Mohon tunggu...
Abdul Hanif
Abdul Hanif Mohon Tunggu... -

bukan untuk dibaca, nikmatilah apaadanya..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aurora

9 Desember 2014   17:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:41 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dinginnya malam, cahaya bulan sabit menerangi, membantu pupil melihat dalam malam kelam. Angin berhembus kencang, menambah dingin, kami berpelukan demi kehangatan yang sangat bernilai. Perjalanan masi jauh, perbekalan kami tak akan cukup untuk  dua hari kedepan. Badai salju kemarin menyerang, menghapus jejak-jejak perjalanan kami, padang salju yang kosong. Alat pelacak kami rusak, entah apakah base camp bisa melajak kami atau tidak. Hanya dingin yang kami rasakan, temanku Kevin mengigau, aku terjaga malam ini tak nyaman untu tidur dalam gua. Apipun tak bisa kami buat, tak ada kayu disini, ilusiku mengatakan aku tak akan sanggup hidup besok.

Pagi menjelang, ada waktu tiga jam untuk kami berjalan. Tak mungkin tiga jam perjalanan menuju base camp, butuh lebih dari itu. Hanya ada bangkai helicopter seminggu yang lalu, jatuh terkena badai yang datang secara tiba-tiba. dari enam orang hanya tersisa aku dan Kevin yang selamat dari hipotermia. Kulihat Kevin berdoa untuk perjalanan nekat ini, aneh setahuku ia atheis.

“kamu siap?.” Sahutku pada kevin yang terlihat ragu.

“ya, aku siap.” Dengan nada menggigil ia memaksa mengucap siap.

Perjalanan nekat, perbekalan seadanya kami bawa. Jaket setebal ini tak mampu aku mengelak rasa dingin hanya dingin dan dingin yang kurasa. Inginku hanya sampai di base camp, dan pulang bertemu musim panas dan berlibur di Honolulu bersama gadis-gadis.

Dalam perjalanan, kami tak banyak bicara, hanya sepatah-duapatah kata dengan nada getar.  Mengabaikan misi awal Negara,  hanya ingin selamat. Sekitar satu jam kami berjalan, bawaan yang berat dan tenaga yang kurang mengajak kami istirahat. Kakiku terasa beku, Kevin mungkin juga merasakan hal yang sama. Ia mengajak untuk istirahat sebentar, merengek tak kuat melanjutkan perjalanan. Aku menyela, waktu tinggal dua jam lagi, setidaknya harus mencari gua untuk istirahat dan bermalam.

Perjalanan nan sepi, mamalia kutup mungkin sedang hibernasi. Tapi apa iya, disini selalu dingin. Sedikit aku bergurau dengan teman, menghibur perjalanan. Panas matahari tak mampu menghangati darahku yang mengalir lambat. Kakiku mungkin sudah berdarah-darah, setiap langkah seperti mengijak rerumputan paku.

Tiga jam berlalu, matahari terlihat meredup, kami belum menemukan gua. Kulihat langit cerah, aurora menari menampakan keindahannya. Kami terpaksa bermalam diluar, mendirikan tenda, semoga tidak ada badai malam ini. Kubuka sepatuku, kulihat kuku kaki kanan lepas, darah mengalir lambat. Kulihat temanku sudah tidak kuat, bibirnya membeku, kupaksa ia bergerak, tapi tak mampu. Pasrah, perjalanan membuatnya kelelahan, bernafaspun tak mampu ia lakukan.

Bersama aurora aku berbincang menghibur diri dalam gelapnya malam bersama temanku yang sejak tadi diam. Suku indian mengatakan aurora adalah wujud dari ruh-ruh nenek moyang. Serasa berubah menjadi aurora, menari dengan senangnya di langit kutup. Ini lebih indah dari sakura Jepang yang katanya indah.

Mebayangkan, makan soup buatan istriku kelak, hangat nikmat. Usiaku masi 24tahun. Tergolong muda. Aku ingin pulang dan menikah, mengadakan pesta bersama teman-teman, minum-minum hingga pagi. Berjemur di Honolulu, menari bersama gadis-gadis seksi. Tak ingin merasakan perjalanan kutup ini lagi. Lelah menyelimutiku memaksa untuk tidur, kuharap aku hidup dan bercerita tentang pengalamanku berjuang dalam ambang hidup mati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun