Pada malam pertama Suro, masyarakat Jawa khususnya yang terlibat dalam adat dan tradisi sering mengunjungi Parangtritis untuk melakukan berbagai ritual dan doa malam harinya diisi dengan acara seperti upacara spiritual, pembacaan doa, dan berbagai bentuk ritual adat tujuan dari semua kegiatan tersebut adalah untuk mendoakan keberkahan, keselamatan dan kebahagiaan di tahun baru bagi para abdi dalem keraton, beberapa sumber daya alam seperti gunungan tumpeng dan pusaka keluarga menjadi sajian khas dalam parade karnaval yang biasa digelar dalam tradisi Malam Satu Suro. Pantai Parangtritis yang terletak di pesisir selatan Yogyakarta memiliki keunikan tersendiri dalam budaya Jawa. Pantai ini dikenal sebagai tempat yang penuh dengan mistisisme dan kepercayaan Karena legenda dan mitos yang berkembang di masyarakat, Parangtritis menjadi tempat suci dimana berbagai aktivitas spiritual dan ritual dilakukan
Social Constructivism adalah sebuah perspektif yang memandang realitas sosial sebagai hasil konstruksi bersama dari interaksi manusia dalam suatu masyarakat. Social Constructivism menawarkan perspektif yang kaya untuk memahami keberagaman masyarakat. Social Constructivism membantu dalam memahami mengapa masyarakat begitu beragam. Setiap masyarakat memiliki sejarah, lingkungan, dan pengalaman yang unik, yang semuanya berkontribusi pada pembentukan sistem nilai, norma, dan praktik sosial yang berbeda-beda.Â
Secara umum Islam tidak melarang masyarakat merayakan tradisi budayanya, namun segala bentuk tradisi harus mengikuti ajaran Islam. Jika suatu tradisi mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah, maka sebaiknya dihindari seperti pada Surat an-Nisa Ayat 48: "Dan Allah tidak mengampuni (dosa) kecuali (syirik) jika Dia bersekutu dengan-Nya; dan Dia menghendaki (dosa) selain (syirik) yang sungguh-sungguh berbuat dosa besar. Malam Satu Suro adalah malam pertama dalam kalender Jawa dan menandai awal tahun baru dalam budaya Jawa Tanggal ini biasanya bertepatan dengan tanggal 1 bulan Muharram penanggalan Hijriah atau Tahun Baru penanggalan Islam. Malam Satu Suro memiliki makna yang besar bagi masyarakat Jawa. Malam ini dianggap sebagai malam suci dan penuh energi spiritual, Meski malam Satu Suro sering dikaitkan dengan Tahun Baru Islam, namun memiliki ciri khas yang berbeda, Meskipun Tahun Baru Islam lebih bersifat religius, malam pertama Suro lebih bersifat budaya dan tradisional. Jika perayaan Malam Sro Wan fokus pada tradisi dan adat istiadat masyarakat Jawa, perayaan Tahun Baru Islam fokus pada aspek keagamaan
Dalam perspektif Social Constructivism, definisi mencuci benda pusaka dapat dipahami sebagai praktik sosial yang memiliki makna dan tujuan yang dibangun secara kolektif oleh masyarakat. Social Constructivism menekankan bahwa pengetahuan dan makna tidak hanya ditemukan, tetapi juga dibangun melalui interaksi sosial dan budaya. Dalam konteks ini, mencuci benda pusaka merupakan proses yang melibatkan lebih dari sekadar tindakan fisik; ia merupakan bagian integral dari konstruksi sosial yang melibatkan nilai-nilai, simbol-simbol, dan norma-norma budaya.Â
Mencuci benda pusaka pada malam Satu Suro merupakan praktik yang menghubungkan dimensi religius dan budaya, meski tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur'an. Ritual mencuci benda pusaka mencerminkan nilai-nilai kebersihan dan kesucian yang penting dalam ajaran Islam, seperti yang dijelaskan dalam Surah Al-Ma'idah mengenai kebersihan sebagai bagian dari ibadah. Dalam konteks budaya Jawa, mencuci benda pusaka melambangkan penghormatan terhadap warisan dan identitas komunitas, memperkuat ikatan sosial dan kontinuitas budaya. Praktik ini juga menunjukkan bagaimana tradisi lokal dapat beradaptasi dengan nilai-nilai religius, menciptakan kesadaran akan pentingnya menjaga dan memelihara warisan budaya dalam kehidupan sehari-hari.Â
Malam Satu Suro di Pantai Parangtritis, yang dikenal sebagai malam sakral dalam budaya Jawa, merupakan perpaduan antara ritual spiritual dan tradisi lokal yang mendalam, di mana masyarakat melakukan berbagai upacara untuk memohon berkah dan keselamatan di tahun baru. Ritual mencuci benda pusaka, yang dilakukan pada malam ini, merupakan manifestasi dari nilai-nilai kebersihan dalam Islam dan penghormatan terhadap warisan budaya Jawa, menggambarkan adaptasi antara tradisi lokal dan ajaran agama. Dalam perspektif Social Constructivism, praktik ini menjadi representasi dari bagaimana masyarakat membangun dan mempertahankan makna melalui interaksi sosial dan budaya, memperkuat ikatan komunitas dan kontinuitas identitas. Meskipun Malam Satu Suro dan Tahun Baru Islam memiliki fokus yang berbeda, keduanya menunjukkan bagaimana tradisi dapat berintegrasi dengan nilai-nilai religius untuk menciptakan pengalaman yang kaya dan bermakna.Â
Sebagai penutup, Malam Satu Suro di Pantai Parangtritis menggambarkan integrasi antara spiritualitas Jawa dan ajaran Islam, dengan praktik seperti mencuci benda pusaka yang mencerminkan penghormatan terhadap warisan budaya dan nilai kebersihan dalam Islam. Melalui perspektif Social Constructivism, ritual ini menunjukkan bagaimana makna dibangun melalui interaksi sosial dan budaya, memperkuat ikatan komunitas serta kontinuitas identitas. Meskipun memiliki fokus berbeda, baik Malam Satu Suro maupun Tahun Baru Islam menunjukkan bagaimana tradisi dapat beradaptasi dengan nilai-nilai religius untuk menciptakan pengalaman yang mendalam dan bermakna bagi masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI