kenyataan yang paling mudah dan sering diawasi dari pada mengawasi kecerdasan spiritual atau emosi. Apakah arti semua kecerdasan yang sering menjadi titik perhatian di sekolah bila norma-norma hidup bersama telah diabaikan atau dilanggar? Jawabannya sederhana, bila norma-norma telah dilanggar maka semua kesalehan akan hilang dan berlalu, seperti dilukiskan dalam Peribahasa: Karena nila setitik maka rusak susu sebelangga
Tadi pagi sebelum berangkat mengajar ke Sekolah, saya sempat menonton wawancara Reporter Metro TV dengan Kepala sekolah JIS, Timmothy Carr. Saya bersyukur bahwa saya masih dapat mengikuti wawancara itu meskipun saya kemudian lupa beberapa cuplikan isi wawancara itu. Namun seingat saya, pada akhir wawancara itu, saya mendengar sikap baik dari Sang Kepsek JIS. Dia mengatakan bahwa kasus ini membuka mata pihak JIS untuk lebih ketat lagi dalam mengawasi perilaku para petugas cleaning service dalam lingkungan JIS. Dia mengakui bahwa para pekerja cleaning service yang diduga terlibat kasus Paedofilia itu merupakan para pekerja yang bekerja dengan sistem kontrak untuk beberapa tahun.
Namun dengan adanya kasus ini, Kepsek JIS Timmothy Carr sudah menyatakan telah memberhentikan kontrak dari para pekerja cleaning service itu. Selanjutnya dia memastikan bahwa ke depan pihaknya akan semakin teliti dalam mengawasi para pekerja cleaning service. Lagi pula pihaknya akan merekrut cleaning service untuk bekerja di dalam rumah. Selama ini para petugas cleaning service bekerja dengan sistem out home/ atau di luar rumah, dalam arti setelah bekerja beberapa jam, mereka pulang kembali ke rumahnya. Kasus memalukan Paedofilio di TK JIS menyeruak ke permukaan, dunia Pendidikan Indonesia merasa geram.
Peristiwa bunuh diri yang dilakukan Azawar sebagai salah satu terduga pelaku kejahatan Paedofilio itu memang menunjukkan bahwa penegakkan norma-norma dalam lingkungan Pendidikan di Indonesia merupakan harga mati. Sebagai bangsa beradab yang taat kepada norma-norma, perilaku Paedofolio jelas merupakan sebuah kejahatan fatal karena melawan norma-norma dalam hidup bersama seperti norma kesusilaan, norma hukum dan sopan santun.
Dengan itu kita tidak boleh mempersoalkan sah tidaknya pendirian TK JIS, yang disinyalir sebagai TK yang tidak memiliki ijinan sebaliknya kita perlu mengakui bahwa Jakarta International School (JIS) merupakan sekolah Internasional milik AS yang telah berdiri di Indonesia sejak tahun 1951, jelas anak sekolahnya merupakan orang-orang kaya, putera-puteri para ekspatriat. Menurut keterangan orang dekat di JIS, jumlah siswa/i sekolah ini sebesar 2600 orang siswa/i dengan 300 guru-guru dan 250 orang staf.
Bukan mustahil bahwa karena kemajuan sistem pendidikan JIS, tak satupun gerakan yang terjadi di lingkungan JIS bisa lolos dari perhatian pengelola JIS mengingat bahwa seluruh kompleks dan aktivitas JIS terpantau oleh sistem keamanan CCTV yang sangat ketat. Perilaku apapun yang terjadi termasuk di sudut paling rahasia di komplks JIS terpantau oleh CCTV. Namun dalam kasus ini, manejement JIS harus membuktikannya antara lain melalui peralatan elektronik CCTV yang terpasang di ruangan JIS untuk membuktikan kebenaran tuduhan terhadap kejahatan paedofilio sesuai laporan yang dilimpahkan ke Polisi yang mana di dalamnya memuat kecurigaan bahwa pelakunya diduga merupakan karyawan JIS.
Pertanyaan kita ialah sejauh manakah keefektifan peralatan CCTV? Saya mendapat kesan bahwa tuduhan perilaku paedofilia yang menimpah tenaga cleaning service yang merupakan tenaga kerja pribumi dan tenaga kerja out sourcing itu jelas sangat merendahkan andaikan tuduhan itu terbukti hanyalah upaya mengalihkan persoalan sebenarnya.
Pertanyaan kita dibalik kasus paedofilio ini ialah mengapa sosok para petugas cleaning service yang begitu lugu dan sederhana tega dituduh telah melakukan kasus kejahatan yang begitu besar kepada para siswa/i TK JIS yang merupakan orang-orang yang seharusnya perlu mereka lindungi? Faktanya jelas dimuka publik melalui Media-Media bahwa beberapa pekerja JIS itu kini sedang ditahan di Polda Metro Jaya, seorang dari tersangka itu, Azwar akhirnya tewas bunuh diri di Toilet. Para siswa/i JIS ialah anak-anak eskpatriat, putera/i orang kaya dan berkulit putih. Jangankan menyentuh, menegur saja atau menjalin hubungan dengan apapun dengan mereka oleh seorang cleaning service saja sangat dilarang.
Tetapi kita yakin bahwa kematian Azwar adalah bukti betapa penegakkan norma-norma dalam masyarakat dan sekolah merupakan harga mati. Meskipun, mungkin Azwar bukanlah pelaku paedofolio yang menimpah para siswa/i JIS namun tentu ada dugaan pula bahwa dia dan kawan-kawannya yang dilaporkan ke Polisi merupakan para pelaku tindakan immoral sebelumnya. Andaikan benar-benar bahwa Aswar bunuh diri akibat kasus yang menimpah dirinya, itu berarti rasa malu dan rasa bersalah yang berlebihan telah membuat dia tega melakukan tindakan bunuh diri.
Namun saya yakin dan percaya bahwa apapun alasannya, kita perlu sadar bahwa penegakkan norma-norma dalam lingkungan sekolah merupakan harga mati. Norma-norma di sekolah dan masyarakat harus dijunjung tinggi. Pelanggaran terhadap norma-norma apapun bentuknya akan mendapat hukuman berat, apalagi dalam lingkungan JIS, sebuah sekolah internasional yang sangat mudah untuk disoroti secara internasional.
__________________________________________