"Memangnya Santri bisa apa? Bukannya mereka cuma belajar agama doang?." Mungkin ini pertanyaan yang selalu keluar dari mulut masyarakat. Sebagai individu yang telah dididik dengan nilai Islam, santri memiliki tanggung jawab untuk menjadi panutan dan membantu meningkatkan moralitas di masyarakat yaitu sebagai "Agent of Change". Dari sejarahnya, Santri adalah para mubaligh yang menyebarkan dakwah agama kepelosok. Selain mereka berdakwah, para mubaligh juga menikahi wanita setempat, berdagang, bahkan berpolitik disana. Ilmu yang diperoleh dari Pondok Pesantren tidak hanya dipendam, tapi mereka juga berusaha memberikan dampak bagi masyarakat. Mereka tidak hanya berilmu saja, tetapi mereka juga bertanggung jawab membawa ilmu ini keluar dari pesantren dan menyebarkan ilmu yang ia dapat
Santri di pesantren tidak hanya menerima pendidikan agama, tetapi juga nilai-nilai etika, moralitas, dan adab. Mereka diajari untuk berperilaku sopan, menghargai orang lain, dan menjalani kehidupan yang penuh tanggung jawab. Santri adalah orang yang mendalami agama dengan sungguh-sungguh, hingga ia menjadi orang yang sholeh. Mereka juga diajar untuk berakhlak mulia sehingga menjadi orang yang mampu bersikap sopan santun di manapun berada. Sopan dan santun adalah ciri khas mereka
Dengan pengajaran agama, pesantren melahirkan individu yang bernilai integritas tinggi dengan pemahaman Al-Quran dan Al-Hadits. Santri bisa contoh teladan bagi masyarakat, Santri dapat membimbing masyarakat untuk memahami batasan dan tanggung jawab sosial dalam bergaul. Santri bisa mengajak masyarakat untuk menjalani kehidupan yang sesuai nilai agama, tanpa meninggalkan kemajuan dan perkembangan zaman. Ilmu yang diajarkan dalam pesantren tentang keteladanan, teladan ini bisa memengaruhi orang-orang di sekitar mereka.
Di era Globalisasi ini, banyak informasi yang terus masuk tanpa berhenti dan tanpa batasan. Globalisasi adalah penyebaran informasi secara mendunia melalui media informasi dan komunikasi. Saat ini, banyak para santri dan mubaligh yang menyebarkan ilmunya melalui Media Sosial. Diderasnya arus ini, Santri dapat memainkan peran dalam mengedukasi masyarakat melalui media, santri bisa memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan pesan positif, dakwah, dan edukasi yang relevan dengan kehidupan saat ini. Santri juga bisa mengadakan kegiatan kajian-kajian, ceramah, dan penyuluhan di sekolah, kampus, atau lingkungan sekitar.Â
Santri juga bisa menjadi sebagai sosok yang demokratis berperan penting dalam mempromosikan nilai demokrasi, keadilan, dan partisipasi dalam berbangsa dan bernegara. Santri dibekali pemahaman tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara. Mereka belajar untuk menghargai perbedaan pendapat dan memahami pentingnya partisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Salah satu dampak dari keterlibatan santri dalam bernegara adalah lahirnya beberapa kebijakan yang untuk kepentingan umat Islam, seperti Undang-Undang Peradilan Agama. Selain itu, pengakuan terhadap pesantren dan lembaga pendidikan Islam lainnya.
Dalam pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto (1966--1998), santri dan kelompok Islam lainnya menghadapi ketegangan dengan pemerintah. Rezim Soeharto menerapkan kebijakan yang mengawasi dengan ketat organisasi keagamaan. Menjelang akhir 1980-an, Soeharto mulai membuka hubungan baik dengan kalangan Islam. Ini didorong oleh beberapa faktor, termasuk situasi politik yang menantang, meningkatnya tekanan dari kalangan Islam, dan upaya untuk mendapatkan dukungan umat. Salah satu kebijakan adalah berdirinya ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) pada 1990 yang dipimpin oleh B.J. Habibie. ICMI menjadi wadah bagi cendekiawan dan santri untuk berperan di dalam pemerintahan dan memperjuangkan aspirasi umat Islam. Pada era ini, mulai banyak tokoh dari kalangan santri dan cendekiawan Muslim yang dilibatkan dalam pemerintahan atau partai politik. Tokoh-tokoh seperti Abdurrahman Wahid (Gus Dur) muncul sebagai pemimpin NU (Nahdlatul Ulama) dan berperan sebagai suara kritis terhadap kebijakan pemerintah, meski NU pada masa itu tidak memiliki kekuatan politik formal.
Pada dasarnya, Santri memiliki peran sebagai sosok yang demokratis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka tidak hanya menerima pendidikan agama, tetapi juga memahami bentuk dari demokrasi. Sebagai Agent of change, Santri berperan dalam menyebarluaskan nilai-nilai demokrasi, mendorong keterbukaan dan transparansi, serta membangun toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Meskipun banyak berita terkait santri yang menyimpang atau tidak melakukan selayaknya ia santri, itu memang terjadi. Tak sedikit juga santri yang selesai ia mondok melupakan ilmunya dan jatuh ke pergaulan bebas. Meski tidak semua santri, ini bisa menimbulkan pandangan ketakutan atau skeptis terhadap santri dan pesantren. Hal ini adalah sesuatu yang harus diperhatikan oleh pemerintah agama untuk mempertahankan nama santri dan pesantren. Akan tetapi banyak yang menghargai peran santri sebagai agen perubahan dan pembawa nilai-nilai positif.
Pada dasarnya, Santri adalah sosok cendikiawan dan sebagai Agent of Change, mereka diharapkan mampu menjadi pelopor dalam mengembangkan pemikiran yang berakar pada nilai-nilai keislaman namun relevan dengan perkembangan zaman. Santri tidak hanya belajar ilmu agama tetapi juga mendalami pengetahuan umum, sehingga dapat menjembatani pemahaman keagamaan dan sains modern, sekaligus menjadi penggerak perubahan sosial di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H