CAROK
Karya : Arung Wardhana
SATU
MENJELANG MATAHARI TERBENAM, SEBUAH PERSAWAHAN, SUMENEP 1971. MATTINGLAN, 32 TAHUN,MENARIK TORYAH, 27 TAHUN, IA BERUSAHA MENANGKAP TORYAH KE PELUKANNYA, TORYAH BERUSAHA SEKUAT TENAGA MELEPASKAN DIRI. SYAFI’I, 10 TAHUN, ANAK TORYAH, IKUT MEMBANTU TORYAH AGAR LEPAS DARI TERKAMAN MATTINGLAN, MATTINGLAN MENYIKUT SYAFI’I HINGGA TERJENGKANG KE LUMPUR SAWAH.TORYAH TERUS BERTERIAK SEKUAT TENAGA AGAR LEPAS DARI TERKAMAN MATTINGLAN, BAHKAN BAJU BAGIAN BELAKANGTORYAH ROBEK.SYAFI’I BANGKIT DARI LUMPUR MENGGIGIT MATTINGLAN, TAPI MATTINGLAN MENGHEMPASKANNYA SEHINGGA KEMBALI TERJEREMBAB KE LUMPUR.
MURSIDI, 32 TAHUN,SUAMI TORYAH, MUNCUL MENERIAKI MATTINGLAN, “PATE’ CELLENG MOLOS “ ( ANJING HITAM MULUS ), SEHINGGA TERJADILAH ” CAROK “ , DUEL SATU LAWAN SATU DENGAN MENGGUNAKAN CLURIT.
DALAM DUEL ITU, MURSIDI RUBUH KE LUMPUR, DI HADAPAN TORYAH DAN SYAFI’I.TORYAH DAN SYAFI’I BERLARI MENDEKATI MATTINGLAN YANG BERSIMBAH DARAH.
MURSIDI SAKARATUL MAUT, LALU MENINGGAL DIIRINGI TERIAKAN DAN ISAK TANGIS TORYAH DAN SYAFI’I. MATTINGLAN TERDIAM DAN TAMPAK SANGAT TERTEKAN ATAS APA YANG BARU SAJA TERJADI.
MATTINGLAN: Aku akan bantu mengangkat jenazah suamimu ke rumah.
TORYAH: Aku tidak sudi kamu menyentuh tubuh suamiku.
MATTINGLAN:Ma’afkan aku Tor!
TORYAH: ( memandang sinis)Nyawa harus di balas nyawa.
MATTINGLAN: Aku mencintaimu Tor, sampai kapanpun aku ingin menikahimu
dan kita rawat anakmu bersama-sama.
TORYAH:Tidak mungkin. Sampai kapan pun. Aku tidak pernah mencintaimu
Sedikit pun!
MATTINGLAN SANGAT TERPUKUL MENDENGARNYA, IA BERUSAHA MENGHIBUR DIRINYA SENDIRI.
MATTINGLAN: Di pesisir itu,……..
TORYAH: Lupakan pertemuan pertama kita yang selalu kamu anggap bahwa
itu sejarahmu, bagiku pertemuan di pesisir itu justru awal maut
datang, kejadian Carokkeluarga Kak Makbul dan Kak Faizol sudah
mempertemukan kita pada kematian, aku sungguh menyesali
pertemuan itu, kalau aku tidak datang memberitahu Kak Makbul
bahwa anaknya mati karena sakit, mungkin hari ini yang ku
cintaitidak akan mati di tanganmu, anjing!
MATTINGLAN:Karena itu aku ingin menebusnya.
TORYAH: Tentunya kamu sudah tahu apa yang semestinya aku lakukan?
MATTINGLAN: Ya.
TORYAH: Tentunya kamu sudah tahu setelah Mursidi di kubur?
MATTINGLAN: Ya
TORYAH: Lebih baik kamu mempersiapkan diri sebelum malaikat pencabut
nyawa mendatangimu.
MATTINGLAN: Beri aku kesempatan Tor!
TORYAH: Aku dan anakku kehilangan orang yang kami cintai, lantas kamu
memintaku kesempatan?
TORYAH: Jangan pura-pura tak mengerti bangsat! Sebelas tahun kami hidup
bersama dengan Mursidi, dan sekarang kamu rampas segalanya,
kamu ambil kebahagiaan terbesar dalam hidupku... (jeda )
Kelak Syafi’i akan membalas semua ini...
(Memandang pada anaknya)
Lihatlah Cong! Jelling Cong! ( Cong; Panggilan orang tua pada anak
laki-lakinya ) Laki-laki yang ada di depanmu sekarang, laki-laki
yang sudah membunuh Bapakmu,kelak kamu harus
membunuhnya pula!
SYAFI’I TERDIAM MENATAP MATTINGLAN, MATTINGLAN MEMBALAS TATAPANNYA, IA MERASAKAN DENDAM MULAI MERASUKI PIKIRAN ANAK ITU.
TORYAH DAN SYAFI’I BERSUSAH PAYAH MENGANGKAT JENAZAH MURSIDI. MATTINGLAN HANYA MENATAP DALAM DIAM. DALAM KECAMUK PIKIRAN DAN PERASAAN.
DUA
§PAGI, TERAS RUMAH TORYAH ( Sumenep 1971 )
§MATTINGLAN MUNCUL MENGUCAPKAN SALAM.
MATTINGLAN: Assalamu’alaikum............Assalamu’alaikum.
MARHAMAH : Walaikumsalam (Kaget Demi Melihat Mattinglan)
(Mattinglan Langsung mencium tangan Marhamah yang tampak menahan emosi)
MATTINGLAN: Saya datang ke sini ingin meminta ma’af pada Toryah, termasuk pada Bu
Marhamah dan Pak Syahrowi.
MARHAMAH:Perbuatanmu sudah merusak semuanya, kematian Mursidi menyebabkan
Toryahtidak waras. Dia mempengaruhi anaknya untuk menuntut balas
atas kematian bapaknya. Saya sudah mencoba mencegahnya karena saya
tidak ingin ada carok lagi.Tapi saya, Ibunya, malah dianggap berpihak
pada kamu.
MATTINGLAN: Ma’afkan saya Bu Marhamah. Apa yang harus saya lakukan untuk
mengubah semuanya jadi lebih baik?
MARHAMAH: Tidak tahu.Bahkan suami saya malah menyumbat mulut saya, mengikat
tangan saya, atas perintah Toryah agar saya tak bisa mencegah kepergian
Syafi’i ke padepokan silat Ramah Muchlis.”
MATTINGLAN: Kabar kepergian Syafi’i ke padepokan silat, saya sempat mendengarnya, tapi mohon ma’af, bukan bermaksud sombong, Toryah terlalu terburu-buru menentukan waktu pertarungan, meskipun saya tahu Ramah Muchlis banyak melahirkan jawara tangguh dalam waktu singkat sekalipun, tapi tak semuanya akan berhasil dengan baik, saya khawatir justru terjadi hal sebaliknya.
MARHAMAH: Apa maksudmu?
MATTINGLAN: Saya tak ingin membunuh anak saya sendiri.
MARHAMAH: Saya tidak tahu maksud perkataanmu...
MATTINGLAN: Syafi’i seperti anak saya sendiri, justru karena itu Bu Marhamah,
saya ingin menebus kesalahan saya dengan menikahi Toryah.“
MARHAMAH KAGET MENDENGARNYA. TORYAH YANG BARU DATANG LANGSUNG BERTERIAK KERAS DARI LUAR SETELAH MELIHAT MATTINGLAN.
TORYAH: Pergi dari sini!
MATTINGLAN: Aku tidak akan pergi sebelum kamu menerima pinanganku.
TANPA BANYAK BICARA TORYAH KELUAR, MENUJU HALAMAN BELAKANG RUMAH.
MARHAMAH: Sungguh kamu ingin meminang Toryah?
MATTINGLAN: Ya. Saya sejak dulu mencintainya
MARHAMAH: istri dan anakmu?
MATTINGLAN:Kami sudah bercerai, saya tidak pernah bisa mencintainya.
MARHAMAH TERDIAM, TORYAH MUNCUL MEMBAWA KOTORAN SAPI, LALU MELEMPARKAN KEMATTINGLAN MENGENAI TUBUH DAN WAJAHNYA, MATTINGLAN BERUSAHA MENGENDALIKAN DIRI.
TORYAH:(SEMBARI MELEMPARKAN KOTORAN SAPI ) Pergi bajingan! Rumahku
dan hatiku haram untukmu!
MATTINGLAN: Aku mohon Tor, beri aku kesempatan kedua!
TORYAH MELUDAHI WAJAH MATTINGLAN, MATTINGLAN BERGEMING. TORYAH PERGI DARI HADAPANNYA.
MATTINGLAN: Tolong Tor!
TORYAH: Kamu tuli sehinggatidak bisa mendengar kata-kataku, tidak ada darah
yang percuma, semuanya harus kamu bayar. Dengar baik-baik, aku
bersumpah sekali lagi demi darah suami yang aku cintai, aku sangat
membencimu sebelum kamu mati di tangan anakku.
MATTINGLAN TERDIAM, BU MARHAMAH COBA BERBICARA MENASEHATI.
MARHAMAH: Beng ( Panggilan orang tua pada anak perempuannya ), ada baiknya
kamu pikirkan lagi...
TORYAH: (MEMBENTAK) Cukup Mbok, saya tidak pernah mengulang lagi
keputusanku, jadi jangan sampai hubungan antara anak dan Ibu berakhir
karena masalah ini.
MARHAMMAH MAU MELANJUTKAN PEMBICARAAN, TAPI TORYAH MASUK KE KAMARNYA. MELIHAT KEADAAN SEMAKIN TEGANG, MATTINGLAN BERPAMITAN. MARHAMAH MENUJU TERAS RUMAH DAN DUDUK DI SANA. TAK LAMA KEMUDIAN SYAHROWI, SUAMI MARHAMAH, DATANG.
MARHAMAH: Mattinglan mau menikahi Toryah, ia baru saja melamarnya.
SYAHROWI: Mau mengelak dari kematian dia..
MARHAMAH: Tanpa cara itu, kalau Tuhan berkehendak mati, maka Mattinglan akan
mati.
SYAHROWI: Jangan memperkeruh keadaan!
MARHAMAH:Keadaan yang tidak memihak saya, sejak kita menikah saya selalu sabar
menghadapi keadaan, sama halnya ketika Mursidi belajar sabar
menghadapi Toryah, dan sampai detik inipun saya masih saja di minta
untuk bersabar.
SYAHROWI: Kamu menyalahkan aku?
MARHAMAH:Kalau saya menyalahkanmu, kita akan sering bertengkar.
SYAHROWI: Bertengkar dalam rumah tangga adalah hal biasa.
MARHAMAH: Ini bukan masalah rumah tangga, ini soal agama dan tradisi.
SYAHROWI: Apa kamu sudah memahamiapa itu agama, apa itu tradisi. Kalau kita
bicara agama, kamu hanya memasuki ruang kewajiban saja, kalau kita
bicara tradisi, kamu hanya bicara segi negatifnya.
MARHAMAH: Saya tak perlu memahami dengan caramu. Yang pasti hati saya masih
bisa membedakan mana yang hak mana yang bukan.
SYAHROWI: Kamu Cuma membuat semua ini makin sberat.
MARHAMAH: Jadi saya harus diam?
SYAHROWI: Itu lebih baik.
MARHAMAH: Sampai kapan?
SYAHROWI: Sampai masalah ini selesai.
MARHAMAH: Sampai Syafi’i mati di tangan Mattinglan?
SYAHROWI: Kalau kau masih menentang tradisi carok, kau akan di usir dari kampung
ini.
MARHAMAH: Tradisi yang kau bela itu cuma alat kaum kafir penjajah untuk mencerai
beraikan semua orang di tanah ini. Jadi kenapa kita tak mau memberikan
kesempatan pada Mattinglan. Untuk apa membalas dendam pada orang
yang mau menebus kesalahan dan mempertanggungjawabkan
perbuatannya?
SYAHROWI: Kamu tidak memahami persoalannya.
MARHAMAH: Justru karena saya memahami, maka saya bisa mengatakannya. Delapan
tahun tidak akan cukup bagi Syafii menempa diri di Padepokan untuk
mengalahkan Mattinglan. Dia bukan jawara biasa! Kau dan Toryah
sedang menyiapkan kematian Syafii.
SYAHROWI: Saya akan memohon pada Ramah Muchlis agar menurunkan semua ilmu
bela dirinya pada Syafi’i.
TIGA
§MALAM, HUTAN ( Sumenep 1974 )
§SYAFI’I, 13 TAHUN, MUNCUL BERLARI SEMBARI MEMEGANG CLURIT, DI KEJAR BEBERAPA ANAK SEUSIANYA, ADA SEKITAR SEBELAS ANAK YANG MENYERANGNYA DENGAN CLURIT, SYAFI’I BERUSAHA MENGHINDARI PUKULAN, TENDANGAN DAN SABETAN CLURIT YANG MENGARAH KE TUBUHNYA, IA TAMPAK LINCAH MENUNDUK DAN MELOMPAT, SERTA MELAKUKAN SALTO, LALU MEMUKUL DAN MENENDANGNYA.
§ADEGAN PERTARUNGAN INI BAGIAN DARI SESI LATIHAN, KARENA SETIAP CLURIT SYAFI’I MENYENTUH TUBUH SALAH SATU DARI MEREKA, ANAK-ANAK SEUSIANYA LANGSUNG MERUBUHKAN DIRI DAN MENGAMBIL POSISI KONSENTRASI.
§SYAFI’I TERUS MELADENI PERLAWANAN TEMAN-TEMANNYA YANG MASIH BELUM TERKALAHKAN, SESEKALI SYAFI’I TERKENA PUKULAN DAN TENDANGAN, HINGGA AKHIRNYA SYAFI’I BERHASIL MEMENANGKAN PERTARUNGAN.
§RAMAH MUCHLIS, 56 TAHUN, MUNCUL KE HADAPAN MEREKA, YANG TENGAH DUDUK BERSILA, DI ANTARANYA SYAFI’I.
RAMAH MUCHLIS: Syafi’i, saya mau berbicara denganmu Cong. Yang lain boleh istirahat.
(Para Santri belum beranjak)
RAMAH MUCHLIS: Pergilah kalian karena ini menyangkut pelanggaran-pelangaran yang di lakukan Syafi’i, kebiasaan-kebiasaan kalian yang tidak pernah di lakukan Syafi’i, kalian tidak perlu khawatir karena saya tidak pernah membedakan antara murid satu dengan murid lainnya.
§BEBERAPA MURID MENGANGGUK DAN KELUAR, SYAFI’I HANYA TERDIAM CUKUP DINGIN, DENGAN TATAPAN YANG KOSONG.
RAMAH MUCHLIS: Ada berapakah kewajiban kita sebagai muslim melaksanakan shalat?”
SYAFI’I: Lima waktu.
RAMAH MUCHLIS: Sejak kamu berada di pedepokan, sudah berapa kali kamu
melaksanakannya?
SYAFI’I: Saya tidak tahu Ramah, karena saya tidak pernah menghitungnya.
RAMAH MUCHLIS: Baik, sudah berapa kali kamu melaksanakan shalat berjema’ah sejak
berada di pedepokan?
SYAFI’I: Saya tidak tahu Ramah, karena saya tidak pernah menghitungnya.
RAMAH MUCHLIS: Baik, kenapa kamu tidak pernah pergi ke madrasah seperti murid
lainnya?
SYAFI’I: Saya ke sini karena hanya ingin belajar ilmu silat, Ibu yang meminta
saya Ramah.”
RAMAH MUCHLIS: Teman-temanmu juga sama, ke sini mereka ingin menimba ilmu
silat, tapi sebagain besar dari mereka menyempatkan ke madrasah,
kecualibagi mereka yang tidak mampu, sementara kamu, saya rasa
kamulah di antara mereka yang secara ekonomi lebih mampu,
tahun pertama Ramah membiarkanmu, tahun kedua Ramah masih
bisa bersabar dengan jawaban kamu Cong, dan ini tahun ketiga
buatmu, selayaknya kamu bisa menjawab dengan baik seperti para
murid madrasah di tanyakan ustadznya.
SYAFI’I HANYA TERDIAM KEBINGUNGAN, IA MULAI PUCAT PASI.
RAMAH MUCHLIS: Ramah selalu membebaskan kalian untuk menimba ilmu di
madrasah, karena di sanalah kalian akan mendapatkan tambahan
pendidikan ilmu agama.
SYAFI’I SEMAKIN PUCAT, TUBUHNYA MULAI LEMAS, RAMAH MUCHLIS MELIHATNYA DENGAN TENANG DAN TIDAK PANIK.
RAMAH MUCHLIS: Tidak baik selalu menghindar Cong, jawablah! Kenapa kamu tidak
memulai kembali menimba ilmu di madrasah?
SYAFI’I: Saya tidak mau sekolah Ramah.
RAMAH MUCHLIS: Ramah tahu, tapi kenapa Cong?
SYAFI’I: Saya tidak menyukai madrasah Ramah, saya lebih menyukai di
sini.
RAMAH MUCHLIS: Ramah tahu, karena berkali-kali kamu mengatakan dengan
jawaban yang sama, lanjutkan sekolah karena itu bekal hidupmu
kelak, dari ibtidaiyah, tsanawiyah sampai aliyah!
SYAFI’I: Tidak Ramah.
RAMAH MUCHLIS: Kenapa kamu tidak menyukainya?
SYAFI’I: Karena saya tidak mau sekolah.”
RAMAH MUCHLIS: Ramah memerlukan alasan kamu, kenapa tidak mau ke madrasah?
§SYAFI’I SEMAKIN PUCAT, TUBUHNYA TERLIHAT SEMAKIN LEMAS, RAMAH MUCHLIS MENCOBA MENGALIHKAN PEMBICARAAN.
TORYAH:Cong, apakah kamu pernah bermimpi?
SYAFI’I:Sering.
TORYAH: Misalnya, mimpi apa?
SYAFI’I: Saya seringkali bermimpi melihat kuda berlari di atas bukit, saya
juga seringkali melihat teman-teman saya mengejar saya di lereng
bukit, lalu sayajuga pernah bermimpi melihat seorang Kakek
menyerangku, sama persis wajahnya dengan Si Pandai Besi di
padepokan.
RAMAH MUCHLIS: Apa kamu pernah bermimpi yang lain lagi?
SYAFI’I: Tidak Ramah. Kenapa?
RAMAH MUCHLIS:Tidak apa-apa. Kamu terlihat sudah akil balik. Biasanya di usia itu,
seorang anak laki-laki akan bermimpi yang khusus..yang…yah,
seperti itulah…
SYAFI’I:Tidak Ramah…
RAMAH MUCHLIS: Cong, kenapa kamusering tampak kebingungan, murung,
dan senang menyendiri? Kamu tidak boleh terus-terusan begitu.
Kamu harus gembira seperti teman-temanmu yang lain
SYAFI’I HANYA MENGANGGUK. LALU RAMAH MUCHLIS MENUNTUTNYA KEMBALI KE
PADEPOKAN.
EMPAT
§MALAM, HUTAN ( Sumenep 1974 )
§SI PANDAI BESI, 64 TAHUN, MENEMPA SECARA MANUAL PROSES PEMBUATAN CLURIT, TAMPAK IA MEMBAKAR LEMPENG-LEMPENG EMAS KE BARA API, LALU BERUSAHA MENYAMBUNGNYA ANTARA LEMPENG EMAS SATU DENGAN LEMPENG EMAS LAINNYA.
§SESEKALI SI PANDAI BESI TERDIAM MEMPERHATIKAN KOBARAN API YANG MEMANGGANG LEMPENG EMAS, LALU IA KEMBALI MENEMPA.
§RAMAH MUCHLIS MUNCUL MEMPERHATIKAN, KEDUANYA SALING MENATAP TAJAM, TANPA SUARA, MEREKA CUKUP LAMA BERPANDANGAN, TAPI SI PANDAI BESI KEMBALI BERAKTIFITAS DENGAN PROSES PEMBUATAN CLURIT DARI LEMPENG EMAS.
§RAMAH MUCHLIS MENGHELA NAFAS PANJANG.
SI PANDAI BESI: Sampai kapan anda menunggunya?
RAMAH MUCHLIS: Lakukan saja tugasmu!
SI PANDAI BESI: Anda berbeda tuan.
RAMAH MUCHLIS: Dari dulu hingga saat ini, saya tidak pernah berubah sedikit pun.
SI PANDAI BESI: Jangan lupa tuan, sejak anda mendirikan padepokan ini, sejak itu
juga saya berada di sini. Jadi saya kenal betul sosok Anda.
RAMAH MUCHLIS: Sudah cukup lama.
SI PANDAI BESI: 20 tahun lebih…
RAMAH MUCHLIS: Kamu terlihat semakin tua.
SI PANDAI BESI: Jangan mengalihkan pembicaraan Tuan, karena usia saya 4 tahun
lebih tua ketimbang anda, sejak kita bertemu saya selalu mengagumi
anda, saya masih ingat bagaimana anda menolong saya waktu lapak
benda-benda tajam milik saya, dijarah bergajulan.Di Palang,
Tuban? Tapi entahlah sejak kedatangan anak itu semuanya jadi
berubah.
RAMAH MUCHLIS: Tidak ada yang berubah.
SI PANDAI BESI: Anda sangat ragu-ragu mengambil keputusan.
RAMAH MUCHLIS: Saya mempertimbangankan banyak hal.
SI PANDAI BESI: Berbeda dari pada tahun-tahun sebelumnya, di mana anda lebih
selalu tegas terhadap murid-murid yang tidak mau mengikuti
pelajaran di Madrasah…
RAMAH MUCHLIS: Tempa saja celurit emas itu. Perempuan itu sudah memesannya dan
kita sudah menyanggupi
SI PANDAI BESI: Ini sungguh tidak mudah, semakin lama getaran benda ini semakin
besar saya rasakan…
RAMAH MUCHLIS:Aku sudah berjanji akan menyelesaikan lempeng emas itu menjadi
clurit, sebagai wasiat almarhum suaminya.
RAMAH MUCHLIS BERGEGAS KELUAR, SI PANDAI BESI MENATAP KEPERGIANNYA, TAK LAMA KEMUDIAN SI PANDAI BESI JUGA KELUAR SEMBARI MEMBERESKAN PERALATAN DAN PERLENGKAAN TEMPAAN BESI.
LIMA
§MALAM, HUTAN ( Sumenep 1979 )
§SYAFI’I YANG PADA SAAT INI SUDAH BERUSIA 18 TAHUN SEDANG MENDEKAP MARYATI, 17 TAHUN, YANG TAMPAK TERISAK.
SYAFI’I: Percayalah Mar, aku tidak akan mati dalam pertarungan nanti
MARYATI:Aku sangat mencintaimu, aku selalu takut…
SYAFI’I:Kau harus percaya bahwa kita akan selalu bersama. Aku lakukan ini demi
memenuhi harapan dan janjiku pada Ibu. Sejak kecil hingga kini tak ada
lain yang di mintanya, kecuali aku harus membunuhMattinglan. Aku
harus segera menuntaskannya. Percayalah
MARYATI:Seperti Ibumu mempercayaimu?
SYAFI’I:Ibuku tidak pernah memikirkan kekalahan, beliau selalu mengingatkan
aku pada peristiwa matinya Bapakku di tangan Mattinglan. Bahkan baju
Bapak yang berlumuran darah masih disimpannya dan selalu dia
tunjukkan padaku kalau dia menganggapku mulai melupakan peristiwa
itu…
MARYATI:Kalau aku memintamu untuk mengingatkan peristiwa pertemuan kita di
balik bukit halaman belakang pondok pesantren, apakah kamu akan selalu
mengingatnya?
