Mohon tunggu...
Taufik AAS P
Taufik AAS P Mohon Tunggu... Penulis - jurnalis dan pernah menulis

menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Sungai Lariang, Sebuah Legenda dan Ancaman Bagi Rakyat Mamuju Utara?

23 Mei 2013   23:57 Diperbarui: 4 Juni 2018   15:14 3136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Andai saja  ada komponis  sekelas  Gesang  di Mamuju Utara, ia pasti ia akan membuat juga mahakarya sekaliber “Bengawan Solo” ketika melihat legenda dan kemegahan Sungai Lariang. Sebuah sungai besar yang panjang, tidak terpisahkan dalam sejarah rakyat Mamuju Utara.

Cerita tentang Sungai Lariang yang juga tercitra baik dalam google maps,  memang tidak bisa dipisangkan dari sejarah orang-orang pertama yang mendiami Mamuju Utara.  Dimana dalam kisaran cerita, bahwa sepanjang Sungai Lariang yang membentang dari Dataran Tinggi Napu, Kab. Poso, Provinsi Sulawesi Tengah, melewati  wilayah Kab. Mamuju Utara  hingga bermuara di Selat Makassar , adalah perkampungan-perkampungan orang-orang terdahulu di Mamuju Utara. Diperkirakan pusat-pusat  kebudayaan Kaili Tua berada di pinggiran Sungai Lariang yang kemudian dikenal sebagai To Ri Bunggu atau To Ri Binggi. Juga dikenal sebagai masyarakat peladang  yang ulung.

Ketika masyarakat lokal Bunggu masih tunggal berladang di sepanjang Sungai Lariang, kelestarian dan keseimbangan alam masih dapat terjaga. Karena masyarakat local tersebut masih dalam batas toleransi dalam mengeksploitasi alam dengan peralatan yang sederhana. Juga areal okuvasi masyarakat lokal Bunggu tidak pada posisi mengkhawatirkan  atas kelestarian alam, itu ditinjau dari luasan serta cara mengeksploitasi alam.

Fakta alam menjelaskan dan juga masyarakat tahu bahwa sebelum era  tahun  1990-an, Sungai Lariang, adalah sungai yang indah  sebagai jalur transportasi yang cukup baik. Kesetimbangan ekosistem sungai masih terjaga dengan baik, aneka jenis ikan masih bisa dijumpai di Sungai Lariang, termasuk Massapi atau Sidat dan Udang Galah. Dua jenis ikan yang kaya protein sudah mulai menghilang dari Sungai Lariang. Begitu juga bantaran sungai tetap terpelihara kelestariannya dan menjadi habitat berbagai jenis flora dan fauna.

Pasca era tahun 1990-an setelah perkebunan besar sawit miliki Astra Agro Lestari  (AAL) Corp. dan Unggul Widya Corp. mulai meng-HGU-kan wilayah di seputaran Sungai Lariang, terjadi perombakan struktur ekosistem secara besar-besaran. Bantaran Sungai Lariang sudah terabaikan pelestariannya, setiap musim hujan sungai yang  juga adalah habitat buaya ini mengalami  banjir bandang, menimbulkan gerusan hingga ratusan hektar.  Ini berbanding terbalik di musim kemarau, air Sungai Lariang semakin menipis dan menimbulkan delta-delta kecil di tengah sungai. Akibat pendangkalan menyebabkan hancurkan ekosistem air  Sungai Lariang.

Akibat dari kontaminasi perkebunan besar sawit dari pemilik modal besar telah menggeser pola pikir masyarakat lokal Bunggu secara khusus dan masyarakat Mamuju Utara secara luas – bahwa sawit yang menjadi bahan baku Palm Crude Oil (CPO) memiliki nilai ekonimi yang tinggi. Ramai-ramailah areal di seputaran Sungai Lariang disawiti. Inilah awal penghancuran alam yang bisa menjadi ancaman besar  pada masa depan Mamuju Utara.

Berkaca dari banjir bandang di awal tahun 2013 akibat luapan Sungai Lariang, menyebabkan ratusan hektar laham masyarakat di Kecamatan Lariang dan Tikke Raya, Mamuju Utara, tergerus dan tergenang air. Menjadi penyebab   perekonomian masyarakat di wilayah tersebut menjadi anjlok akibat  kebun-kebun masyarakat tidak bisa panen. Pemerintah Mamuju Utara, belum juga membuat satu kebijakan “permanen”  untuk pelestarian Sungai Lariang. Bahkan hanya membuat kebijakan instan dengan memberi bantuan sembako belaka dan menunggu upaya-upaya rehabilitasi  Sungai Lariang dari Bala Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan – Jeneberang.

Bagi BBWS Pompengan – Jeneberang, Sungai Lariang adalah obyek kajian dalam pengajuan proposal  ke Kementerian Pekerjaan Umum dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini.  Dan semenjak tahun 2010 silam, sudah hampir ratusan milyar dana digelontorkan untuk Sungai Lariang dalam bentuk, perkuatan tebing, normalisasi dan rehabilitasi. Namun setiap tahun pula Sungai Lariang tetap menggenang dan menghanyutkan tanah-tanah perkebunan dan pertanian masyarakat.

Begitu juga kebijakan-kebijakan Pemerintah Kab. Mamuju Utara untuk melestarikan bantaran Sungai Lariang, misalnya dalam Hari Lingkungan Hidup, Maret 2012 silam, menurut infonya telah ditanam 68.000 pohon bambu bantuan dari sejumlah perkebunan besar sawit di Mamuju Utara pada 7 bantaran sungai, termasuk bantaran Sungai Lariang. Namun setelah satu tahun lewat pohon-pohon bambu yang dimaksud tidak dijumpai di bantaran Sungai Lariang. Jangan-jangan ini hanya lips service Pemkab. Mamuju Utara sebagai kepedulian pada Sungai Lariang.

Fakta lain yang perlu mendapat catatan dari kondisi Sungai Lariang, adalah arusnya yang sangat deras ketika banjir. Ini adalah ancaman yang sangat mengkhawatirkan  bagi masyarakat Mamuju Utara yang bermukin di sepanjang Sungai Lariang. Ganasnya arus Sungai Lariang yang berpacu dengan kecepatan  tinggi karena kondisi alam yang sudah rusak sepanjang aliran sungai ini. Sehingga tidak terjadi proses “air tertangkap” dari hulunya di dataran tinggi Napu. Karena pohon-pohon sawit yang berada pada aliran sungai tersebut, bukan jenis pohon yang mampu menahan air.

Bila pelestarian Sungai Lariang tidak secepatnya mendapat perhatian, sungai yang memiliki legenda yang tidak terpisahkan dari masyarakat local di Mamuju Utara akan menjadi ancaman menakutkan di masa-masa yang akan datang. Bukan tidak mungkin, jika melihat kerusakan Sungai Lariang dari tahun ke tahun. Suatu saat sungai ini akan menenggelamkan separuh dari Mamuju Utara.




 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun