A. Kunci Sukses Pemasaran Syariah Islam Dan Skala Prioritas Dalam Bisnis (Pemasaran)
Secara umum sangat banyak amalan-amalan dalam konteks pemasaran yang harus didahulukan. Jika dalam era pemasaran yang berorientasi produk mendahulukan kebutuhan masyarakat akan produk-produk yang diinginkan merupakan syarat mutlak untuk menguasai pasar. Dalam konteks pemasaran relationship mendahulukan komunikasi dan pelayanan merupakan kunci sukses untuk memenangkan persaingan.Â
Begitu juga dalam praktik pemasaran berbasis teknologi informasi, pemasaran rasional, emosional dan spiritual pemasar harus mampu mendahulukan yang menjadi kepentingan target market, karena dalam paradigma pemasaran modern orientasi pasar dengan penguasaan pengetahuan akan black box pelanggan merupakan langkah strategis untuk memenangkan persaingan dan keunggulan kompetitif. Menurut Shihab (2008: 167-188) ada beberapa rumus umum yang dapat membantu pelaku bisnis (pemasaran) dalam menetapkan skala prioritas tentang apa yang harus dilakukan sesuai dengan tuntunan agama, antara lain.Â
1. Mendahulukan upaya untuk membersihkan daripada memperindah sesuatu.
Menurut Shihab (2008), maksud dari upaya tersebut adalah menekankan pentingnya memerhatikan kualitas daripada mengutamakan kemasan. Dalam term packaging memang memberikan argumentasi kepada pelanggan tentang upaya bagaimana menarik minat pelanggan melalui kemasan yang  dibuat, namun prinsip dasar dalam pemasaran syariah tetap mengutamakan kualitas daripada kemasan. Lebih-lebih jika kualitas bagus dan dibingkai menggunakan packaging yang bagus pula. Dalam konteks ini hubungan antara kemasan dengan kualitas isi sangat erat, sehingga tidak etis jika kemasan memiliki kesan yang bagus tetapi tidak mencerminkan kualitas isi produk yang sesungguhnya.Â
Ini adalah bentuk penipuan yang akan merugikan konsumen sekaligus produsen sendiri dalam jangka panjang. Substansi makna upaya untuk membersihkan daripada memperindah sesuatu juga ditunjukkan dalam hal ibadah. Misalnya sangat dilarang mendahulukan yang sunah tetapi meninggalkan yang wajib. Bisa jadi bangun di malam hari untuk menunaikan salat tahajud tetapi melalaikan atau terlambat menjalankan salat subuh. Pola aktivitas seperti di atas tidak dibenarkan dalam Islam. Garis pokok pengertian dalam konteks ini yaitu mengutamakan yang wajib daripada yang sunnah atau mengutamakan substansi daripada aksesoris. Hal ini juga ditegaskan oleh pendapat ulama yang mengemukakan "Sesungguhnya Allah Swt. tidak menerima amalan sunah dari seseorang sebelum ia menunaikan aktivitas yang bersifat wajib.Â
2. Mendahulukan pihak yang membutuhkan.Â
Ini adalah kunci sukses dalam meraih keberhasilan dalam berbisnis. Tidak mungkin seorang marketer menawarkan produk atau jasa di mana konsumen tidak membutuhkannya. Apa pun alasannya, mendahulukan yang tidak butuh adalah bentuk tindakan yang tidak etis. Dalam prinsip ekonomi jika suatu produk atau jasa banyak yang membutuhkan maka harganya juga akan meningkat. Hal ini dikarenakan berlakunya hukum demand dan supply. Termasuk dalam hal utang-piutang, membayar utang bersifat wajib sehingga harus didahulukan jika sudah mampu, karena menunda utang bagi yang telah mampu adalah bentuk penganiayaan.Â
Dalam Islam terdapat skala prioritas yang harus dilakukan konteks bisnis (pemasaran), antara lain: mendahulukan upaya untuk membersihkan daripada memperindah sesuatu, mendahulukan pihak yang membutuhkan, mendahulukan yang dekat atas yang jauh, mendahulukan kualitas daripada kuantitas, mendahulukan kemudahan atas kesulitas atau mendahulukan yang ringan atas sesuatu yang berat, mendahulukan sesuatu yang mendatangkan kemanfaatan bagi banyak pihak, mendahulukan yang mudah dan ringan demi mendatangkan profit dalam yang besar, memilih aktivitas yang dirasa mampu sesuai dengan keahlian.
Kunci dalam IM adalah memahami dan mengaplikasikan empat sifat yang melekat pada Rasulullah Muhammad Saw. sebagai Key Success Factor (KSF) yaitu shiddiq (benar, jujur), amanah (terpercaya, kredibel), fathanah (cerdas), dan tabligh (komunikatif).
Supaya usaha yang kita bangun dapat memperoleh kebaikan dalam hidup serta berjalan harmonis, pelaku usaha harus mengikuti etika bisnis yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dalam menjalankan bisnisnya Nabi saw memiliki etika yaitu: kejujuran, tolong menolong ataupun memberikan kebermanfaatan kepada orang lain, dilarang gharar baik takaran, ukuran, maupun penimbangan harus sesuai, dilarang mengejek usaha yang lain supaya membeli terhadapnya, dilarang menumpuk-numpuk harta, dilarang monopoli, komoditas yang diperdagangkan harus halal dan suci bukan barang-barang yang terlarang, kegiatan usaha yang dilakukan harus terhindar dari riba, dalam suatu usaha dilakukan dengan dasar saling ridha tanpa dipaksa, dan membayarkan gaji sebelum kering keringat karyawan.