[caption caption="Ilustrasi: Kompas.com"][/caption]Kata orang Jawa Barat cenah, mereun, sugan, MNA (Merpati Nusantara Airlines) akan terbang kembali. Mungkin Merpati mengudara kembali, ucapan pertama ya semoga, puji Tuhan, Insya Allah, gak salah berpikiran demikian. Suka gak suka, benar atau salah, nyata atau tidak nyata, mau mengakui atau menyangkal negara kita masih bisa disebut negara yang banyak mempraktekkan ketidakpastian.
Di jalan yang raya atau jalan yang cuma dibuat ala kadarnya (mending jaman Ahok sudah mulai dibuat trotoar buat pejalan kaki) di tengah kota, di luar kota memang ada yang pasti, pasti dibuat garis-garis, ada garis lurus gak terputus yang artinya gak boleh dipotong. Tapi, itulah Indonesia. Nyetir Mercedez terbaru pake dasi kacamata Rayban (Kw atau asli cuma dia yang tahu), enak aza tuh motong salip sana salip sini. Padahal di belakangnya dipasang sticker tanda pernah keluar negeri tetap juga gak tau aturan.
Ya bagaimana sih, cuma garis aza, pemisah jalan beton setinggi beberapa centimeter juga di terabas. Mungkin enaknya pemisah jalan dipasang deretan paku aza. Pantas lah aksi pengguna jalan kita cuma kelihatannya aza manusia, mungkin aslinya kampret. Rambu-rambu mau letter S letter P strip tidak ada pengaruhnya, tetap dilabrak. Berhenti seenaknya, angkot ngetem, parkir lama-lama gak ada rasa malu. Mungkin pengguna jalan kita siapapun apapun, utamanya sopir angkot buta huruf atau sedang kena katarak, atau malah buta warna, traffic light dilabrak juga.
Mungkin selain pelajaran agama, pengajaran budi pekerti zaman dulu perlu dimasukkan kembali sebagai bahan kurikulum pengajaran di sekolah. Selain pelajaran agama, juga ngajari sopan santun, tahu mana salah atau benar, sadar menghormati orang lain bila mau dihormati, punya toleransi tidak cuma mau diperhatikan diri sendiri aza dan lain lain.
Ya apa mau dibilang ternyata orang setaraf menteri aza kelakuannya gombal mukiyo, gak punya etika, saling "nyeneni" ngeledek nyindir sesamanya. Ya  bila para menteri itu memang  orang pintar yang sehat,  pasti sadar bila gak akur akan merendahkan derajat pimpinannya. Boss nya yang ngangkat mereka jadi Menteri yang diharapkan bukan kelas gombal mukiyo.
Balik ke kabar MNA akan "hiber" lagi dengan mengudarakan montor maburnya ya semoga menjadi kenyataan. Bukan cenah, bukan mereun, bukan sugan, bukan maybe.
Cuma perlu diingat kalo mau dibilang "kesalahan" MNA itu dalam operasionalnya, melupakan kekuatannya yang utama. MNA itu jagonya penerbangan perintis. Dulu di IRJA (sekarang Papua) MNA merajalela dengan Porter Pilatus, Twin Otter dan Dakota.Â
Juga Twin Otter menjelajah landasan yang relatif kecil mulai dari Sabang dan semua lapangan udara kecil diseluruh Sumatera, NTB, NTT, Maluku, Manado, sangir Talaud, Poso Palu Kendari Kalimantan dari Barat ke Timur hingga Merauke dan Pulau Rote tanah NKRI yang paling selatan.
Operasional perintis itu saat itu menjadi sumber duit MNA, itupun gak 100 persen. Ada juga yang dicuri oknum oknum tertentu. Dan yang hebat lagi penerbangan perintis dengan Twin Otter memberi pengalaman terbang yang luar biasa bagi para penerbangnya. Pilot-pilot yang sekarang dipakai sebagai penerbang operasional penerbangan nasional dan juga di luar negeri banyak yang mantan pilot MNA yang notabene pernah mengalami nikmatnya menerbangkan Twin Otter, pesawat jagoan, Pilot's dream.
