Mengawali tugasnya sebagai Presiden RI setelah dilantik hari ini, 20 Oktober 2014, Presiden RI Ir H Joko Widodo berkenan menerima kunjungan bilateral PM Australia, Tony Abott di ruang Jepara, istana Merdeka malam ini. PM Tony Abott merupakan salah satu dari 17 kepala negara asing yang menghadiri pelantikan Presiden RI/Wakil Jokowi/JK. Selain Australia, tampak Presiden Timorleste Taur Matan Ruak dan Sultan Hasanal Bolqiah.
Menarik bahwa PM Australia itu mendapatkan kehormatan untuk langsung melakukan pertemuan bilateral langsung dengan Presiden RI yang baru saja dilantik beberapa jam yang lalu.
Kunjungan PM Australia membawa misi, bukan saja untuk hubungan persahabatan antara kedua negara namun setidaknya mengingatkan kita bahwa kepentingan negara-negara anggota Persemakmuran Inggris begitu tinggi atas Pulau Jawa yang dalam waktu singkat di masa lalu, pernah menjadi daerah kolonialisme Inggris di bawah Gubernur Jenderal Raflles. Dorongan kesamaan pengalaman masa lalu ini memungkinkan ada dorongan bawah sadar dari semua pemimpin RI untuk menjalin kerja sama dengan salah satu negara anggota Persemakmuran Inggris, misalnya, Singapura, Brunei, Malaysia, PNG dan Australia. Meskipun hingga kini, Indonesia tidak menjadi anggota Persemakmuran Inggris Raya, namun kedekatan Indonesia terhadap Inggris dalam pengalaman sejarah masa lalu, memang tak dapat dipungkiri.
Selain itu, Presiden RI Ir Joko Widodo dalam pidato pertamanya setelah dilantik di hadapan MPR dan para tamu negara sahabat menegaskan politik luar negeri yang bebas aktif dan menekankan bahwa perhatian utama RI pada masalah kelautan merupakan tugas pokok karena menyangkut peradaban masa depan RI. "Laut, selat dan teluk merupakan masa depan peradaban bangsa Indonesia", kata Presiden RI Joko Widodo. Di balik penegasan laut sebagai peradaban bangsa, kita mengenal sekurang-kurangnya 3 terminologi yang menandai laut sebagai peradaban masa depan bangsa:
1. Konsep Rantau
Kata rantau, merupakan konsep yang bermakna suatu tempat di luar kampung halaman. Tempat seseorang khususnya laki-laki beradu nasib dengan berdagang, menuntut ilmu namun selalu membawa ingatan akan kampung halamannya. Demikianlah terdapat daerah diaspora di Indonesia, di mana penduduknya hidup untuk mencari nafkah dengan berdagang, menuntut ilmu dengan selalu membawa ingatan atas kampung halaman dengan berbicara bahasa daerah. Kita mengenal adanya perkampungan subbangsa Bugis, subbangsa Bajo, subbangsa Minang, subbangsa Batak, dll di berbagai seantero Nusantara. Penduduk rantau bahkan ada yang berasal dari China, Arab dan India. Dalam skala besar, penduduk rantau ada yang didatangkan oleh kolonialisme Belanda untuk bekerja bahkan hingga ke Suriname atau Madagaskar, misalnya orang Jawa, Sumatra, dll. Juga kini terdapat penduduk yang didatangkan untuk mengolah perkebunan atau pertanian melalui program transmigrasi oleh pemerintah RI di Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Dinamika pendududuk rantau dengan segala keunikannya ikut mempengaruhi dinamika budaya, ekonomi dan bahasa masyarakat Indonesia.
2. Pesisir
Pesisir, secara harafiah merupakan daerah di tepi pantai atau daerah di tepi laut. Daerah pesisir biasanya dibarengi dengan konsep rantau di mana melalui laut, penduduk mencapai pesisir pulau-pulau Nusantara lalu mendirikan koloni-koloni kehidupan masyarakat, yang secara antropologis- budaya tetap mempertahankan ingatan akan daerah asalnya. Demikinlah kita mengenal adadaerah pesisir di mana terdapat penduduk subbangsa Bajo, subbangsa Minagkabau, subbangsa Bugis, dan berbagai subbangsa di Sumatera dan Jawa/Madura/Sunda. Konsep merantau melalui jalur laut yang kemudian tinggal di wilayah pesisir dianggap sebagai amanat budaya.
Dengan konsep rantau dan pesisr. kita mulai mengenal konsep pusat dan pinggiran. Kemudian oleh karena pengaruh pemerintahan kerajaan, hegemoni politik, pemerintahan, kesenian, agama dan perdagangan mungkin akan ikut berperanan di mana bisa diidentifikasikan hegemoni kerajaan tertentu yang kemudian dipandang sebagai pusat, dan kerajaan lainnya sebagai pinggiran.
Konsep rantau dan pesisir, dengan dinamika kehidupan budaya, agama, perdagangan, politik, dll secara eksistensial menghasilkan nama-nama besar kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, yang karena hegemoni politik, budaya, agama dan perdagangan, dll pernah bertindak sebagai pusat, dan kerajaan-kerajaan lain sebagai pinggiran. Pewarisan tatanan nilai ini bisa berlanjut pada masa kemerdekaan, di mana peradaban laut dan pesisir dengan konsep rantau ikut mempengaruhi dinamika politik, budaya, perdagangan, ekoniomi dan tata pemerintahan negara.
3. Melayu