Semarak baliho, bendera partai dengan slogan-slogan yang berusaha menarik simpati masyarakat menjelang pemilu 9 April 2014 akhir-akhir ini menjadi pemandangan yang lazim di seluruh daerah di Indonesia. Semua tempat,lokasi dan bangunanyang letaknyastrategis dipenuhi muka-muka caleg dengan senyum yang mengembang dilengkapi dengan janji-janji manis. Seakan merekalah para pejuang aspirasi masyarakat bersama partai pengusungnya.
Hingga para tokoh sampai dengan selebritis berlomba untuk bisa menjadi anggota parlemen di negeri ini. Dan biaya yang besar mulai ratusan juta untuk setingkat kabupaten/kota sampai milyaran rupiah untuk tingkat pusat rela di habiskan demi sebuah ambisi. Berbagai acara dengan alasan silahturrahmi dengan masyarakatpun dikemas. Hadir di wirid-wirid pengajian masyarakat, aktif di kegiatan-kegiatan sosial masyarakat, berpartisipasi di setiap event-event olahraga dimasyarakat. Asal bisa hadir dan bertatap muka dengan lapisan masyarakat maka para caleg pun rela berpartisipasi materi untuk membantu acara tersebut. Dan mereka pun mendadak menjadi kritis menentang setiap kebijakan yang dianggap tidak pro rakyat.Tampil didepan sebagai pejuang aspirasi masyarakat.
Kantor-kantor partai politik pun kembali hidup dengan berbagai kegiatan rapat internal pengurus. Halamannya dipenuhi bendera partai, baliho ketua dan caleg partai. Fisik bangunan ditata dengan sedemikian rupa dengan cat baru. Maka jadilah kantor partai politik menjadi rumah aspirasi rakyat, terbuka 24 jam menampung keluh kesah masyarakat dengan segala permasalahannya.
Situasi ini juga dimanfaatkan secara baik oleh masyarakat, sehingga berbagai bentuk acara yang dibuat mereka selalu mengundang para caleg untuk hadir. Yang secara tersirat masyarakat ingin memanfaatkan para caleg untuk memenuhi kebutuhan biaya pelaksanaan acaranya. Masyarakatpun banyak dengan sukarela mau menjadi tim sukses para caleg dengan tujuan sebenarnya mendapat bantuan biaya operasional dengan alasan turun mensosialisasikan celeg tersebut ke masyarakat.
Seperti gayung bersambut, disaat para caleg dari partai politik butuh wadah untuk sosialisasi diri ditengah masyarakat, saat itu juga masyarakat butuh bantuan dana segar untuk mengadakan acara-acara di daerahnya masing-masing. Begitu juga opini yang ada di masyarakat, karena jika tidak pada moment menjelang pemilu ini para caleg baik yang baru maupun incumbent sangat jarang ditemui berada ditengah-tengah mansyarakat. Mereka sebagian besar seolah sedang bersembunyi entah dimana, dan bertemu serta mengahadiri acara-acara masyarakat dianggap hanya akan menghabiskan materi yang belum tentu bermnfaat bagi pribadi mereka.
Situasi seperti inilah yang terus terjadi dimasyarakat kita disetiap perhelatan pemilu, yang sebenarnya sangat tidak baik untuk pendidikan politik bagi masyarakatdan sangat tidak baik untuk mental para politikus kita kedepan jika hanya mengandalkan politik transaksioanal.
Padahal dengan banyaknya partai politik di Indonesia tentu membawa konsekuensi bahwa seharusnya masyarakat pemilih mempunyai wawasan yang lebih luas tentang hal yang terkait dengan kebebasan berdemokrasi yang beretika. Namun demikian, sampai saat ini peran partai politik melalui politisinya dalam memberikan pendidikan politik bagi masyarakat masih belum terasa maksimal diterima,.karena pendidikan politik bagi masyarakat pun sangat diperlukan agar mereka dapat menentukan pilihan politiknya secara cerdas dan untuk menjamin kualitas hasil pemilu. Memilih dan dipilih adalah salah satu hak yang sangat asasi bagi manusia
Partai politik sekarang sudah gagal dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Pendidikan politik yang diberikan justru semakin memperkuat anggapan bahwa politik itu kotor dengan menghalalkan segala cara yang selama ini dilakukan politisi partai. Pendidikan politik oleh partai politik dianggap tidak lebih dari pembodohan masyarakat yang mengatasnamakan masyarakat, bangsa, negara, dan demokrasi untuk melegitimasi langkah politis mereka dalam meraih kekuasaan.
Jika kita lehat rentang waktu kebelakang sebelum tahapan pemilu dilakukan oleh penyelenggara pemilu, maka sangat sulit masyarakat untuk mencari keberadaan kantor-kantor partai politik di daerah-daerah yang katanya saat ini adalah rumah aspirasi rakyat. Banyak kantor partai politik yang hanya tinggal plank merek saja ditempel dirumah-dirumah dan jika kita lihat kedalamnya tidak mencerminkan bahwa bangunan tersebut adalah kantor yang mestinya dilengkapi mobiler, data-data pengurus dan kelengkapan administrasi lainnya. Banyak sekali partai politik yang tidak mempunyai kantor milik sendiri dan hanya menyewa dengan jangka waktu tertentu.
Ditambah lagi politisi-politisi yang duduk di legislatif banyak yang lagi tidak peduli dengan suara konstituennya, justru mereka lebih banyak melakukan perjalanan keluar daerah yang dikemas dalam kegiatan reses dan peningkatan kapasitas anggota dewan.
Sangat wajar dalam suasana menjelang pemilu ini azas manfaat sama-sama diterapkan oleh para politisi dan masyarakat. Karena disaat pemilu itu usai maka masyarakat akan kembali susah untuk bertemu dengan wakilnya dan para wakilnya pun akan sangat jarang turun kemasyarakat karena keinginannya telah tercapai dan disibukkan dengan rutinitasnya sebagai anggota dewan terhormat.
Dan kalau ini terus berlangsung tentu tidak akan berdampak positif dalam perjalanan demokrasi kita kedepan, mestinya ada beberapa perbaikan sitem berdemokrasi baik oleh partai politik maupun oleh masyarakat sebagai obyeknya. Bagaimana partai politikmampu memberikan pendidikan politik bagi masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena selama ini parpol sebagian besar hanya melakukan pengkaderan untuk konstituennya, yang dalam hal ini mereka sebut dengan pendidikan politik, sedangkan yang dilakukan untuk masyarakat belumlah optimal. Pendidikan politik yang dilakukan untuk masyarakat biasanya hanya dilakukan pada masa kampanye menjelang pemilu. Dan tentu juga perlu satu aturan yang jelas tentang domisili tetap partai politik sampai ketingkat kabupaten/kota minimalnya. Sehingga partai politik melalui legislatornya yang merupakan cerminan perwakilan suara rakyat betul-betul mempunyai suatu tempat untuk penampungan aspirasi masyarakat atau konstituennya.
Jangan malah menciptakan angka golput yang semakin tinggi dari satu pemilu ke pemilu lain yang menambah tingkat apatis masyarakat dalam berpolitik. Karena tujuan dari pemilu itu antara lain untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat dan untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga Negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H