SYAFI’I : Kalau itu tak perlu kau ingatkan, aku selalu mengenangnya, Mar.
MARYATI: Kalau begitu lupakanlah pertarungan, dan ingatlah harapanku padamu..
SYAFI’I: Mar, maafkan aku, ini tidak bisa diubah lagi. Kecuali Ibuku sendiri yang
Membatalkannya. Kematian Mattinglan adalah harga mati buatnya. Ibu
sangat mencintai Bapakku, dan aku sebagai anaknya,wajib
menyempurnakan cintanya itu pada Bapak.
MARYATI: Kau adalah murid seorang alim di padepokan, lalu di mana tempat Tuhan
Yang Maha Kasih, di dalam hatimu?
SYAFI’I: Aku tidak pernah mempelajarinya, mata pelajaran terpenting dalam
hidupku, adalah darah yang berbau amis, tidak pernah ada kata lain selain
Mattinglan dan mati..
MARYATI: Kalau begitu, di mana tempat, di dalam hatimu, untuk cinta kita?
SYAFI’I: Demi itulah aku akan bertarung dan menang.
MARYATI: Aku selalu takut, aku selalu membujuk Ibumu untuk mema’afkan
musuhnya, karena mema’afkan jauh lebih mulia ketimbang mendendam.
Aku selalu mengkhawatirkanmu, bersumpahlah kamu tidak akan
melakukannya.
Kita bisa pergi jauh..
SYAFI’I:Setelah pertarungan.
MARYATI: Kita akan menikah.
SYAFI’I: Setelah pertarungan.
MARYATI: Kita akan mempunyai anak.
SYAFI’I: Setelah pertarungan.
MARYATI: Kita pondokkan anak-anak ke pesantren.
SYAFI’I: Setelah pertarungan.
MARYATI: ( MEMBENTAK ) Kamu akan mati!
SYAFI’I: Aku terlahir sebagai petarung, begitulah kata Ibuku.
MARYATI: Petarung juga akan mati.
SYAFI’I:Tidak, karena aku akan selalu menang.
MARYATI MENDADAK DIAM, LALU MENATAP SYAFI’I, SEKETIKA MARYATI MENANGIS, MEMBUAT SYAFI’I PUN BERSEDIH.
MARYATI: Kini aku semakin memahami, kalau kamu tak pernah mencintaiku.
SYAFI’I: Aku sangat mencintaimu, Mar. Tapi apa yang bisa kulakukan?
Kalau aku tak memenuhi harapannya, dia akan bunuh diri. Aku tak
ingin Ibu mati karena kecewa padaku…aku pun sangat
mencintainya… Pikiran inilah yang terus menerus menghantuiku
sejak ia mengirimku ke padepokan. Aku tak pernah bisa merasakan
apa itu artinya bergembira, punya harapan, seperti anak-anak
lainnya. Sampai aku bertemu kamu, Mar..sejak itu aku bisa
tersenyum dan tahu apa artinya bahagia..
Lima bulan lagi aku akan menghadapi jawara-jawara di kampung
ini, aku akan memenangkan pertarungan ini dan bisa memberimu
hadiah. Dan setelah itu, Mattinglan. Dan setelah itu, kita akan
menikah… percayalah Mar…
MENDENGAR HAL INI, MARYATI MENJADI TERENYUH. NAMUN DIA PUN BEGITU TAKUT KEHILANGAN SYAFI’I. HENING MENYELIMUTI KEDUANYA SEPERTI MALAM YANG KIAN KELAM DAN SEPI.
ENAM
§PAGI, TEMPAT LAPANG-ARENA PERTARUNGAN ( Sumenep 1979 )
§ADEGAN INI MULAI DARI BEBERAPA PEREMPUAN MENARI “ MOANG SANGKAL “ DENGAN JUMLAH YANG GANJIL (INI ADALAH TARIAN YANG BERASAL DARI KATA MOANG BERARTI MEMBUANG, KATA SANGKAL BERARTI MALAPETAKA ).
§ORANG-ORANG MULAI BERDATANGAN SATU PERSATU, ATAUPUN BERKELOMPOK SEHINGGA MEMENUHI TEMPAT, TAMPAK LIMA JAWARA YANG CUKUP BERINGAS, SEUMURAN MATTINGLAN MUNCUL DI ANTARA MEREKA.
§TORYAH, SYAFI’I, SYAHROWI, 59 TAHUN, MUNCUL DI TENGAH-TENGAH MEREKA, HINGGA PARA PENARI KELUAR.
§PERTARUNGANDI BUKA OLEH PEMBAWA ACARA.
PEMBAWA ACARA: Saudara-saudara sekalian, hari ini kita akan menyaksikan bersama-
sama pertarungan uji coba antara Syafi’i Bin Mursidi, putra tunggal
dari Ibu Toryah, menantang jawara-jawara yangada di kampung
ini, barangsiapa yang mengalahkannya akan mendapatkan tanah
seluas 10 hektar.
Orang-orang bergemuruh, bertepuk tangan, bersorak-sorai bahagia.
PEMBAWA ACARA: Tanpa berpanjang lebar lagi, mari kita saksikan bersama-sama
pertarungan ini, kita beri tepuk tangan yang meriah pada Syafi’i
putra tunggal dari Ibu Toryah.”
ORANG-ORANG BERGEMURUH KEMBALI, LALU SYAFI’I MELANGKAH KE TENGAH-TENGAH ARENA PERTARUNGAN, TAK PERLU MENUNGGU LAMA SEORANG JAWARA SIAP MENANTANGNYA.
JAWARA1: Sudah kudengar kehebatanmu Cong, anak muda dari padepokan
Ramah Muchlis yang seringkali menghadang para bergajulan yang
hendak mencuri kuda-kuda di kampung kita. Tapi itu cuma
kudengar dari mulut perempuan. Belum pernah saya lihat sendiri
kehebatanmu itu. Jadi, mari tunjukkan kebenaran kabar itu..
