Menurut data rasional pada berbagai Biro resmi kependudukan di Indonesia jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 ialah 252.124.458 jiwa. Dari antara jumlah itu tahun 2014 hanya terdapat sebanyak 2.920.000 Guru di Indonesia. Dengan melihat angka-angka ini dapat dipastikan bahwa perbandingan jumlah Guru dan jumlah penduduk di Indonesia belum seimbang dan sesuai dengan (ini hanya asumsi saya saja) untuk keadaan ideal. Artinya kenyataan sekarang ialah terdapat satu Guru melayani secara riil sekitar 86 orang penduduk baik di kelas maupun di luar kelas pembelajaran riil. Angka ini hanyalah asumsi penulis saja, mengingat bahwa dalam zaman revolusi TIK ini, seorang Guru bisa melayani jutaan orang baik di dalam maupun di luar negeri. Di Indonesia, saya asumsikan saja bahwa rasio ideal ialah 1 Guru melayani sekitar 5-10 orang baik di kelas pembelajaran riil maupun di luar kelas pembelajaran riil. Untuk masa depan, rasio atau perbandingan ini akan terus berubah menuju keadaan ideal.
Dalam berbagai tulisan, kita selalu menemukan bahwa banyak orang selalu mempersalahkan Guru. Guru dipandang sebagai persoalan bukan solusi. Ini jelas-jelas salah. Padahal bila dicrmati baik-baik, Guru memegang peranan penting baik dalam Pendidikan maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Pada tataran ini, perlu kita memahami bahwa bila kita terus memacu Kompetensinya, Guru akan sangat menentukan dalam menyelesaikan persoalan bangsa ini. Guru menjadi kekuatan utama untuk menyelesaikan masalah-masalah Pendidikan bangsa dan masyarakat di mana dia tinggal.
Tengok saja, ketika Guru berada di sekolah dia didengar dan dicontohi para siswa/inya, lalu ketika dia berada di tengah-tengah masyarakat, di tetap menjadi suri teladan. Di masyarakat, Guru telah mentransformasikan dirinya menjadi pemimpin lokal di masyarakatnya baik di bidang agama (ibadah), pertanian, peternakan, dll.
Mengingat peranan Guru yang sedemikian kompleks sebagai pemecah berbagai masalah pendidikan maupun masyarakat, maka Kompetensi guru akan sangat menentukan dalam pergerakan pembangunan itu. Di Indonesia, jumlah Guru sebanyak 2, 92 juta orang itu kini memiliki persoalan besar menyangkut Kompetensi atau kemampuannya. Keprofesionalan yang dicita-citakan ternyata masih sebegitu jauh dan kompleks berbanding terbalik dengan keadaan ideal. Di negara-negara tetangga Indonesia, misalnya, Singapura dan Malaysia, banyak Kepala Sekolah maupun para Gurunya telah memiliki Kompetensi Akademik tinggi dengan menyandang berbagai gelar dari Universitas terkemuka di luar negeri.
Sementara itu, di Indonesia, hampir setengah dari jumlah guru-guru saja belum tamat S1/D4. Kompetensi yang rendah ini kemudian berimbas kepada mutu Pendidikan dan mutu kehidupan bermasyarakat. Rasio kini, 1 Guru Indonesia melayani 86 orang baik di kelas riil (kelas pendidikan) maupun (juga) di luar kelas riil. Tampaknya di atas angka ideal untuk kemajuan. Sebab dengan rendahnya Kompetensi Guru, kita tak terlalu berharap besar akan menggenjot kualitas Pendidikan Indonesia dan menuntaskan persoalan bangsa Indonesia.
Setiap tahun, pemerintah seharusnya memperbanyak jumlah Guru yang distudikan ke Universitas terkemuka dalam dan luar negeri demi menimbah sebanyak mungkin ilmu dan pengalaman berharga untuk kemudian diterapkan di Indonesia, di tengah-tengah masyarakatnya. Justeru hal itu dirasa sangat kecil sekali. Bahkan pemerintah NTT sendiri tercatat, hanya sedikit telah memfasilitasi pengiriman para Gurunya untuk study di luar negeri. Pemerintah menggelontorkan dana BOS jutaan Rupiah setiap tahun, tanpa mau menggenjot Kompetensi Guru dengan memberikannya kesempatan untuk bersekolah atau kursus di luar negeri.
Akibat kurang Kompetensi maka dana BOS yang digelontorkan telah dimanfaatkan secara kurang maksimal. Apalah artinya dana melimpah bila Kompetensi Gurunya lemah. Namun apabila Kompetensi Gurunya tinggi dengan berbagai gelar PhD luar negeri, misalnya, maka dana-dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) akan tepat sasar dan dapat bermutu.
Selain kurangnya Kompetensi Guru, para Gurupun sering dianggap sebagai masalah dan beban. Ini sangat keliru. Justeru keadaan ini terjadi di Indonesia di mana peranan Guru masih sangat dibutuhkan bukan saja di sekolah namun juga di tengah-tengah masyarakatnya. Seharusnya paradigma pola pikir masyarakat perlu diubah, bahwa Guru bukan penyebab banyak masalah namun merupakan faktor penentu dalam kemajuan pembangunan bangsa ini. Untuk mencapai ini semua, maka Guru perlu mengubah cara pandang dan cara bertindak untuk mengejar Komptensi pribadi sebanyak-banyak setiap hari. Tanpa usaha pribadi, akan sangat sulit bagi para Guru untuk maju. Selain itu, pemerintah harus menggenjot kualitas dan kuantitas guru setiap tahun. Para Guru perlu mengikuti kursus-kursus dan pendidikan di luar negeri dengan bantuan beasiswa pemerintah agar mereka dapat kembali dan membangun Pendidikan dan masyarakatnya secara berkualitas. Semoga harapan ini akan menjadi kenyataan.
_______________________________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H