Bahkan jangan heran atau kaget ada yang namanya Captain Unggul Luberezky yang menjadi Captain Indonesia pertama yang diberi wewenang sebagai PIC Pilot in Command Airbus 380 yang saat ini masih menjadi pesawat penumpang terbesar, dibesarkan sebagai pilot MNA. Terbang DHC 6 Twin Otter juga dia, membanggakan, HARUSNYA lebih dibanggalan dari pembalap F1 pertama Indonesia Rio  Haryanto yang orang Solo itu.
Harga mobil F1 ya gak ada apa apanya dibanding harga AirBus 380. Wah selangit. Garuda bukan tidak bisa beli A380, tapi mau di parkir dimana? Bandara kita biar disebut Internasional, jangankan nambah terminal ya gak usah sebagus Singapura atau Hongkong, bikin taxy way aza gak mampu. Misalnya Halim PK bagaimana mau disebut kelas Internasional, taxy way aza gak gablek. Jangan marah bila dibilang bego.
Karena itu MNA akan dihidupkan harus back to basic sebagai prioritas. Bayangkan dulu penerbangan perintis yang dimonopoli MNA sekarng jadi "bancaan" sekian perusahaan penerbangan, menguntungkan. Buktinya gak ada perusahaan yang berpartisipasi sebagai penerbangan perintis nyang bangkrut. Kecuali yang tidak memiliki management yang baik dan banyak pencuri didalamnya.
Rame-rame wilayah perbatasan yang langka transportasi, siapkan sejumlah Twin Otter seri terbaru pasti akan tercover. Twin Otter itu enggak memerlukan landasan yang bagus-bagus amat. Di Irja dulu landasannya yang tidak lebih dari 500 meter dibuat dengan cangkul, gak ada dan gak pake traktor (terimaksih kepada MAF Misionary Arm Force yang merintis penerbang perintis ini). Bila diguyur hujan pas seperti sawah yang siap dibajak, landasan yang bila dilihat "mewah" nya jauh dari semaraknya lapangan golf ditanah air, Â yang di Asia aza gak usah kelas yang biasa main di Agusta US Open.
Mengapa bisa gitu. Tanya aza pada PGI Persatuan Golf Indonesia? Gak mampu mengikuti tuntutan jaman. Bayangkan saja ada kelas junior dibawah 17 tahun tapi lucu jenakanya bila main di saat liburan atau hari Sabtu Minggu kudu bayar fee khusus fee liburan yang muuaahal. Orang punya otak pasti sadar bila junior itu punya waktu kesempatan saat libur sekolah. Waktu hari sekolah ya mesti sekolah. Tapi ya apa mau dikata para pengurusnya rata-rata pemilik lapangan golf yang lebih mementingkan cari coan daripada pembinaan generasi muda.
Penerbangan perintis ini selain masih diperlukan diwilayah NKRI yang terbelakang sebetulnya memiliki nilai strategi yang tinggi selain politis. Menyiapkan memberi ruang kerja bagi anak-anak muda yang telah mengikuti dan lulus di sekian puluh sekolah penerbang di negara kita, yang rata-rata setelah dua tiga tahun lulus belum dipekerjakan di perusahaan penerbangan negara kita.Â
Negara kita itu hebat tapi banyak gombalnya juga. Katanya setiap tahun dibutuhkan lebih dari 300 penerbang, tetapi ajaib sekian ratus lulusan sekolah penerbang masih nganggur. Dimana salahnya? Jangan tanya penulis, Menhub aza gak tau jawabannya!?
Ingat aza kita sudah dizaman Ekonomi  Asean terbuka, jangan kuuaaaget nanti bila justru bukan negara kita yang lebih interest cari rezeki di daerah atau di wilayah negara kita yang katanya masih ada yang terbelakang.
Semoga saja, the moment of trufth, kenyataan MNA terbang mengangkasa kembali dengan tenaga management yang profesional, nasionalis, beragama dan percaya Tuhan dan gak nyolongan. Gak diKPKkan Amin.
---
Capt.John Brata
Ketua Umum IAW Indonesia Aviation WatchÂ
Ben Sukma , Capt.Teddy Sukarno Sekjen
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H