Hari ini, TNI merayakan HUT ke-69, hari yang penuh kebahagiaan bagi keluarga besar TNI khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya dalam pawai-pawai nan meriah. Namun di balik ceritera-ceritera kepahlawanan TNI selama masa berdirinya hingga dalam usia ke-69, yang sangat berkesan bagi saya dan membuat saya terkenang selalu ialah Operasi Seroja untuk masuk wilayah Timor-Timur.
Sesuatu yang patut juga disayangkan ialah ternyata meskipun Operasi Seroja itu untuk kepentingan gerakan penyerangan ke wilayah Timor-Timur yang menjadi basis kekuatan Fretelin, namun juga ternyata wilayah perbatasan Belu, mendapat akibat dari operasi Seroja itu.
Singkatnya wilayah Belu, sedikit-sedikitnya telah terkena imbas juga akibat operasi Seroja. Sejak tahun 1970, telah berdiri berbagai tangsi militer atau barak-barak tentara di Halilulik untuk mempersiapkan operasi. Ratusan tentara dan polisi bersenjata melatih pria-pria dewasa dari masyarakat setempat menjadi Hansip dan TBO untuk tenaga bantuan operasi. Pria-pria dewasa diperintahkan untuk selalu bersiaga sepanjang malam dengan parang atau lembing di tangan untuk ronda malam di depan pos-pos jaga malam yang dijaga secara terjadwal.
Jumlah besar tentara yang masuk ke wilayah Timor-Timur ternyata menimbulkan masalah (ini menurut kesaksian beberapa anggota Hansip setelah operasi Seroja selesai) karena ternyata di antara grup pasukan kita dalam jumlah banyak dengan persediaan senjata melimpah karena bantuan AS sering terjadi saling tembak karena keliru menerjemahkan perintah komandan. Hemat saya, mustahil untuk memburu hanya sekitar 1000 pasukan Fretelin kita menggunakan seluruh kekuatan penuh dengan kekuatan laut, udara dan darat. Sedangkan ketika itu, pihak Portugis hanya mengefektifkan sekitar 500 anggota pasukan Tropasnya di kota Dili yang kemudian mundur ke Pulau Atauro. Sebelum mundur, ke-500 anggota Tropas itu membagi-bagi senjata mereka kepada pasukan Fretelin yang kemudian lari ke hutan-hutan akibat kalah pertempuran di kota-kota.
Demi memburu pasukan Fretelin, pasukan-pasukan Hansip atau TBO kemudian masuk ke kampung-kampung di Timor-Timur lalu membakar kampung-kampung serta membawa penghuninya ke wilayah Indonesia di Timor Barat. Dengan keadaan yang serba menderita, orang-orang kampung itu direhabilitasi untuk bisa berbaur dengan masyarakat Indonesia. Dengan kelimpahan konsentrasi pasukan TNI, Hansip dan TBO, membuat wilayah-wilayah Timor Barat menjadi barak-barak militer yang kemudian membawa trauma psikologis bagi penduduk Timor Barat. Ceritera-ceritera tentang pertempuran di hutan-hutan membawa trauma tersendiri bagi anak-anak yang kemudian membuat mereka ketakutan sendiri dan telah membawa berbagai gangguan psikologis. Terlebih setelah TNI masuk wilayah Timor-Timur telah terbentuk pasukan milisi, atas dasar itu ternyata selalu ada masalisasi kekerasan oleh milisi bersenjata yang ikut juga melakukan berbagai gerakan kekerasan dengan senjata-senjata dengan peluru tajam.
Itulah pengalaman penuh jatuh bangun. Pengalaman pahit yang patut terkenang. Dalam usia 69 tahun ini, kita semua bangsa Indonesia tetap merasa bangga dengan kekuatan TNI saat ini. Hidup TNI, dan Marilah kita mengucapkan Dirgahayu TNI semoga selalu jaya di darat, laut dan udara untuk mengawal Indonesia dari berbagai serangan dalam dan luar negeri. Ya, Dirgahayu TNI ke-69!
 ]
____________________________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H