Mohon tunggu...
193_Hanifah Prasetyo
193_Hanifah Prasetyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Saya sebagai mahasiswa fakultas FISIP Prodi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pelanggaran Hukum Humanitarian Internasional: Studi Kasus Penggunaan Tentara anak pada Konflik Tigray, Ethiopia

11 Januari 2025   22:40 Diperbarui: 11 Januari 2025   22:38 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Setelah perang dunia berakhir hingga saat ini, perang antar negara sudah jarang terjadi. Perang atau konflik bersenjata yang ada lebih terjadi antara negara dengan kelompok-kelompok yang sifatnya bukan internasional. Hal semacam ini kerap disebut dengan istilah perang saudara, pemberontakan, perang gerilya. Konflik bersenjata di wilayah suatu negara yang terjadi antara Angkatan bersenjata pemerintah dengan kelompok bersenjata non-pemerintah di negaranya dan terjadi dalam waktu yang lama dinamakan dengan Non-International Armed Conflict (NIAC). Namun, bukan berarti konflik seperti kerusuhan sipil, tindak kekerasan kecil yang terisolasi, atau gangguan serupa dapat di katakan sebagai konflik bersenjata non-internasional. Jika melihat situasi perang saat perang dunia dulu, perang yang terjadi sangatlah kejam dimana hak-hak manusia tidak diperhatikan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, Hukum Humaniter lahir sebagai payung untuk melindungi orang-orang yang tidak atau tidak lagi terlibat dalam peperangan dan juga mengatur tentang pembatasan sarana dan metode berperang. Hukum ini hadir bukan untuk menghentikan perang, tetapi memperkecil kemungkinan terjadinya perang dan juga sebagai upaya untuk memperkecil kemungkinan terjadinya perang yang keji dan licik seperti dahulu kala. 

 

Dalam hal ini, konflik Tigray termasuk kedalam Non-International Armed Conflict (NIAC), dimana pertikaian ini terjadi antara Pemerintah Ethiopia dengan kelompok separatis Oromo Liberation Army (OLA). Konflik ini berawal ketika terjadinya ketegangan politik antara pemerintah federal dan Tigray People's Liberation Front (TPLF) karena TPLF menolak adanya reformasi politik yang dilakukan oleh Abiy Ahmed selaku Perdana Menteri. Ketegangan meningkat setelah TPLF mengadakan pemilihan regional pada 9 September 2020 dan dianggap illegal oleh pemerintah pusat. Konflik semakin memanas ketika TPLF melancarkan serangan kepada pangkalan militer federal dan memicu serangan balasan dari pasukan Ethiopia dibantu oleh militer Eritrea dan Amhara.  Ketegangan terus terjadi hingga menyebabkan krisis kemanusiaan yang serius dengan banyaknya laporan pembunuhan masal, kekerasan seksual, pengungsian besar-besaran, serta perekrutan anak-anak sebagai tantara. Pemerintah Ethiopia dan otoritas Tigray menandatagani perjanjian penghentian permusuhan pada bulan November 2022.

 

Menurut UNICEF, antara tahun 2005 dan 2022 lebih dari 105.000 anak yang dilibatkan dalam konflik bersenjata baik itu sebagai juru masak, kuli angkut, penjaga, bahkan ada yang menjadi korban kekerasan gender. Walaupun belum ada jumlah pasti keterlibatan anak-anak dalam konflik Tigray, tetapi fakta dilapangan membuktikan bahwa adanya anak-anak yang digunakan sebagai tameng. Selama peperangan terjadi, tantara TPLF terbukti menempatkan anak-anak di Ethiopia sebagai garda terdepan dalam zona perang. Namun, mereka menyangkalnya dengan argumen anak-anak hanya digunakan untuk mengumpulkan senjata yang tertinggal saja. Hal ini tentu saja merupakan pelanggaran berat terhadap hak-hak anak dan hukum humaniter internasional. Tantara anak ialah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun yang direkrut untuk berpartisipasi dalam konflik bersenjata baik secara paksaan maupun sukarela.[5] Hukum yang mengatur tentang pelarangan tantara anak ada pada Konvensi Jenewa IV 1949 tentang perlindungan penduduk sipil dan juga tercantum dalam Protokol Tambahan II Tahun 1977 pasal 4 angka 2 huruf c.[6] hal ini sejalan dengan Statuta ICC pasal 8(2)(b)(XXVI) dan (e)(VII) Internasional dimana, mewajibkan atau memasukkan anak-anak kedalam angkatan atau kelompok bersenjata merupakan kejahatan perang baik dalam konflik bersenjata internasional maupun non-internasional. Maka itu, Pemerintah Ethiopia wajib untuk bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran ini.

 

Walaupun perang telah usai, tetapi pemerintah Ethiopia belum memberikan tanggung jawab sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan adanya hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses pengidentifikasian pelanggaran perang guna memutuskan tanggung jawab apa yang layak dilayangkan terhadap Pemerintah Ethiopia. Bukti menunjukkan bahwa upaya rekonsiliasi lemah, sementara proses hukum yang dijalankan terbatas dan kurang efektif. Pemerintah juga berulang kali menghalangi penyelidikan terhadap badan-badan internasional seperti International Commission of Human Rights Experts on Ethiopia (ICHREE) dan African Commission on Human and Peoples' Rights (ACHPR) dalam mengumpulkan bukti kejahatan perang. Secara keseluruhan, lambatnya proses investigasi, minimnya transparansi, dan adanya penolakan terhadap pemantauan independent menunjukkan bahwa pemerintah tidak berkomitmen dalam memastikan keadilan dan ganti rugi yang layak terhadap para korban konflik Tigray. Pihak yang dinyatakan bersalah harus memberikan kompensasi baik berupa finansial, pemulihan fasilitas, juga perbaikan kesehatan mental kepada para korban terutama koran yang terdampak langsung atas kejadian ini.

 


DAFTAR PUSTAKA

ICRC. (2022). What is International Humanitarian Law? https://www.icrc.org/en/document/what-international-humanitarian-law

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun