Dalam perjalanan dari Lubuk Sikaping,Kabupaten Pasaman, Sumbar, menuju Bandara Internasional Minangkabau (BIM) pagi tadi saya dan rekan-rekan sengaja melewati jalan alternatif sepanjang cagar alam rimbo malampah untuk menghindari kemacetan di daerah Silaing, Jalan Lintas Bukittinggi-Padang. Setelah melewati perbatasan Kabupaten Pasaman dengan Kabupaten Agam, saya dan rekan-rekan menyaksikan pemandangan yang sangat-sangat tidak membuat nyaman. Pertama di daerah jalan lintas Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam di depan rumah ibadah yang sedang dalam tahap pembangunan, masyarakat setempat seenaknya meletakkan drum-drum bekas ditengah jalan umum dan memakai umbul-umbul. Kemudian beberapa orang dari mereka berdiri ditengah jalan dengan memegang kardus bekas untuk meminta sumbangan ditengah jalan, kami pun jalan terus tanpa meninggalkan sumbangan yang mereka minta. Dan tak berapa jauh dari lokasi pertama kembali jalan kami terganggu oleh masyarakat yang juga meminta sumbangan untuk pembangunan rumah ibadah ditengah jalan umum dan kami kembali berlalu tanpa memberi sumbangan, karena kami sudah mulai kesal dengan situasi seperti itu yang secara tidak langsung tentu mengganggu kenyamanan perjalanan kami. Dan dalam suasana hati yang masih kesal kembali kami menemui di salah satu jembatan di Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam ada pohon bambu yang tumbang sampai ketengah jembatan. Ada beberapa orang masyarakat dilokasi, tetapi bukannya membersihkan pohon bambu dari jalan justru malah membiarkan dan salah seorang diantara mereka kembali memegang kardus bekas dan mengulurkannya kepada setiap kendaraan yang lewat untuk minta sumbangan dengan sedikit pemaksaan dan lagi-lagi kami tetap tidak mau memberikan sumbangan. Kejadian-kejadian tersebut menjadi bahan diskusi saya dan rekan-rekan dimobil. Kami merasa heran mengapa "manusia-manusia kardus" ini tak tersentuh oleh aparat setempat baik pemerintah daerah atau aparat keamanan. Malah terjadi pembiaran-pembiaran yang secara jelas sangat menganggu kenyamanan pengguna jalan. Dan yang lebih parah lagi tentu membahayakan bagi para "Manusia kardus" dari segi keselamatan mereka. Karena dengan berdiri ditengah-tengah jalan umum apalagi jalan lintas yang arus kendaraannya sangat ramai, bisa saja membuat mereka menjadi korban kecelakaan. Tapi inilah realita yang lumrah kami temui sepanjang perjalanan, dimana masyarakat sudah tidak peduli dengan aturan. Mereka sudah tidak peduli terhadap tingkah laku mereka yang jelas mengganggu kenyamanan orang lain. Meminta sumbangan ditengah jalan umum dengan dalih pembangunan rumah ibadah dan lainnya sepertinya sudah menjadi cara yang ampuh bagi mereka untuk mendapatkan uang. Entah siapa yang mesti disalahkan dalam kasus-kasus seperti ini, tapi ini tentunya mesti jadi perhatian dari pihak terkait kedepan, bagaimana pemerintah daerah bersikap tegas terhadap tingkah laku masyarakat yang seperti ini, dan aparat keamanan juga bisa bertindak tegas terhadap setiap orang yang melanggar aturan, sehingga pemandangan seperti ini bukan dianggap suatu kebiasaan yang mungkin bisa dijadikan budaya oleh masyarakat kedepannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H