SYAFI’I HANYA TERDIAM, JAWARA SILAT ITU MERASA DIREMEHKAN. TAK LAMA KEMUDIAN IA MENGHANTAM SECARA BERUNTUN, TAPI SYAFI’I MENGHINDARI DENGAN CEPAT SEHINGGA TERJADI PERTARUNGAN YANG CUKUP SERU, DAN TIDAK MEMERLUKAN WAKTU YANG LAMA, JAWARA SILATINI TERKENA PUKULAN SEHINGGA MENGELUARKAN CLURIT.
§PERTARUNGAN MAKIN MENEGANGKAN KARENA JAWARA SILAT INI NAMPAK TEPANCING EMOSINYA, SYAFI’I HANYA MENGGUNAKAN TANGAN KOSONG, HINGGA AKHIRNYA JAWARA SILAT INI KALAH.
§JAWARA SILAT 2 MERASA TERTANTANG, DAN LANGSUNG MENGAYUNKAN CLURIT KE TUBUH SYAFI’I, SYAFI’ SEMPAT KEREPOTAN, NAMUN DENGAN BEBERAPA GERAKAN JURUSNYA, SYAFI’I MASIH MAMPU MENGHINDARI SERANGANNYA MEMBUAT JAWARA SILAT 2 CUKUP KAGUM.
JAWARA SILAT 2: Kamu masih muda Cong, kehebatanmu menyamai Mattinglan,
sayangnya ia pernah bertekuk lutut di tangan saya.”
§PERTARUNGAN PUN TERUS BERLANGSUNG, SYAFI’I DI PAKSA MENGELUARKAN CLURIT DARI SARUNGNYA, TERJADI PERTARUNGAN CUKUP SERU, BAHKAN SYAFI’I TERKENA PUKULAN BERUNTUN SEBELUM AKHIRNYA BANGKIT DAN MEMENANGKAN PERTARUNGAN.
§SYAFI’I TETAP TENANG, MENATAP TAJAM KEPADA PARA JAWARA YANG BELUM MENJAJAL KEMAMPUANNYA, TORYAH SENANG MELIHATNYA.
§JAWARA SILAT 3 MELOMPAT KE HADAPANNYA, DI SUSUL JAWARASILAT 4 JUGA BERGEGAS BERDIRI DI DEPAN SYAFI’I.
JAWARA SILAT 4: Anak muda, kami semua yang hadir di sini seperti persyaratan
sebelumnya pernah mengalahkan Mattinglan, tidak semua di antara
kami memenangkan pertarungan, setidaknya di antara kami tidak
kalah telak dalam pertarungan sampai mati, dan berhasil selamat
dari sabetan cluritnya..
JAWARA SILAT 3: Tidak banyak anak muda yang mampu mengalahkan Mattinglan,
hanya ada seorang saja yang kutahu, sembilan tahun lalu, sayangnya
ia sudah berpetualang ke pulau Jawa, kalau kamu mengalahkan
kami berdua, kami percaya bahwa kamu bisa menebas batang
lehernya.
TORYAH: (BERTERIAK) Jangan banyak bicara, kalian di undang untuk
memperebutkan tanah dan wajib mengalahkan anak saya.
§JAWARA SILAT YANG TENGAH MENGHADAPI SYAFI’I JADI GERAM, KEDUANYA LANGSUNG MENYERANG SYAFI’I DENGAN GERAKAN YANG SANGAT CEPAT.
§PERTARUNGAN BERLANGSUNG LEBIH CEPAT DAN SERU KETIMBANG DENGAN DUA LAWAN SEBELUMNYA, TERJADI JUAL BELI PUKULAN ANTARA SYAFI’I DENGAN DUA JAWARA SILAT TERSEBUT.
§PERTARUNGAN YANG SENGIT TERUS TERJADI, BAHKAN SYAFI’I SEMPAT TERJUNGKIR TELAK SEBELUM AKHIRNYA BERHASIL MENGHINDARI SABETAN CLURIT SALAH SATU DARI JAWARA SILAT YANG MELAWANNYA.
§BAHKAN TORYAH HAMPIR TERPERANGAH SAAT CLURIT SEORANG JAWARA TERSEBUT MENYABET TANGAN DAN PERUT SYAFI’I, SYAFI’I KIAN BERINGAS HINGGA AKHIRNYA CLURIT SYAFI’I MENGALUNG PADA KEDUA LEHER MEREKA BERDUA SECARA BERGANTIAN.
§TEPUK TANGAN RIUH KEMBALI, JAWARA YANG BARU KALAH PERTARUNGAN JUGA BERSORAK-SORAI, BAHKAN JAWARA YANG TIDAK IKUT BERTANDING, JUGA MELONJAK KEGIRANGAN.
TORYAH: ( BERTERIAK) Adakah di antara kalian yang masih penasaran dengan
kemampuan anak saya? Tanah sepuluh hektar adalah hadiah kalian jika
memenangkannya.
§TIDAK TAMPAK DI ANTARA ORANG-ORANG YANG MENONTON PERTARUNGAN MELANGKAH MAJU MENGHADAPI SYAFI’I.
§
TORYAH: (KEMBALI BERTERIAK) Saya hitung sampai tiga, kalau tidak ada yang
berani melawannya, saya menganggap pertarungan uji coba ini berakhir
Satu….dua….tiga!
§SYAFI’I MENGHELA NAFAS SAAT TAK ADA LAGI SEORANG YANG MAJU MELAWANNYA, SATU PERSATU ATAU BERKELOMPOK ORANG-ORANG MENINGGALKAN ARENA PERTARUNGAN, TERMASUK DI ANTARA JAWARA SILAT YANG BERTARUNG, SUASANA TETAP RIUH DI TENGAH-TENGAH TORYAH YANG MEMELUK SYAFI’I DENGAN ERAT. LALU SYAHROWI MENGHAMPIRI.
SYAHROWI:Sudah kamu tetapkan waktunya pertarungan dengan Mattinglan?
TORYAH: Kemarin malam Mattinglan datang menemuiku kembali, itu malam
yang menjijikkan karena ia seperti pengemis yang memohon ampun,
ia merengek-rengek seperti bayi yang baru lahir, seperti bayi yang
minta tetek( sosoh ) Ibunya.
SYAHROWI: Lalu?
TORYAH: Saya tak perduli. Lalu dia tampak marah dan bergejolak menanti
hari pertarungan. Saya katakana jum’at lusa dan siang hari. Dia
mengangguk.
§SYAFI’I KEMBALI MENGHELA NAFAS, TORYAH KEMBALI MEMELUK SYAFI’I DENGAN ERAT, TIDAK SEPERTI BIASANYA.
TORYAH: Bunuh Mattinglan Cong! Pate’en!
§SYAFI’I TAK MENJAWAB, TORYAH MELEPASKAN PELUKAN, MENATAPNYA DENGAN TAJAM.
SYAFI’I: Atas nama Bapak, akan kubuat kematiannya tidak sia-sia, dan sakit
hati Ibu akan terbalas.
TORYAH: Delapan tahun Ibu menunggumu siap, Cong. Akhiri semuanya
dengan kemenanganmu untuk keluarga kita!
§Syafi’i menangis seketik
TORYAH: Kembalilah ke padepokan! Sampaikan terimakasih pada Ramah
Muchlis karena sudah mengizinkan kamu pergi! Ibu akan
menjemputmu di pagi buta jum’at kliwon, sekaligus mengambil
clurit emas yang kita pesan, untuk membunuh Mattinglan.
SYAFI’I: ( MASIH MENANGIS ) Saya akan menyampaikannya, tapi izinkan
saya di sini sendirian terlebih dulu.
TORYAH: Jangan, Cong. Tak kuizinkan karena Ibu khawatir kamu akan
bertemu dengan Maryati lagi. Perempuan jalang itu akan melemahkan
hatimu dan membujukmu jadi pengecut.
SYAFI’I: (MASIH MENANGIS DAN BERSIMPUH DI HADAPANNYA )
Saya memohon Ibu! Jangan katakan sekali lagi Maryati dengan
sebutan kasar seperti itu, Ibu tidak pernah tahu betapa mulianya
dia, betapa mulianya pengabdiannya.
§TORYAH HENDAK MENJAWAB, NAMUN SYAHROWI LANGSUNG MENDAHULUINYA.
SYAHROWI: Mari kita pergi Mah, percayalah bahwa anakmu sangat
mencintaimu, percayalah!
§TORYAH MENATAP SYAFI’I CUKUP LAMA, LALU MENATAP SYAHROWI, TAK LAMA KEMUDIAN TORYAH PERGI DI IKUTI SYAHROWI, SYAFI’I TETAP MERUNDUK, IA MAKIN TERISAK.
TUJUH
§MALAM, RUMAH MATTINGLAN ( Sumenep 1979 )
§DARI LUAR SUDAH TERDENGAR ERANGAN KEMABUKAN MATTINGLAN, 40 TAHUN, HINGGA IA MUNCUL MEMBAWA KENDI YANG BERISI TUAK, MATTINGLAN MENENGGAKNYA BERULANG KALI SEMBARI MENGELUARKAN JURUS, TAMPAK TERLIHAT SEPERTI JURUS MABUK, MATTINGLAN MENENGGAKNYA DENGAN CEPAT, DAN MENGHANCURKAN KENDINYA.
MATTINGLAN: Pate’ kakeh roah Tor! Pate’ celleng molos! Pate’ kakeh Tor!
Aaaaaa………bertahun-tahun lamanya kamu tak pernah
mencintaiku, ( JEDA ) baiklah! Kalau kamu menginginkan kematian
anakmu, kamu akan menangis Tor, kamu sombong Tor, besok kamu
akan meratapi darah yang keluar dari tubuh anakmu, apakah kamu
sanggup? ( MENENGGAK TUAK KEMBALI ) Ataukah aku sanggup
melihatmu menangis? Aku sangat mencintaimu Tor, lebih dari
apa pun. Torrrrr!!! Torrrrrr!!!! Tidak ada lagi yang mendengarkan
aku, perempuan yang kucintai, lalu anakku satu-satunya juga tak
pernah menghiraukan aku, keduanya seperti orang tuli.
§MARYATI, YANG TENGAH HAMIL SEKITAR 4 BULANAN MUNCUL DENGAN TATAPAN YANG SEDIH, DIA TAMPAK BERDIRI KAKU.
MATTINGLAN: Untuk apa lagi kamu mendatangiku? Bukankah kita seperti orang
lain? Bukankah kamu tidak menganggapku sebagai Bapakmu,
sehingga kamu coreng muka Bapakmu di depan semua orang,
kamu sudah berhianat, kamu menghianati semua orang, kamu
menghianatiku, kamu juga menghianati Toryah. Pergilah dari
depan mukaku!”
MARYATI: (MENANGIS) Pak, hentikan semua ini! Kalau Bapak tak
menghentikannya, Bapak akan mati di tangan Syafi’i.
MATTINGLAN:Mana mampu bocah kecil itu melawanku, Bapak dari anak haram
yang kau kandung itu tidak akan sanggup meladeniku..
MARYATI: (TERISAK) Saya mencintaiBapak. Bapak tetap mengasuhku sejak
bercerai dengan Ibu. Saya tak bisa membiarkan Bapak, sejak kedua
orang tua Ibu mengusir Bapak, lalu Bapak memondokkan saya ke
pesantren atas permintaan Ramah Brudin, saya hanya seorang anak,
yang tidak bisa melihat Bapaknya sendirian meratapi nasib, saya
tidak pernah bisa tenang melihat Bapak berduka terus menerus.
Itulah mengapa saya pergi dari pesantren. Jadi, saya pun tudak akan
membiarkan Bapak mati di tangan Syafi’i…batalkan pertarungan
itu, Pak…Sebab saya tahu, Bapak tidak akan membunuh Syafi’i..
karena anak yang saya kandung ini. Tapi saya juga tidak mau
melihat Bapak mati di tangannya…Meskipun berat bagi Syafi’i
untuk membunuhmu, karena kau sekarang adalah Bapaknya juga,
kakek dari anak yang kukandung ini…tapi bila ia menolak
pertarungan itu, Ibu Toryah akan bunuh diri. Hentikan semua ini
Pak…Bapaklah satu-satunya harapan saya..
MATTINGLAN: Sejak kamu mengandung anak haram dari Syafi’i. Saya tidak punya
harapan apa-apa lagi pada Toryah. Bahkan terhadap hidup ini.
Justru saya berharap mati d alam pertarungan itu, agar kau, Syafi’i,
dan Toryah, bisa hidup bahagia…
Kau kukirim ke padepokan untuk membujuk Syafi’i agar dia bisa
meluluhkan hati ibunya..tapi nyatanya kau malah menjadi
kekasihnya dan sekarang malah mengandung anak
darinya…(tertawa getir)
MARYATI: Kehadiran anak ini saya harap bisa menggagalkan pertarungan
itu….
MATTINGLAN: Juga sekaligus memupuskan semua harapan saya pada Toryah…
Kalau aku mati nanti, apa kelak kau akan meminta anak itu untuk
membunuh Syafi’i untuk menuntut balas atas kematianku?
MARYATI HANYA DIAM DAN SEMAKIN KERAS TANGISNYA.
DELAPAN
§SIANG, RUMAH MATTINGLAN ( Sumenep 1979 )
§JERITAN KUDA MERINGKIK DARI LUAR. TAK LAMA KEMUDIAN MUNCUL TORYAH DAN MATTINGLAN.
TORYAH: ( BERTERIAK) “Mattinglan! Mattinglan!
§TIBA-TIBA DARI ARAH SEMAK-SEMAK SESEORANG MELOMPAT DAN LANGSUNG MENUSUKKAN TOMBAK KE TUBUHSYAFI’I SEBELUM IA MENYADARI APA PUN. SYAFII TERHUYUNG KE BELAKANG DAN AMBRUK. TORYAH TERKESIMA.
KOMARUDDIN : Kau akan mati segera Syafi’i. Tombak itu sudah saya lumuri racun. (Pada Toryah) Anda tentu tahu apa artinya sakit hati Bibi Toryah. Begitu pun yang saya rasakan. Anakmu ini telah merebut Maryati, perempuan yang sangat saya cintai. Kita sekarang sama-sama hidup dalam kesakitan….
KOMARUDDIN PERGI, RINGKIK KUDA TERDENGAR. TORYAH MERAUNG-RAUNG DENGAN TANGISANNYA.
TORYAH: Bangunlah Cong! Bangunlah! Musuhmu masih hidup Cong, musuhmu
masih hidup, bangun. Bunuh Mattinglan Cong, bunuh…!
§SYAFI’I MASIH TERBUJUR KAKU, TORYAH SEMAKIN MERONTA-RONTA KARENA KESEDIHANNYA DI DEPAN TUBUH SYAFI’I YANG KIAN MELEMAH. TAK LAMA KEMUDIAN TORYAH MELIHAT CLURIT EMAS YANG TERGLETAK DI TANAH, TORYAH DENGAN CEPAT MENGAMBILNYA.
TORYAH: Kalau kamu tidak sanggup membunuhnya, biar aku yang
melawannya sendiri Cong.
§TORYAH BERLARI KE ARAH RUMAH MATTINGLAN, TAPI SEBELUM MENDOBRAK PINTU, PANDANGANNYA TERTUMPU PADA TUBUH MATTINGLAN YANG TERGANTUNG DENGAN SEUTAS TALI DI SEBATANG POHON DI SISI RUMAH ITU, DI DEKAT SEMAK.
§TORYAH TERSENTAK DAN TERHUYUNG HINGGA AMBRUK KE PINTU RUMAH. MENDENGAR ITU, MARYATI MUNCUL DARI ARAH DALAM DAN KAGET TAK KEPALANG DEMI MELIHAT TORYAH TERSIMPUH DI TANAH. MARYATI MENGHAMPIRINYA, DAN IA SEMAKIN SYOK KETIKA MELIHAT TUBUH AYAHNYA TELAH TERGANTUNG DI SEBATANG POHON. IA MENANGIS DAN MERAUNG. LALU TORYAH BANGKIT...
.
MARYATI: Bapak….!! (Berlari meraih kedua kaki Bapaknya dan mendekapnya erat)
§TORYAH MENYERETMARYATI KE HADAPAN SYAFI’I YANG TELAH MATI, MARYATI SEMAKIN TERPUKUL MELIHAT KEMATIAN SYAFI’I.
TORYAH: Anakku mati karenamu, lihatlah dengan jelas!
MARYATI: ( MENANGIS ) Kamu berjanji akan menikahiku setelah pertarungan ini
wahai kekasihku, kita akan mendidik anak bersama-sama sayang.
§TORYAH MAKIN TERPUKUL, DIA HENDAK BERUCAP, NAMUN AKHIRNYA AMBRUK DI SISI MAYAT SYAFI’I...DIAM. KOSONG. HANYA AIR MATA BERLINANGAN..
SUMENEP, OKTOBER 2013
Arung Wardhana, Lahir Di Bangkalan, 12 Januari 1981, nama pena dari Hoirul Hafifi, Antologi bersama ” BISIKAN KATA TERIAKAN KOTA” Dewan kesenian Jakarta, Th.2003-Antologi bersama ” DUKA ACEH DUKA KITA” Koperasi Sejahtera Seniman Indonesia, Th.2004-Antologi bersama ” EMPAT AMANAT HUJAN “ Dewan kesenian Jakarta, Th.2010-Antologi bersama ” NEGERI CINCINAPI” LESBUMI NU & BAKTI BUDAYA DJARUM PONDATION, Th.2011-Sedang proses Antologi tunggal ” TUHAN IZINKAN AKU ONANI!-NaskahMonolog “ DINDING “ Th.2012-Naskah Drama “ ANJING BUDUG“ Th. 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H